Judul buku "Menikahi Calon Suami Kakakku".
Nesya dipaksa menjadi pengantin pengganti bagi sang kakak yang diam-diam telah mengandung benih dari pria lain. Demi menjaga nama baik keluarganya, Nesya bersedia mengalah.
Namun ternyata kehamilan sang kakak, Narra, ada campur tangan dari calon suaminya sendiri, Evan, berdasarkan dendam pribadi terhadap Narra.
Selain berhasil merancang kehamilan Narra dengan pria lain, Evan kini mengatur rencana untuk merusak hidup Nesya setelah resmi menikahinya.
Kesalahan apa yang pernah Narra lakukan kepada Evan?
Bagaimanakah nasib Nesya nantinya?
Baca terus sampai habis ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Evan menarik tangan Nesya, hingga tubuh Nesya terbawa sangat jauh meninggalkan ruangan dimana Baskara dan Arjun berada. Nesya yang hampir jantungan saat mengira dirinya tertangkap basah telah menguping sebelumnya itu, kini bisa merasa lega setelah menyadari bahwa Evan lah yang menemukan dirinya.
Kini mereka berdua sedang berada di sebuah kamar, saking jauhnya hanya agar Nesya aman dari jangkauan orang rumah, Evan sampai menarik Nesya dari lantai dua hingga naik ke lantai tiga melalui lift yang tersedia di rumah istana tersebut.
“Evan lepas kan aku.”
Evan baru mau melepaskan tangan Nesya setelah mereka berdua benar-benar telah masuk kedalam kamar tersebut, Nesya pun segera memegangi pergelangan tangan kirinya yang terasa nyeri sambil menekuk wajah karena kesal. Kini mereka berdiri saling berhadapan dengan ekspresi wajah yang sama-sama kesal.
“Sedang apa kamu disana tadi?” Tanya Evan dengan nada ketus.
“Tadi aku sedang mencari mu tetapi tidak ketemu,” jawab Nesya tak kalah ketusnya.
“Lalu?” Evan seperti menunggu sesuatu yang penting akan terucap dari bibir Nesya.
Nesya langsung teringat pada kejadian di lantai dua tadi, percakapan yang dia dengar disana sungguh mengerikan. Agak ragu Nesya ingin mengatakannya, mengingat Baskara adalah ayah tiri Evan dan juga suami dari ibunya, toh meski ia mengungkapkannya Evan juga tak akan mau percaya.
“Hei!” Evan yang tak sabar melihat diamnya Nesya lantas mengguncang kedua bahu istrinya hingga Nesya terkejut dari lamunannya.
Sambil meyakinkan diri, Nesya merasa dia memang harus mengatakan apa yang dia dengar, itu semua demi nama baik kakaknya dan juga dengan begitu Nesya bisa meminta Evan untuk melepaskan dirinya.
“Euh, ini mungkin akan mengejutkanmu.” Nesya berkata dengan ragu-ragu.
Evan mengangkat kedua alisnya menanti-nanti apa yang akan Nesya katakan.
“Aku berani bersumpah bahwa aku mengatakan yang sebenarnya. Di dalam ruangan tadi aku mendengar percakapan dari dua orang pria, mereka juga menyebut nama masing-masing yaitu Paman Baskara dan Arjun.”
“Arjun? Sejak kapan dia ada dirumah ini?” Gumam Evan bertanya-tanya, memotong perkataan Nesya.
“Aku mana tahu, mau aku lanjutkan tidak?”
Evan menganggukkan kepalanya lalu menyimak sambil berkacak pinggang di hadapan Nesya yang harus mendongakkan wajah ketika berbicara dengan suaminya.
Sejenak Nesya berdehem, dia yakin perkataannya selanjutnya pasti akan membuat Evan terkejut.
“Mereka membahas perihal kematian seseorang, dan lelaki bernama Arjun berkata tentang akan membunuhmu lebih buruk dari… Erwin,” terang Nesya, yang seketika itu jadi merasa kasihan pada Evan.
Evan pun terdiam, wajahnya datar dengan bola mata yang bergerak-gerak menatap kedua mata Nesya bergantian. “Jangan menipuku, karena aku tak akan semudah itu kamu taklukkan,” desisnya menjadi marah.
Mendengar itu Nesya pun mendengus kesal, “Aku sudah menduganya, kamu tak akan percaya. Tapi asal kamu tahu bahwa aku tak peduli perihal apapun pendapatmu. Dengar ya, aku sudah dengar sendiri dan mengatakan yang sebenarnya padamu bahwa orang yang bertanggung jawab atas kematian kakakmu adalah mereka sehingga kakakku Narra, sama sekali tak bersalah. Evan, sekarang juga lepaskan aku.”
***
Nesya saat ini berada di dalam mobil yang di kemudikan oleh Farrel, beberapa saat yang lalu setelah berdebat dengan Evan, dia telah meminta agar Evan mau membiarkan dirinya pulang kerumah keluarganya.
“Pergi saja, pergi sejauh mungkin agar aku tak pernah lagi melihatmu.”
Perkataan dari Evan tersebut terngiang-ngiang di telinga Nesya, ketika mobil sudah mulai melaju dia pun menoleh kearah belakang untuk melihat rumah besar tersebut seolah sedang melihat Evan.
Nesya meremas gaunnya dengan kedua tangan, entah mengapa hatinya menjadi bimbang.
“Ragu untuk pergi?” Tanya Farrel, mengejutkan Nesya.
“Apa kah sikapku begitu kentara? Huh ada apa denganku? Bukankah sekarang ini seharusnya aku merasa senang?” Nesya bergumam di dalam hati.
Melihat gadis di sebelahnya itu hanya terdiam membuat Farrel terkekeh, namun ada kegetiran yang tersirat. Dia mulai curiga kalau Nesya telah jatuh hati pada Evan. Saat sebelum mereka berada di mobil itu, Farrel memang berencana untuk segera pulang setelah membicarakan sesuatu dengan Evan pasca kejadian ciuman menyebalkan di ruang makan tadi. Akan tetapi, ketika itu Evan menghubungi dirinya agar mengantarkan Nesya pulang dan membawanya pergi kemana saja Nesya inginkan.
“Aku hanya khawatir pada keselamatan Evan,” ucap Nesya lirih. Memang benar, dia juga merasa khawatir, apalagi dirinya mendengar sendiri dengan jelas perbincangan dari Baskara dan Arjun perihal akan membunuhhh Evan.
“Khawatir kenapa? Selama aku mengenal Evan belum pernah ada orang yang berhasil mencelakai dia.” Farrel berujar sambil fokus mengemudi.
Nesya menoleh menatap Farrel. “Apa Kak Farrel sudah berteman lama dengan Evan?” Tanyanya.
“Ya, kami berteman semenjak masih duduk di bangku sekolah,” jawab Farrel santai.
“Ku lihat Kak Farrel juga akrab dengan ibunya Evan?”
“Benar.”
“Kalau begitu kakak pasti tak akan percaya jika aku katakan bahwa ayah tiri Evan dan seseorang bernama Arjun adalah pembunuhh dari Kak Erwin. Dan mereka juga berencana untuk melakukan hal yang sama pada Evan, itu membuatku khawatir,” kata Nesya dengan cepat, tanpa sadar menunjukkan kecemasan yang teramat terhadap Evan.
Farrel pun memberikan reaksi terkejutnya dengan melirik singkat kearah Nesya. “Arjun ada dirumah besar? Bagaimana aku bisa tidak tahu itu?” gumam Farrel di dalam hati.
“Apa itu yang membuat Evan melepaskanmu?” Farrel kembali bertanya pada Nesya.
Nesya menganggukkan kepalanya meski Farrel tak melihatnya karena harus fokus pada jalanan di depan. “Benar, aku sudah membuktikan bahwa Kak Narra tidak bersalah sehingga aku meminta Evan untuk melepaskanku dan dia membiarkanku pergi, aku cukup lega karena dia tak menyulitkanku.”
“Lega?” Nesya bertanya pada dirinya sendiri.
Farrel menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan, bagi dirinya yang sudah sangat mengenal Evan merasa tak mungkin kalau sahabat sekaligus bosnya tersebut mau melepaskan Nesya begitu saja sebab mereka telah terikat pada sebuah pernikahan, apalagi Evan telah mendapatkan Nesya seutuhnya.
“Aku harus memastikan semuanya, lalu kenapa Evan tidak mengatakan perihal paman Baskara dan Arjun padaku?”
“Jadi kemana tujuanmu saat ini? Aku siap mengantarkanmu,” tanya Farrel, ketika mereka telah masuk ke tengah jalan raya yang sangat ramai oleh pengendara.
“Aku ingin ke villa saja, karena Ibuku ada disana,” jawab Nesya, yang ingat kalau sang ibu sedang berada di villa saat ini.
Farrel melirik Nesya, sebenarnya Kinan sudah pergi dari villa sejak tadi, karena Evan memerintahkan kepada para penjaga untuk mengatakan pada ibu Nesya tersebut bahwa dia dan Nesya akan menginap di rumah besar malam ini.
“Baiklah.” Hanya itu yang bisa Farrel ucapkan meski dia tahu kalau Kinan tak ada di villa, entah mengapa dia malah merasa tak bisa memisahkan Nesya dan Evan dalam keadaan seperti itu.
Belasan menit kemudian, mobil yang di kendarai oleh Farrel itu telah tiba di villa, pada saat itu jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ketika baru turun dari mobil, Nesya langsung mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan sang ibu, akan tetapi mobil milik Narra sudah tak terlhat berada di halaman depan villa tersebut.
Nesya mengira bisa saja ibunya berada di dalam villa tersebut untuk menunggu dirinya, sehingga dia memutuskan untuk masuk kedalam. Farrel yang masih berdiri di dekat mobilnya itu hanya diam memperhatikan Nesya yang masuk ke dalam villa dengan melangkah cepat, kemudian dia pun mendekati dua orang pria disana.
“Kunci pintu ini dan jangan biarkan Nyonya Nesya keluar atau siapapun masuk kedalam pintu itu kecuali Tuan Muda Evan.”
“Baik, Tuan,” sahut dua orang penjaga tersebut bersamaan.
Setelah memastikan keamanan Nesya, Farrel pun memilih untuk pergi namun sebelumnya dia melihat ponselnya yang bergetar. Itu adalah panggilan masuk dari Evan.
***
Di dalam villa tersebut, Nesya masih sibuk mencari sang ibu, dia pun menjadi berjalan kesana kemari tanpa merasa kesulitan lagi mengenakan sepatu bertumitnya. Ruang tamu hingga ruang makan dia telusuri, namun keberadaan sang ibu tak juga ia temukan dan akhirnya Nesya lelah juga sebab berjalan begitu jauh.
“Maaf Nyonya, apa Anda sedang mencari sesuatu?”
Nesya di kejutkan dengan kehadiran dua orang pelayan dari arah belakangnya, kebetulan sekali dirinya ingin menanyakan perihal keberadaan sang ibu.
“Ya, dimana ibuku?” Tanya Nesya.
Sayangnya dua orang pelayan tersebut malah saling pandang satu sama lain, membuat Nesya menatap mereka bergantian sambil menanti jawaban.
Lalu salah seorangnya menjawab, “Maafkan kami, Nyonya. Sejak Anda dan Tuan Muda pergi tadi sampai sekarang belum ada tamu yang datang kemari.”
Nesya tertegun sejenak lalu berpikir bahwa mungkin saja ibunya sudah kembali pulang setelah mengetahui kalau dirinya tak ada di villa tersebut. Dia pun berniat untuk meminta Farrel mengantarkannya pulang kerumah ibunya.
“Baiklah, terima kasih,” ucap Nesya kepada dua orang pelayan tersebut.
Ketika Nesya mulai berjalan berniat untuk menemui Farrel kembali di halaman villa tadi, tak sengaja dia melihat keberadaan Kiki dari kejauhan. Hal itu sontak membuatnya kebingungan sekaligus heran sebab dirinya juga melihat keberadaan kepala pelayan tersebut di rumah besar.
“Apa mereka ada dua?” Gumamnya masih kebingungan.
Dari jarak tak begitu jauh itu, Kiki baru menyadari keberadaan Nesya, dia yang terkejut lantas bergerak menutupi pipi kirinya dengan satu tangan lalu pergi menghilang di ujung tembok. Hal itu mengingatkan Nesya pada Kiki yang dia lihat keluar dari satu ruangan di rumah besar, bahwa pelayan tersebut juga terlihat memegangi pipi kirinya yang merah padam seperti habis terkena tamparan.
Pikiran Nesya menjadi campur aduk. “Ada apa sebenarnya dengan Kiki? Apakah dia juga ada hubungannya dengan perbuatan Ayah Baskara dan lelaki bernama Arjun itu?”
Nesya pun teringat kembali pada Evan sampai-sampai terbayang wajahnya, mendadak ia menjadi khawatir pada lelaki yang masih menjadi suaminya tersebut. Jiwa detektif dalam dirinya mulai bergejolak.
“Evan masih tak percaya pada ucapanku dan masih menyangkal kalau Kak Narra tak terlibat dalam kematian Kak Erwin, aku harus menyelidikinya sendiri dan sepertinya aku harus memulainya dari Kiki.”
Akhirnya, malam itu Nesya memutuskan untuk tidak jadi pergi dan memutar arah kembali menuju ke menaranya.