NovelToon NovelToon
Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:11.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kokop Gann

Di puncak Gunung Awan Putih, Liang Wu hanya mengenal dua hal: suara lonceng pagi dan senyum gurunya. Ia percaya bahwa setiap nyawa berharga, bahkan iblis sekalipun pantas diberi kesempatan kedua.

Namun, kenaifan itu dibayar mahal. Ketika gurunya memberikan tempat berlindung kepada seorang pembunuh demi 'welas asih', neraka datang mengetuk pintu. Dalam satu malam, Liang Wu kehilangan segalanya: saudara seperguruan dan gurunya yang dipenggal oleh mereka yang menyebut diri 'Aliansi Ortodoks'.

Terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan kuil yang terbakar, Liang Wu menyadari satu kebenaran pahit: Doa tidak menghentikan pedang, dan welas asih tanpa kekuatan adalah bunuh diri.

Ia bangkit dari abu, bukan sebagai iblis, melainkan sebagai mimpi buruk yang jauh lebih mengerikan. Ia tidak membunuh karena benci. Ia membunuh untuk 'menyelamatkan'.

"Amitabha. Biarkan aku mengantar kalian ke neraka, agar dunia ini menjadi sedikit lebih bersih."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Upeti untuk Sang Kura-Kura

Matahari belum terbit sempurna, tetapi Divisi Logistik Sekte Tungku Dewa sudah berdenyut seperti jantung yang dipacu paksa.

Gudang Logistik adalah kompleks bangunan raksasa yang menempati seperempat wilayah Cincin Tengah. Di sinilah ribuan ton bijih besi, ramuan alkimia, dan kulit monster diproses, dicatat, dan didistribusikan ke seluruh sekte.

Liang Wu, atau "Tie", sedang memanggul peti kayu seberat tiga ratus kati di bahunya.

"Gerak! Jangan lambat!" teriak pengawas gudang, memecutkan cambuk rotannya ke lantai.

Liang Wu berjalan stabil. Berat peti itu tidak seberapa bagi otot tembaganya, tetapi dia harus berpura-pura keberatan agar tidak menarik perhatian. Dia meletakkan peti itu di tumpukan 'Bahan Mentah Kelas C'.

Sambil menyeka keringat palsu di dahinya, mata Liang Wu memindai ruangan.

Dia mencari Diaken Wang Ba.

Tidak sulit menemukannya. Di tengah kekacauan gudang yang penuh debu dan keringat, ada sebuah panggung kayu tinggi yang dilengkapi dengan meja tulis dari kayu mahoni, payung sutra untuk menahan debu, dan kursi malas yang empuk.

Di sana duduk seorang pria paruh baya yang gemuk.

Wang Ba memang pantas menyandang namanya. Lehernya pendek, hampir tenggelam dalam lemak dagunya. Matanya kecil dan licik, terus bergerak menghitung setiap peti yang masuk seolah-olah itu adalah koin emas miliknya sendiri. Dia mengenakan jubah sutra hijau yang terlalu ketat, dengan cincin batu giok di setiap jarinya.

Liang Wu memperhatikan pola kerja di sana.

Setiap satu jam sekali, Wang Ba akan masuk ke kantor pribadinya di belakang panggung untuk "memeriksa pembukuan"—kode halus untuk minum teh atau menghitung uang suap.

Itu kesempatanku, batin Liang Wu.

Saat jam istirahat makan siang tiba, para murid luar berbondong-bondong menuju dapur umum untuk berebut bubur encer.

Liang Wu tidak ikut antre. Dia menyelinap ke balik tumpukan peti 'Kulit Badak Besi', bergerak memutar menuju kantor pribadi Diaken Wang.

Pintu kantor dijaga oleh dua murid senior.

Liang Wu merapikan bajunya, menegakkan punggung, dan berjalan mendekat dengan langkah percaya diri. Bukan langkah kuli, tapi langkah utusan.

"Berhenti! Area terlarang!" bentak penjaga.

Liang Wu tidak panik. Dia mengeluarkan Token Giok Hitam milik Keluarga Zhao dari balik bajunya. Dia menunjukkannya sekilas, cukup untuk membiarkan penjaga melihat lambang 'Kamar Dagang Seribu Pedang'.

"Saya membawa pesan mendesak dari Tuan Muda Zhao dari Kota Yan," kata Liang Wu dengan suara rendah dan serius. "Ini menyangkut pengiriman 'Khusus' untuk Diaken Wang. Jika terlambat, Paman Wang akan marah."

Dia sengaja menyebut 'Paman Wang' untuk menunjukkan kedekatan hubungan.

Dua penjaga itu saling pandang. Mereka tahu Diaken Wang punya banyak bisnis sampingan dengan keluarganya. Menghalangi rezeki bos bisa berarti nasib buruk.

"Tunggu di sini," kata salah satu penjaga. Dia masuk ke dalam.

Sesaat kemudian, dia keluar lagi. "Masuk. Tapi tinggalkan senjatamu."

Liang Wu melepaskan parang dan goloknya, meletakkannya di rak. Dia masih punya pisau bedah yang disembunyikan di balik lengan baju dan sol sepatu, tapi penjaga tidak memeriksanya sedetail itu.

Liang Wu masuk.

Kantor itu dingin dan harum. Dindingnya dilapisi peredam suara. Diaken Wang duduk di balik meja besarnya, sedang memegang sempoa emas.

"Jadi..." Wang Ba menatap Liang Wu tanpa berkedip. "Kau utusan keponakanku, Zhao? Kenapa dia mengirim orang berwajah buruk sepertimu? Dan kenapa dia tidak datang sendiri?"

Liang Wu membungkuk hormat.

"Lapor, Tuan Diaken. Tuan Muda Zhao tertahan di perbatasan Kawah Besi. Gubernur Tie dari Kekaisaran sedang memperketat pemeriksaan karena isu 'Hantu Gunung'. Tuan Muda takut 'barang bawaan' untuk Tuan Diaken akan disita jika dia membawanya lewat jalur resmi."

"Cih, Tie si Tangan Besi itu," Wang Ba meludah ke tempat ludah emas. "Selalu mencari masalah. Lalu?"

"Karena itu, Tuan Muda Zhao memerintahkan saya—pelayan setianya yang baru direkrut dari Kawah Besi—untuk menyusup masuk lewat jalur rekrutmen murid luar. Beliau menitipkan ini agar sampai ke tangan Tuan lebih dulu."

Liang Wu maju selangkah. Dia mengeluarkan kantong uang kecil dari sakunya.

Bukan kantong penyimpanan Zhao (itu terlalu berharga untuk diserahkan), tapi kantong biasa yang dia isi dengan 20 Batu Roh dan 1 Batang Emas.

Dia meletakkannya di meja Wang Ba.

Mata sipit Wang Ba melebar sedikit. Hidungnya kembang kempis mencium aroma kekayaan. Dengan gerakan tangan yang sangat cepat untuk orang se-gemuk itu, dia menyambar kantong itu dan mengintip isinya.

Senyum lebar merekah di wajah berminyaknya.

"Ah, Zhao memang anak yang berbakti. Dia tahu pamannya sedang butuh... pelumas untuk melancarkan promosi jabatannya." Wang Ba menyimpan kantong itu ke dalam laci mejanya yang terkunci mantra.

Sikapnya berubah 180 derajat. Dari curiga menjadi ramah—keramahan palsu seorang pedagang pada pelanggan kaya.

"Siapa namamu tadi? Tie?"

"Benar, Tuan."

"Kau bilang kau menyusup lewat jalur rekrutmen? Berarti kau lolos dari Labirin Batu?"

"Berkat bantuan alat-alat dari Tuan Muda Zhao, saya beruntung selamat."

"Bagus. Bagus. Kau loyal dan kompeten. Jarang ada pelayan seperti itu zaman sekarang," Wang Ba mengetuk-ngetuk meja. "Lalu, kapan Zhao akan sampai?"

"Mungkin dua minggu lagi, Tuan. Setelah pemeriksaan mereda."

"Hmm. Baiklah. Selama menunggu dia, kau akan bekerja di bawahku. Aku tidak bisa membiarkan orang kepercayaan keponakanku mengangkut peti seperti kuli biasa. Itu memalukan wajahku."

Wang Ba mengambil sebuah gulungan tugas dari tumpukan dokumen di mejanya.

"Kebetulan sekali. Divisi Logistik sedang kekurangan tenaga untuk 'Sektor Khusus'. Murid-murid biasa terlalu pengecut atau terlalu lemah. Tapi kau... kau punya bau darah yang pekat, Tie."

Liang Wu menunduk. "Saya bersedia melakukan apa saja, Tuan."

"Tugas ini sederhana tapi berbahaya," Wang Ba merendahkan suaranya. "Kami butuh orang untuk mengantar 'Pakan' ke Kandang Penempaan di Cincin Dalam setiap malam. Pakan itu... agak hidup. Dan yang diberi makan... sangat rewel."

Jantung Liang Wu berdesir.

Kandang Penempaan. Cincin Dalam.

Itu pasti tempat Proyek Senjata Hidup disimpan.

"Saya sanggup, Tuan," jawab Liang Wu tanpa ragu.

"Bagus. Gajinya sepuluh batu roh per bulan. Dan kau boleh mengambil sisa-sisa 'sampah' yang tidak dimakan oleh subjek eksperimen. Kadang ada barang bagus di sana."

Wang Ba melempar sebuah lencana tembaga baru—Lencana Akses Khusus.

"Ingat, Tie. Kau sekarang mataku. Kalau kau melihat ada yang mencurigakan di Kandang Penempaan, atau ada murid lain yang mencoba mencuri resep pakan... lapor padaku. Mengerti?"

"Mengerti, Tuan."

"Pergilah. Kembali bekerja. Nanti malam, lapor ke Gerbang Hitam di perbatasan Cincin Dalam. Tunjukkan lencana ini."

Liang Wu mengambil lencana itu, membungkuk dalam, dan mundur keluar ruangan.

Saat pintu tertutup, senyum Wang Ba menghilang. Dia kembali menghitung sempoanya. Dia tidak peduli siapa Tie sebenarnya, atau apakah cerita tentang Zhao itu benar 100%. Yang dia pedulikan adalah emas di lacinya dan fakta bahwa dia baru saja mendapatkan aset (kuli) gratis yang bisa dikirim ke tempat berbahaya tanpa rasa bersalah. Jika Tie mati dimakan Senjata Hidup, Wang Ba tidak rugi apa-apa.

Di luar kantor, Liang Wu berjalan kembali ke gudang.

Dia mengambil kembali senjatanya dari penjaga.

Di balik topeng kulitnya, dia menyeringai.

Dia berhasil.

Dia tidak hanya masuk ke dalam sekte, dia baru saja mendapatkan akses VIP ke tempat paling rahasia di kota ini. Dan dia dibayar untuk itu.

"Terima kasih, Zhao," bisik Liang Wu, menepuk kantong penyimpanan di balik bajunya. "Uangmu membeli kematian pamanmu sendiri."

Sore harinya, saat murid lain kembali ke asrama dengan tubuh pegal linu, Liang Wu berjalan ke arah yang berlawanan.

Dia menuju ke Gerbang Hitam. Perbatasan antara dunia manusia dan dunia monster buatan.

Di sana, dia melihat apa yang dimaksud dengan "Pakan".

Sebuah gerobak besi tertutup, dijaga oleh dua murid berjubah hitam dengan masker gas. Dari dalam gerobak itu, terdengar suara geraman dan cakaran.

"Kau anak baru dari Diaken Wang?" tanya salah satu penjaga.

"Ya."

"Bagus. Bantu kami dorong ini. Hati-hati, 'Pakan' hari ini adalah Beruang Iblis yang sedang hamil. Agresif sekali."

Liang Wu memegang pegangan gerobak.

Beruang Iblis. Hamil.

Sekte ini memberikan monster hidup sebagai makanan untuk Senjata Hidup mereka?

"Siap?" tanya penjaga.

"Siap," jawab Liang Wu.

Gerbang Hitam terbuka. Uap panas berwarna hijau menyembur keluar. Bau zat kimia, darah busuk, dan ozon menyergap indra penciuman Liang Wu.

Mereka melangkah masuk ke dalam perut binatang buas yang sebenarnya.

1
azizan zizan
jadi kuat kalau boleh kekuatan yang ia perolehi biar sampai tahap yang melampaui batas dunia yang ia berada baru keluar untuk balas semuanya ..
azizan zizan
murid yang naif apa gurunya yang naif Nih... kok kayak tolol gitu si gurunya... harap2 si murid bakal keluar dari tempat bodoh itu,, baik yaa itu bagus tapi jika tolol apa gunanya... keluar dari tempat itu...
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Misi dimulai 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Cerita bagus...
Alurnya stabil...
Variatif
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sukses 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sapu bersih 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Hancurken 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yup yup yup 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Rencana brilian 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Dicor langsung 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Bertambah kuat🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Semangat 🦀🍄
Wiji Lestari
busyet🤭
pembaca budiman
saking welas asihnya ampe bodoh wkwkwm ciri kas aliran putih di novel yuik liang ambil alih kuil jadiin aliran abu² di dunia🤭
syarif ibrahim
sudah mengenal jam kah, kenapa nggak pake... 🤔😁
Wiji Lestari
mhantap
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Keadilan yg tidak adil🦀🍄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!