NovelToon NovelToon
Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan Tentara / Romansa / Dokter / Gadis Amnesia
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Fantasi

Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.

Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kencan di rumah lebih menyenangkan

Haris, seperti biasa, disibukkan dengan kegiatan sosialnya membantu sesama. Wajahnya yang rupawan selalu menjadi primadona di kalangan ibu-ibu dan gadis-gadis yang datang memeriksakan diri di klinik-klinik yang didirikannya. Program pembangunan klinik ini telah sukses tersebar di setiap RW di seluruh desa, memastikan warga tidak perlu lagi berjalan jauh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sebagai pemilik, Haris sendiri yang mengawasi dan mengelola semua klinik tersebut.

Kini, Haris sedang berada di ruang pemeriksaan umum, membantu dokter-dokter lain melayani pasien.

"Selamat sore, Dokter," sapa seorang ibu.

"Sore, Bu," balas Haris ramah. "Ada keluhan apa?"

"Keluhan saya... kepala saya sering pusing, Dok... kadang suka lemas sampai enggak bisa gerak," jawab ibu itu.

Haris mengangguk, lalu mengambil alat untuk mengecek tekanan darah. "Saya periksa dulu ya, Bu."

"Darah Ibu lumayan tinggi. Banyakin istirahat ya, Bu, dan jangan terlalu banyak pikiran. Untuk resep obatnya saya buatkan, nanti Ibu serahkan di bagian obat," jelas Haris.

"Baik, Dokter... Eh, iya, Dokter sudah punya pacar atau istri?" tanya ibu itu tiba-tiba.

Haris sedikit terkejut, namun berhasil menjaga ekspresi wajahnya. Ia terkekeh pelan untuk mencairkan suasana. "Oh, untuk pacar saya sudah punya, Bu. Mungkin beberapa bulan lagi saya akan melamar pacar saya. Memangnya kenapa ya, Bu?"

"Oh, begitu... Enggak apa-apa sih, Dok. Siapa tahu kalau Dokter jomblo, saya punya anak perawan di rumah... cantik lagi," goda ibu itu.

Haris terkekeh pelan. "Saya doakan putri Ibu segera dapat jodoh ya."

"Iya, Dok, kalau bisa yang ganteng kaya Dokter... Kalau begitu saya permisi ya, Dok," ucap ibu itu.

Sambil mengulum senyum, Haris tetap mengarahkan ibu tersebut dengan sopan. "Silakan, Ibu."

Ibu itu pun pergi. Sudah hampir delapan jam pasien tak kunjung habis. Haris sedikit menyandarkan badannya di sandaran kursi sembari menghembuskan napas lelahnya. Saat rasa lelah itu datang, memorinya melayang pada kejadian tempo lalu, di mana kekasihnya telah mengingatnya kembali. Rasa senang dan bahagia tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tanpa sadar, ia tersenyum sendiri.

Karena jam pemeriksaan di bagiannya telah usai, ia buru-buru merapikan barang-barangnya untuk meninggalkan tempat tersebut. Ia kemudian menelepon seseorang untuk menanyakan misi yang akan ia kerjakan hari ini.

"Halo, Ri... ada agenda hari ini?"

"Enggak ada, Ris... Paling ngasih pembinaan aja sih," jawab Fahri.

"Ya sudah... kalau gitu gue mau ke suatu tempat dulu ya..."

"Ke mana?"

"Biaaasaaa... Masa lo enggak tahu."

"Cah ilah... ya sudah... hati-hati ya."

"Oke!"

Haris menutup telepon dari Fahri dan melanjutkan langkah kakinya menuju ruangannya di klinik. Kebetulan klinik tersebut lumayan luas seperti rumah sakit, jadi jarak ruangannya dengan ruang pemeriksaan cukup jauh. Fahri dan Agung telah mengetahui bahwa Hana telah mengingat Haris kembali, karena Haris telah menceritakan semuanya pada mereka. Fahri dan Agung sampai terkejut karena semuanya di luar nalar mereka, namun mereka justru senang karena kehadiran Hana atau Nahda membuat Haris sedikit menghangat.

Haris telah sampai di ruangannya dan membuka jas dokternya. Setelah itu, ia berganti pakaian biasa, tidak mengenakan APD atau jas apa pun. Penampilannya kini seperti seorang pria keren yang siap mengajak kencan. Haris memang memiliki rencana untuk mengajak Nahda pergi ke suatu tempat.

"Hai, Haris..."

Raut bahagia Haris seketika berubah tajam saat melihat Lita berada di depannya, menghalangi jalannya.

"Kamu mau ke mana rapi banget? Aku ikut dong."

"Minggir! Gue enggak mau ada pengganggu."

Haris pun pergi meninggalkan Lita seorang diri dengan wajah sedikit terkejut. "Hiii kenapa sih... Bukannya cewek itu sudah benci sama Haris ya? Tapi... kenapa Haris hari ini rapi banget... ada yang enggak beres nih," gumam Lita curiga.

***

Sebelum pergi ke tempat tujuan, Haris membeli buket bunga untuk kekasihnya. Kebetulan harganya tidak terlalu mahal, jadi ia membeli beberapa macam bunga dan dijadikan buket berukuran sedang. Kemudian, ia melesat ke tempat tujuan mengenakan motor Vespa jadul pinjaman dari kepala desa agar mudah berkeliling.

Haris pun telah sampai dan memarkirkan motornya di depan rumah bilik tersebut. Perasaan Haris entah mengapa mendadak gugup sekali. Dengan pelan, ia mengetuk pintu.

Tok... tok... tok...

"Permisi."

Tak lama kemudian, pintu terbuka, menampilkan wajah Nahda yang cantik alami, terkejut melihat penampilan Haris yang berbeda dari atas sampai bawah. Haris melihat itu hanya terkekeh pelan karena lucu melihat gadis itu terkejut.

"I-iiniii..."

"Iya, ini aku, sayang."

"Waawww... Kamu nambah ganteng," gumam Nahda pelan.

Haris mendengarnya sangat jelas pujian tersebut, meskipun Nahda mengatakannya dengan sangat pelan. "Tentu dong... pacar siapa dulu, hehe."

Mendengar itu, Nahda hanya tersipu.

"Eh iya... ini buat kamu... semoga suka." Haris memberikan buket bunga tersebut pada kekasihnya. Nahda seketika terbelalak saat menerima buket itu.

"Waahh... ini buatku?"

Haris mengangguk sembari tersenyum.

"Terima kasiihhh... aku suka," ujar Nahda dengan tulus menyukai pemberiannya.

"Eh iya... aku mau ajak kamu ke desa sebelah, mau ikut enggak?" tawar Haris.

"Aku mau, tapi..." Wajah Nahda berubah sendu. Haris pun mengelus pipi mulus gadis itu. "Kenapa, hm?"

"Mak sakit lagi, jadi aku harus jaga Mak. Maaf ya... lain kali aku ikut sama kamu."

"Mak sakit lagi? Kenapa enggak dibawa ke klinik?"

"Aku sudah paksa, tapi Maknya enggak mau."

Haris menghela napas berat. "Ya sudah... biar aku periksa lagi ya."

"Boleh... Ayo masuk."

Kemudian Nahda menuntun Haris menuju kamar Minarsih. Di sana, Minarsih terbaring lemah di kasur, wajahnya bahkan lebih pucat dari biasanya. Haris yang siaga segera mengambil alat dokternya di motor, lalu kembali ke kamar Minarsih dan mulai memeriksanya.

Haris sedikit terkejut akan penyakit yang dialami Minarsih saat ini. Namun, ia tak mungkin menceritakannya pada kekasihnya. Jika itu terjadi, Nahda akan sedih mendengarnya.

"Gimana? Mak enggak apa-apa kan?"

Haris terdiam sejenak. "Eum... Mak baik-baik saja, nanti juga sembuh." Lalu Haris mengeluarkan ponselnya untuk mengabari anak buahnya mengantar obat yang telah diresepkan olehnya. "Sebentar lagi, obat untuk Mak datang... kamu jangan khawatir lagi ya."

"Makasih."

Haris mengecup kening gadisnya itu dengan sangat lembut. Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan dari pintu depan. "Biar aku saja," ujar Haris, lalu ia menemui seseorang yang berada di depan pintu.

"Eh, kamu." Ternyata itu adalah anak buahnya yang tadi ia suruh untuk mengantarkan obat.

"Ini, Pak, obatnya..."

"Makasih ya, Kamu boleh pergi."

Anak buah Haris itu kembali pergi menggunakan sepeda motor, dan Haris pun kembali masuk ke dalam rumah, tak lupa menutup pintu.

"Nih, sayang, obatnya. Nanti kamu kasih ke Mak tiga kali sehari ya... Ini untuk sebelum makan, dan ini sesudah makan."

Nahda mengangguk polos. "Baik."

Gadis itu meletakkan obat tersebut di wadah penyimpanan obat. Lalu dirinya keluar menuju dapur untuk mempersiapkan makan sore karena memang waktunya untuk memasak.

Saat hendak keluar, Minarsih terbangun dan menatap Haris yang sedang ada di kamarnya.

"P-Pak Haris..." lirih Minarsih dengan lemah.

Haris menoleh cepat ke arah Minarsih dan mendekatinya. "Apa Mak butuh sesuatu?"

Minarsih menggeleng pelan. "Mak boleh minta tolong?"

"Apa, Mak?"

Lalu Minarsih menggenggam tangan pria itu dengan tangan tuanya. "Pak Haris... tolong jaga Hana untuk Mak ya... Mak punya firasat, hidup Mak enggak bakalan lama lagi..."

Haris sedikit kaget karena Minarsih berbicara seperti itu. Berhubung Hana sedang di dapur, jadi dia tidak mendengarnya.

"Mak enggak boleh ngomong seperti itu... Pasti Mak sembuh kok, aku bakal bawa Mak ke kota bareng sama Nahda dan tinggal sama kami." ujar Haris yang terus meyakinkan Minarsih yang terbaring lemah.

Mendengar itu, Minarsih tersenyum sembari meneteskan air matanya di sudut mata. "Kamu memang anak yang baik. terima kasih sudah peduli sama Mak... terima kasih sudah mengizinkan Hana tetap bersama Mak, tapi Mak hanya meminta kamu tolong jaga Hana. jangan sampai dia kesepian lagi."

"Baiklah, Mak. Mak sekarang jangan mikirin apa-apa dulu ya, Hana sedang memasak... waktunya makan untuk minum obat, Pasti Mak sembuh."

"Iya, Pak."

Lalu Minarsih kembali terlelap karena tubuhnya memang sudah tak bertenaga. Merasa Minarsih sedikit tenang, Haris pun meninggalkan Minarsih dan menghampiri kekasihnya di dapur. Melihat Nahda tengah memasak, mengingatkannya pada masa lalu. Aura cantiknya tetap sama. Tidak ada perbedaan dalam diri Nahda di masa lalu dan sekarang.

Haris perlahan mendekati kekasihnya yang tengah fokus memasak. Lalu tangannya melingkari pinggangnya dan memeluk Nahda dari belakang. Merasakan ada pelukan di perutnya membuatnya terlonjak kaget.

"Haaa!" jerit singkat Nahda kaget.

Haris pun otomatis melepaskan pelukannya. Nahda yang kesal seketika memukul dada Haris pelan sekali.

"Ish! kaget tahu... Kirain siapa." kesal gadis itu.

Haris tertawa pelan karena melihat tingkah lucu gadisnya itu. "Maaf, sayang, hehe... Habisnya kamu fokus banget sama panci dan kompor."

Nahda tak menjawab. Dia kembali fokus pada makanan yang sedang ia masak di depannya. Merasa diacuhkan, Haris kembali memeluk perut gadisnya dari belakang dan menaruh dagunya di bahu kanan kekasihnya.

"Eum... harumnya..."

Haris yang memeluk gadis itu membuat Nahda sedikit kesulitan memasak. Apalagi saat Haris mulai mengendus lehernya yang jenjang nan putih, membuat dirinya semakin geli dan tidak fokus pada masakannya.

"Haris... lepas... aku lagi masak," ujar Nahda dengan suara mendayu.

Mendengar suara Nahda yang mendayu, Haris justru semakin mengeratkan pelukannya. "Aku kangen sama kamu... sehari enggak ketemu berasa berpuluh-puluh tahun, kangen banget."

Nahda hanya menghela napas panjang. Ia pun segera mengangkat wajan dan panci tersebut karena makanan sudah siap dihidangkan.

"Lepasin dulu... aku mau sajiin makanan terus suapin Mak makan."

Haris pun mengalah. Ia kemudian melepaskan pelukannya. Tapi sebelum itu, ia mengecup pipi sang kekasih dengan lembut. Nahda pun membawa nampan berisi makanan dan mengantarkannya pada Minarsih.

"Mak, bangun yuk. makan dulu..."

Minarsih mengerjapkan matanya, lalu perlahan dirinya duduk dengan dibantu Nahda dan Haris. Dengan telaten, gadis itu menyuapi Minarsih dengan sangat lembut. Haris yang melihat tampak kagum. Sifat baik hati dan lemah lembutnya tidak pudar meskipun ia dulu sempat hilang ingatan.

"Ayo, Mak... sedikit lagi."

"Sudah, Neng... Mak sudah enggak kuat."

"Ya sudah... sambung minum obatnya ya."

"Iya, Neng."

Nahda membantu Minarsih meminum obat tersebut sesuai anjuran dokter. Setelah itu, Minarsih kembali tidur di ranjangnya. Nahda keluar kamar untuk meletakkan piring bekas makan Minarsih.

"Kamu mau makan?" tanya Nahda karena Haris masih terus mengikutinya.

Haris tersenyum sembari mendekatinya. "Enggak... aku enggak lapar... cuma lagi pengen sesuatu."

Nahda memasang wajah bingung. "Sesuatu ap—hmmmm..."

Haris tiba-tiba merengkuh tubuh kecilnya, memeluk dan mulai melumat bibir seksi gadisnya itu. Merasa nyaman, Nahda pun membalas perbuatan Haris. Mereka saling melumat satu sama lain, mata terpejam menikmati sensasi berduaan di dapur yang sunyi. Setelah enam menit, lumatan Haris turun ke area leher dan mulai mengendus hingga mengecupnya. Jantung Nahda berdetak kencang karena menerima hal itu dari pria yang sedang memeluknya.

"C-cukup..." Nahda berusaha menghentikan Haris agar tidak berbuat lebih jauh. Haris pun tersadar dan mulai menatap mata gadisnya. Lalu ia kemudian melepaskan dan mengecup bibir mungilnya sekali lagi, hanya kecupan singkat.

"Bibir kamu bikin candu, sayang."

"Sudah, ih... mau makan enggak?"

"Mau deh..."

Nahda menyiapkan makanan untuk mereka berdua. Karena tidak ada meja makan, mereka harus makan dengan beralaskan ubin dan tikar.

"Maaf ya... enggak ada meja soalnya."

"Enggak apa-apa, sayang... Ini juga cukup."

Haris dan Nahda duduk berhadapan. Mereka makan dengan ala sederhana, bahkan sangat sederhana. Menggunakan tangan sebagai alat makan, menambah rasa kenikmatan tersendiri. Meskipun Haris sering memakan masakan gadisnya itu, suasana seperti ini sangat jarang ia alami.

"Enak banget," gumam Haris pelan. Lalu ia memakan semuanya dengan lahap hingga piringnya habis tak bersisa.

Setelah acara makan, mereka berdua kembali bersantai. Tidak ada televisi, jadi mereka hanya terdiam menatap benda yang ada di depannya. Haris tiduran di paha Nahda, posisi yang pernah ia lakukan dulu. Kini, ia kembali merasakannya.

"Aku merindukan ini..."

Nahda hanya tersenyum sembari mengelus rambut kekasihnya itu dengan lembut. Rasa tenang dan damai membuat rasa kantuk Haris mulai muncul. Namun, ia justru memainkan ponselnya sembari mengecek pekerjaannya.

"Itu apa?" tanya Nahda tiba-tiba.

"Kenapa?" Haris bukannya menjawab malah balik bertanya.

"Itu yang kamu pegang."

Haris baru paham apa yang dimaksud gadis itu. "Ohh, ini gadget... Fungsinya untuk yaa macam-macam, bisa menelpon, mengirim pesan, foto dan lain-lain... Mau pegang?"

Nahda seolah tak percaya ia diizinkan memegang ponsel bagus milik Haris. "B-boleh?"

"Boleh dong."

Dengan tangan gemetar, Nahda memegang ponsel tersebut sembari memutar-mutarnya, melihat bagian depan dan belakang bodi ponsel itu. Haris pun terbangun dan duduk di samping gadis itu.

"Bagus banget... Pasti mahal ya?"

"Enggak juga sih... sewajarnya aja."

Lalu Nahda memberikan ponsel tersebut pada Haris. Nahda bersikap sedikit norak pada Haris saat melihat barang-barang canggih yang dimilikinya. Sudah hampir 10 tahun ia hidup tanpa teknologi. Ia tidak memiliki televisi, ponsel, atau barang-barang semacam itu. Selain itu, karena faktor ekonomi, Nahda dan Minarsih hanya mampu membiayai kehidupan sehari-hari, jadi mustahil jika mereka memiliki teknologi seperti itu.

"Kamu mau gadget kaya gini?" tawar Haris.

"Ha?"

"Sebenarnya kamu dulu punya gadget... dan gadget itu masih aku simpan... Kalau kamu mau, nanti ikut aku ke kota ya dan tinggal di sana."

"Benarkah? Tapi... gimana sama Mak?"

"Nanti kalau sudah sembuh, aku bakal bawa kamu sama Mak ke kota."

Karena saking senangnya, Nahda memeluk Haris dengan erat. "Makasih... Aku sangat memimpikan kalau aku bisa ke kota..."

"Sebentar lagi impianmu akan jadi kenyataan, sayang."

Asyik saling memeluk, Haris tersadar ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.

"Sayang... sudah jam segini... Aku pulang ya."

"Eh, iya... Ya sudah... Yuk aku antar ke depan."

Haris dan Nahda berjalan beriringan menuju pintu depan. Sebelum Haris keluar, ia berbalik dan mulai mengecup bibirnya kembali. Setelah itu, mereka saling melempar senyum.

"Aku pulang dulu ya, sayang... Nanti aku mampir lagi."

"Iya... hati-hati."

Haris mulai menyalakan motornya.

"Dah, sayang." Melihat Haris sudah melesat jauh, Nahda pun kembali masuk ke rumah dan tak lupa mengunci pintu. Saat melihat keadaan Maknya, membuat hatinya sedikit teriris. Ia berharap agar Maknya bisa hidup normal kembali.

***

yuk, tinggalkan komentar kalian di sini....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!