menceritakan tentang kisah dyah suhita, yang ketika neneknya meninggal tidak ada satupun warga yang mau membantu memakamkannya.
hingga akhirnya dyah rela memakamkan jasad neneknya itu sendirian, menggendong, mengkafani, hingga menguburkan neneknya dyah melakukan itu semua seorang diri.
tidak lama setelah kematian neneknya dyah yaitu nenek saroh, kematian satu persatu warga desa dengan teror nenek minta gendong pun terjadi!
semua warga menuduh dyah pelakunya, namun dyah sendiri tidak pernah mengakui perbuatannya.
"sudah berapa kali aku bilang, bukan aku yang membunuh mereka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kabur
Dyah termenung beberapa saat, sebelum akhirnya ia menghempaskan kasar tangan rizky.
"Maksud mas rizky berbicara seperti itu apa? Mas rizky itu sudah punya siska, ngga boleh seperti itu mas!" Teriak dyah.
"Yah, aku itu sudah berusaha keras untuk mencintai siska, tetapi masih gagal. Karena aku hanya mencintai kamu sedari dulu, yah!" Ucap rizky yang berusaha meyakinkan dyah yang mulai resah dengan pengakuannya.
"Tapi mas..."
"Bapak sudah tahu tentang hal ini. Dan dia berjanji tak akan melarang apa pun keputusanku. Untuk ibu kita akan bicarakan bersama sama.."
Antara senang atau sedih, dyah kebingungan dengan hatinya. Karena dia benar benar membutuhkan rizky saat ini, tetapi dia tidak ingi egois membiarkan siska terluka.
***
Suasana malam yang canggung untuk keluarga rizky. Ini adalah malam pertama kali mereka di liputi rasa cemas dan bimbang secara bersamaan.
"Sekarang bagaimana? Apa yang akan kita katakan kepada keluarga pak darso? Beliau adalah haji terkenal di desa sebelah, namanya pasti akan sangat buruk. Jika keluarga kita tidak masalah..." ucap aminah yang merasa cemas, setelah suami dan anaknya menjelaskan keputusan mereka.
"Jujur kalau dewi setuju setuju saja, kangmas dengan mbak dyah. Tetapi sebaiknya kalian pergi malam ini, dewi khawatir.." ucap dewi yang membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Khawatir kenapa wi?"
"Tadi waktu dewi pulang dari warung, dewi tidak sengaja mendengar bahwa warga berencana untuk mendemo rumah ini, dan memgeluarkan paksa mbak dyah dari rumah kita.
Menurut warga mereka mendengar bahwa mbak siska berteriak ingin bunuh diri, kalau mbak dyah tidak pergi dari rumah kita malam ini juga.." jelas dewi.
Wajah dyah semakin panik, membayangkan apa yang akan di lakukan oleh siska, kalau sampai ia memutuskan kabur bersama dengan rizky.
"Dyah rasa, sebaikan jangan ambil tindakan seperti ini, mas. Sama saja kita seperti lari dari kenyataan. Lagi pula dyah takut, kalua nanti siska akan melakukan hal yang lebih nekad lagi.." ucap dyah.
"Ngga bisa begitu dyah, ini masalahnya adalah nyawa kamu. Nama kamu sudah buruk di mata warga sejak dulu, mereka tak akan mau menerima kenyataan!" Ucap rizky.
"Apa yang di ucapkan rizky memang ada benarnya, nduk. Di sini kami akan bantu doa dan akan bantu menenangkan warga. Sebaikalnya kalian lekas pergi saja!"
Dyah menatap ke arah aminah. Wanita itu tampak tidak tega jika harus membiarkan ia dan putranya pergi dan lari.
"Baiklah, aku akan izinkan kalian pergi, tapi ingat jaga diri dan kesehatan kalian baik baik!"
Setelah beberapa saat berfikir akhirnya aminah mengizinkan dyah dan rizky pergi.
Malam itu juga riky melaksanakan ijab kabul, yang hanya di hadiri keluarga dan salah satu saksi, yaitu sahabat pak ustad. Dengan suara iringan tangis yang terus terdengar dari bibir aminah dan dyah, acara itu berlangsung tanpa hambatan.
Pukul sepuluh malam dyah dan rizky meninggalkan rumah itu. Lewat pintu belakang, yang akan terus menembus hutan belantara yang ada di ujung sana.
"Doakan rizky, bu. Nanti kalau dyah sudah sembuh rizky akan bawa dia kembali ke sini. Menuntaskan semua kesalahfahaman yang terjadi, sekaligu mencari tahu dalang yang sudah memfitnah dyah sampai membuat semua ini terjadi.." ucap rizky setelah mencium punggung tangan ibunya.
Dengan isakan yang tak terbendung, aminah merelakan putra sulungnya, pergi dengan membawa wanuta yang menjadi pilihannya.
"Hati-hati, le!" Ucap pak ustad yang terlihat tegar, padahal hatinya tercabik cabik.
Rizky dan bapaknya saling peluk, tetapi itu tak berlangsung lama. Dewi lari dari ruang utama menuju dapur tempat mereka berdiri saat ini.
"Kangmas! Bapak! Di depan ada banyak sekali warga, beberapa membawa obor dan tali tambang panjang. Sebaiknya mas bawa mbak dyah sekarang!" Ucapnya dengan nafas yang masih tersenggal senggal.
Rizky dan dyah saling tatap, sebelum akhirnya rizky menarik tangan dyah untuk segera meninggalkan rumah ini.
"Ayo dyah!" Ucapnya sambil menarik tangan dyah keluar dari pintu dapur.
Sementara Aminah dan suaminya ikut keluar untuk memastikan anak dan menantunya tidak tertangkap.
"Itu mereka! Ingin kawin lari rupanya! Tangkap mereka.."
Dewi membekap mulutnya dengan mata melebar karena terkejut, ia tidak menyangka bahwa warga akan langsung tahu bahwa ia dan keluarganya pada saat ini ada di belakang rumah.
Puluhan warga itu langsung berlari, ingin mengejar dyah dan rizky. Tetapi dengan cekatan pak ustad langsung memasang badan.
"Tolong berhenti! Dengarkan dul--- arghhhh!"
Salah satu warga yang membawa golok menyabetkan goloknya ke arah lengan pak ustad di depan yang berusaha untuk menghentikan mereka.
Saar itu juga lenganya terluka oleh sayatan golok.
"Bapak!" Teriak dyah, dyah menghentikan langkah kala mendengar teriakan pak ustad. Tetapi dengan cekatan rizky kembali menarik tangan dyah agar kembali berlari. Ada rasa bersalah menyelimuti hati dyah. Lari dari semua masalah yang telah menimpanya.
"Mas, apa sebaiknya kita tidak pulang saja. Kita hadapi mereka bersama sama.." ucap dyah menghengikan langkahnya, keringat dingin memenuhi dahinya, yang berkulut kuning langsat.
"Ngga bisa yah. Kita harus pergi dari sini, justru kalau bertemu warga aku takut kamu bakal di apa apakan oleh mereka. Sebaiknya kamu sekarang coba untuk menenangkan hati, jangan sampai terbawa emosi, agar arwah dayu tidak mengambil alih kesadaranmu!"
Dyah mencoba untuk menengkan diri. Berjongkok beberapa saat, sebelum akhirnya kembali berjalan mengikutu langkah kaki suaminya.
Hutan yang gelap, basah, lembab. Menjadu saksi bisu perjuangan dyah dan rizky keluar dari kejaran warga yang membabi buta.
Malam yang di temani rintikan gerimis kecil, dan suara hewan malam di sekeliling hutan ini tak luput dari pendengaran dyah.
Saat mereka memutuskan untuk beristirahat sebenyat, tiba tiba terdengar suara riuh orang orang berlari dari arah belakang sana.
"Astagfirullah halazim, itu kayanya warga. Ternyata mereka masih mengehar, yah. Ayo lari!" Ucap rizky yang gelagapan mendengar suara riuh itu semakin mendekat ke arah mereka.
Rizky menggenggam tangan dyah begitu eratnya, menyusuri jalanan hutan yang menanjak menebing.
Sesekali dia akan berhenti, memperhatikan suara dengan teliti, kemudian kembali berlari.
Jalan yang becek dengan kaki yang tanpa alas sama sekali, membuat dyah dan rizky tak jarang mendapatkan luka.
Apalagi dari akar akar pepohonan yang tajam, membuat ia sedikit meringis menahan sakit.
"Lebih cepat dyah. Di depan sana ada danau besar, kita harus bisa melewatinya baru sampai di hutan sebrang. Semoga di sebrang ada tempat yang bisa kita singgahi yang jauh jauh dari warga.." ucap rizky, sementara dyah hanya bisa mengangguk mengiyakan apa yang di ucapkan rizky.
thor upny cmna 1 sih bikin penasaran aja
semangat ya thor...
aku ya pengen kalau diah tiba² di kuasai sama dayu...tapi nnti ya makin runyam 🤭
klau siska tau makin ngomporin warga dia
dasyat bgt fitnahny buat dyah sampek ingin menyelakai