Ingin berbuat baik, Fiola Ningrum menggantikan sahabatnya membersihkan apartemen. Malah menjadi malam kelam dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesuciannya direnggut oleh Prabu Mahendra, pemilik apartemen. Masalah semakin rumit ketika ia dijemput paksa orang tua untuk dijodohkan, nyatanya Fiola sedang hamil.
“Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.” == Prabu Mahendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Aku Suka
Ola tidak menyangka, kalau Prabu akan datang. Membela dan langsung menikahinya tanpa ragu. Bahkan akan menyelesaikan masalah keluarganya. Juga mahar yang diberikan pria itu, tidak pernah terbayangkan olehnya. Berasal dari keluarga sederhana, pekerjaannya pun hina menurut sang ayah, nyatanya Prabu tidak mempermasalahkan hal itu, apalagi status sosial mereka.
“Kenapa?” tanya Prabu menyadarkan lamunan Ola yang dijawab dengan gelengan pelan. “Kamu baik-baik saja? Ada yang terluka?” cecar Prabu. melihat kondisi kamar dan ponsel yang pecah, khawatir kalau Ola terluka.
“Tidak ada, pak.”
“Syukurlah.”
“Ini baru akad saja ya, untuk pendaftaran pernikahan agar tercatat lalu dapat buku nikah harus diurus lagi.” Penghulu menjelaskan, tentu saja yang menyimak Gama. “Lalu untuk ganti rugi kekacauan ini, gimana?”
“Kita bicarakan di luar, pak,” ajak Gama.
Keluarga Ola masih tidak percaya dengan mahar yang diterima wanita itu. Apalagi Rosma dan Amel. Samin khawatir kalau Prabu menipunya dan tidak menyelesaikan hutang dengan Marta.
“Janji kamu, saya pegang. Urusan dengan Juragan Marta, harus diselesaikan,” seru Samin.
“Tenang aja, pak. Majikan saya ini orang kaya dan jujur,” sahut Maya menyela Prabu yang akan bicara. “Saya belain pak," ucap Maya pada Prabu.
“Setelah ini kalian mau kemana?” tanya Rosma.
Ola baru terpikirkan masalah itu, tidak mungkin membawa Prabu ke rumah. Langsung ke Jakarta pun rasanya tidak elok. Mereka baru saja menikah dan pernyataan kalau sudah hamil duluan sudah pasti tersebar di kampung menjadi bahan perbincangan.
“Malam ini saya menginap di rumah kalian, bagaimanapun saya harus menghargai Ola. Besok, kami akan kembali ke Jakarta.”
Karena hari sudah sore dan urusan di tempat itu sudah selesai, Samin mengajak semua pulang ke rumahnya.
“Saya langsung ke kota, besok pagi kembali ke sini,” ujar Gama.
“Hm.”
“Ola, selamat ya udah jadi nyonya Mahendra. Tenang aja, gue nggak akan ganggu malam pertama kalian. Dari pada jadi nyamuk, gue ikut Mas Gama aja.”
Ola hanya tersenyum mendengar candaan Maya.
“Ayo, turun,” ajak Prabu.
“Yaelah pak, nggak sabar amat.” Gama gemas dengan mulut Maya, refleks dia menyentil dahi wanita itu. “Aduh,” keluh Maya mengusap dahinya. “Kalau mau megang tuh yang lain, jangan jidat jadi sasaran.”
“Mulut kamu, ck.” Gama menggeleng pelan.
Hanya Gama dan Maya yang pergi, mobil lainnya di mana ada orang kepercayaan Prabu tetap tinggal. Tentu saja untuk melindungi pasangan itu. Tidak tahu situasi di sana dan sempat bersitegang dengan pria yang disegani di kampung tersebut, Tentu saja harus antisipasi segala kemungkinan.
“Bapak yakin mau tidur di sini, rumahnya ….”
“Yakin,” jawab Prabu.
Sudah berada di kamar Ola, duduk di tepi ranjang menatap sekeliling kamar. Tempat di mana istrinya tumbuh dan dibesarkan. Pandangan Prabu tertuju pada bingkai foto di atas meja belajar. Foto Ola saat remaja, mengenakan seragam SMA. Bisa disimpulkan kalau Ola terlihat manis dan cantik sejak dulu.
“Pakaian ganti bapak, gimana?” tanya Ola. Ia masih berdiri menatap Prabu.
“Itu urusan Gama, kamu jangan khawatir dan pusingkan masalah sepele. Kemari” titah Prabu menepuk ranjang di sampingnya.
Pasangan pengantin itu duduk bersisian, masih dengan suasana canggung. Prabu meraih tangan Ola yang ada di pangkuan dan menggenggamnya.
“Maaf, pernikahan yang aku tawarkan malah seperti ini.”
“Tidak masalah, pak. Saya bersyukur karena bapak datang diwaktu yang tepat, nggak kebayang hidup saya akan semenyedihkan apa kalau pernikahan tadi terjadi,” tutur Ola dengan wajah menunduk. Hatinya menghangat dengan sikap Prabu.
Tangan Prabu terulur menyentuh dagu Ola, Mengarahkan untuk menatapnya.
“Mulai sekarang, semua urusanmu menjadi tanggung jawabku. Tidak akan aku biarkan kamu terluka, bahkan oleh keluargamu sendiri.”
“Pak ….”
“Ah, jangan panggil bapak, aku suami kamu.”
“Terus, panggil apa?” tanya Ola bingung.
“Terserah, Prabu saja tidak masalah.” Prabu berdiri melepas jas dan kancing ujung kemejanya.
“Nggak bolehlah, itu namanya kurang ajar. Bapak ‘kan lebih tua dari saya.”
Mendengar kata tua, Prabu berdecak sambil menarik gesper bahkan ujung kemeja sudah dikeluarkan dari celananya.
“Bapak mau ngapain?” tanya Ola. Mendadak pikirannya sudah tertuju ke adegan dewasa. Meskipun mereka sudah menikah dan halal untuk melakukan apapun, rasnaya ia belum siap.
Prabu mengernyitkan dahi melihat Ola yang bergeser untuk menghindar.
“Mandi, aku gerah.”
“Owh, mandi,” ujar Ola lega.
“Kamu pikir aku mau apa?”
Tidak mungkin jujur dengan isi pikirannya, Ola gegas mengambilkan handuk bersih untuk suaminya.
***
Saat makan malam, tidak banyak komunikasi yang terjadi diantara keluarga itu. Hanya Ayah Ola yang sempat berbincang dengan Prabu, itupun lebih kepada investigasi. Memastikan lagi siapa Prabu, masih ada keraguan kalau pria itu bukan orang sembarangan.
Meski hanya menjelaskan dengan santai, cukup membuat keluarga Ola tertampar. Selama ini menghina dan merendahkan bahkan sengaja dijodohkan sebagai pelunas hutang, nyatanya Ola berjodoh dengan laki-laki dari status sosial berbeda.
Samin sempat menanyakan apakah Orangtua Prabu bisa menerima putrinya. Hal itu juga menjadi ganjalan hati Ola. Prabu sempat terdiam, bukan karena tidak yakin. ia belum mengabari orang tuanya kalau sudah menikah. Besok akan segera menghubungi dan ia yakin tidak masalah siapa wanita yang dinikahinya.
“Mereka pasti menerima Fiola sebagai menantu, tidak ada alasan untuk menolak.”
“Tapi hamil duluan,” cetus Amel.
Prabu dan Ola tidak bisa mengabaikan hal itu, sudah hamil sebelum melaksanakan pernikahan.
“Benar dan itu salah saya. Kami sudah menikah, saya harap jangan lagi membahas masalah ini.” Prabu berkata dengan nada mengancam. Samin berdehem dan berjanji tidak akan membahas masalah itu lagi, terutama pada Ola.
Sudah jam sembilan malam, Prabu yang tadi di luar sedang berbicara dengan bodyguardnya dan menghubungi Gama akhirnya menyusul Ola ke kamar. Ola mengenakan daster tanpa lengan dan cukup pendek, membuatnya terlihat semakin cantik dan seksi.
“Ini baju saya sebelum ke Jakarta, agak kecil. Tadi pagi, nggak sempat bawa baju,” jelas Ola malu-malu karena pandangan Prabu seperti menelisik
“Hm, tidak masalah. Aku suka.”
“Eh, suka?”
crazy up thor semangat"
anak kandung disiksa gak karuan ehh anak tiri aja disayang² gilakk
kalo maya pindah nanti sepi
. kasian a' gama kn gak ada gandenganya wk wk wk