Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 22
Dengan deraian air mata Dara membantu Dante merapihkan barang-barang Dion, ia masih tak menyangka semuanya akan berakhir seperti ini, besok ia akan benar- benar kehilangan Dion.
"Dante, menurutmu apakah nantinya Dion akan melupakan kita?" tanya Dara membuka obrolan mereka.
"Kau jangan berpikir yang tidak-tidak. Dion tidak akan pernah lupa dengan kita," ujar Dante menghibur Dara.
"Lebih baik kamu istrirahat saja. Temani Dion, biar aku yang menyelesaikan," Meski tampak terlihat lebih tegar padahal dalam batinnya, Dante pun merasakan kesedihan yang dirasakan Dara.
"Kau yakin?"
Dante mengangguk, ia merasa kasihan pada Dara. Tubuh, pikiran dan hatinya pasti sangat lelah. Jadi ia membiarkan Dara istrirahat lebih dahulu sembari menemani Dion.
Dara menghampiri Dion diatas tempat tidurnya, ia sudah mencoba menahan tangisnya namun nyatanya gagal total. Air mata semakin deras mengalir saat melihat tubuh mungil Dion terlelap.
Mendengar isak tangis ibunya, perlahan Dion terbangun. Bocah kecil itu tak menangis, ia justru memandangi Dara untuk beberapa saat, baru kemudian merangkak ke arahnya dan memeluknya, seolah menenangkan ibunya dari masalah yang ia tidak ketahui.
Tangis Dara semakin pecah, ia membalas pelukan Dion lebih.
Mendengar suara tangis Dara yang begitu kencang, Dante menghampirinya. "Ada apa Ra?" tanya panik.
Dara dan Dion menoleh ke arah Dante, tatapan mata Dion begitu tajam menatap Dante seolah ayahnya lah yang telah membuat ibunya bersedih.
Dante mengangkat kedua tangannya. "Tenanglah, Nak. Bukan Papa yang melakukannya," ucap Dante, ia mendekat ke arah Dara untuk menenangkannya.
Tak lama, Dara berangsur tenang dan mereka kembali beristirahat. Dante memutuskan untyk melanjutkan beres-beresnya esok hari, dan memilih menghabiskan malam dengan mendekap Dion bersama dengan Dara.
***
Keesokan paginya Dante melanjutkan sesi berkemas barang-barang Dion, saat teringat pertanyaan Dara semalam mengenai apakah Dion akan melupakan mereka atau tidak, Dante menyelipkan selembar foto kebersamaan mereka di koper milik Dion.
Ia yakin meski Dion masih sangat kecil, tapi anak itu tidak pernah melupakan mereka.
Setelah semuanya beres, Dante mengangkut koper-koper Dion ke ruang tamu agar nanti lebih mudah membawanya.
Banyaknya koper yang di angkut Dante membuatnya harus bolak balik sebanyak tiga kali. Dante bukan hanya mengemasi pakaian dan barang-barang penting Dion, melainkan semua mainan, buku-buku bacaan, hingga camilan berupa kue kering buatan Dara.
Dante memegang pinggangnya yang terasa pegal setelah berhasil mengangkut semuanya. Kini ia menyadari jika usianya sudah tidak muda lagi.
" Aww pinggangku," Sembari meringis, ia menghampiri Dara dan Dion di dapur.
"Kau baik-baik saja?" tanya Dara saat melihat Dante mendekat sambil memegang pinggangnya.
Dante langsung berdiri tegap. "Tentu," jawabnya lugas. "Aku sudah mengangkut semuanya, otot tubuhku sangat kuat bukan?" ia duduk di meja makan bersama Dion.
Dara mengangguk, ia kemudian menyajikan sarapan untuk Dion dan juga Dante, sementara dirinya memilih untuk meminun jus.
"Ra, tadi aku menelepon pengacara Max," ucap Dante mengawali obrolan paginya. "Kami berdiskusi mengenai berkunjung kerumah Albert, mereka setuju dan memberikan alamatnya. Aku sudah teruskan alamatnya ke nomormu, kita bisa berkunjung kapan pun kita mau."
Berita ini seperti angin segar bagi Dara, ia sedikit lega bisa di bebaskan mengunjungi Dion kapan pun ia mau, ia membayangkan akan membawakan banyak makanan untuk putranya. "Sepertinya kita harus bisa bekerja sama dengan Albert dan istrinya."
Dante mengangguk setuju, pertemuan tadi malam memang kurang mengenakan, namun pertemuan hari ini, ia harus bisa menciptakan suasa akrab seperti layaknya saudara, karena ia yakin memiliki tujuan yang sama dengan Albert, yakni merawat dan membesarkan Dion.
***
Albert dan istrinya datang saat Dion tengah tidur siang, angan akan berdiskusi mengenai Dion pupus sudah, sebab mereka enggan mengobrol dengan Dante dan Dara.
Mereka berdua langsung memerintahkan sang pengasuh untuk membawa Dion ke mobil.
"Kami menikah dan menginginkan seorang anak sudah sangat lama, tentu kami lebih matang dan tahu soal bagaimana mengurus anak dengan baik. Jadi kami sama sekali tidak membutuhkan kerja sama dengan kalian," tolak Albert.
"Dan satu hal lagi," sambung Cindy. "Kami tidak membutuhkan barang-barang sampah ini, semua keperluan Dion termasuk makananya sudah kami cukupi dengan standar terbaik."
Hati Dara begitu teriris, padahal ia sengaja bangun subuh untuk membuatkan bekal untuk Dion, ia merasa khawatir anaknya belum terbiasa makan makanan yang di buat orang lain. Sejak enam bulan, MPASI pertamanya Dion hanya makan yang buatkan oleh Yulia ibu kandungnya, dan juga Dara saat ia mampir mengunjungi Dion.
Sama halnya dengan Dante, ia pun merasa sakit hati, ia sudah bangun lebih awal untuk mengemasi barang-barang Dion. Namun pria itu berusaha terlihat santai, ia menggenggam erat tangan Dara. "Kalau begitu tolong bawa ini saja," ia mengulurkan boneka gajah buatan mendiang Max yang selalu menemani Dion tidur. "Dion tidak bisa tidur jika tidak ada ini."
Dengan rasa jijik Cindy menerimanya. "Baiklah," ia dan suaminya pamit pulang, namun Dara menahan mereka.
"Apa kami benar-benar di izinkan untuk datang menjenguk Dion?" tanyanya penuh harap.
"Ya, silahkan saja. Kalian bisa datang kapan pun kalian mau." Albert menggandeng tangan istrinya masuk kemobil.
Dante dan Dara terdiam cukup lama memandangi mobil mewah yang bergerak menjauh.
"Aku khawatir sekali Dion akan menangis saat bangun nanti," ucap Dara, ia yakin Dion akan mencari dirinya dan juga Dante.
Dante merangkul Dara dan menepuk punggungnya dengan lembut. "Dia pasti hanya sedikit bingung, dia awal. Tapi setelahnya ia akan terbiasa dengan suasana barunya, kau tidak perlu khawatir," ia mencoba menghibur Dara walau hatinya pun sama sedihnya.
"Sekarang Dion sudah mendapatkan orang tua yang kaya dan ideal. Tidak seperti kita," lanjut Dante. "Pendapatan kita tidak pasti, dan kita sering ribut. Bahkan kita hanya pasangan pura-pura, kita tidak bisa memberikan contoh yang baik untuk Dion."
sepandainya org yg paham parenting harusnya tauu bahwa anak pasti akan keget ditempat hal2 baru
jangan2 mereka punya maksud nihh
klu menantukan seorang anak hrusnya kalian sebdiri yng mengurus bukannya pengasuh
nihh Dinsos nyaa gimana sihh
kok cepat banget yaa, langsung minta Dion gitu..emang tidak ada survei atau pengenalan thdap anaknya dulu kah..? bagaimana klu anknya tidak cocok? ini anak udah kayak barang ajaa
pleasee dehhh..BERANI KOTOR ITU BAIK
anak2 juga perlu diajarin mwngenal alam
truss salahnya dimanaa 🤣🤣
kamu tinggal balik, ambil baju kamu lalu kamu juga terbang ke Jogya menyusul Dante laaah
emang kok ya...kalian itu senangnya kok malah bikin masalah yang mudah jadi ribet kayak gini
jika ego kalian itu bisa kalian tekan maka saat ini kalian masih bisa bersama Dion tuuuuh
apakah Dara udah merasa nyaman saat berada di sisi Dante gitu kali yaak
emang kamu merasa udah sempurna gitu ya, diiiiiih jangan ngimpiiiiii
jika Dante udah pergi duluan dari rumahnya Max Yulia yang selama ini mereka tempati bersama Dion