NovelToon NovelToon
Bukit Takdir

Bukit Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Berbaikan / Cinta Beda Dunia / Kehidupan di Kantor / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Trauma masa lalu / Cinta Karena Taruhan
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: PGR

Kadang, hidup tak memberi pilihan. Ia hanya menaruhmu di satu persimpangan, lalu membiarkan waktu yang menyeretmu ke arah yang tak kau minta. Johan Suhadi adalah lelaki yang kehilangan arah setelah maut merenggut tunangannya. Tapi duka itu bukan akhir—melainkan pintu gerbang menuju rahasia besar yang selama ini terkubur di balik hutan lebat Bukit Barisan. Sebuah video tua. Sepucuk surat yang terlambat dibuka. Dan janji lama yang menuntut ditepati. Dalam pelariannya dari masa lalu, Johan justru menemukan jalannya. Ia membuka aib para pejabat, mengusik mafia yang berlindung di balik jubah kekuasaan, dan menciptakan gelombang kejujuran yang tak bisa dibendung. Bersama sahabat sejatinya dan seorang wanita yang diam-diam menyembuhkan luka jiwanya, Johan menghadapi dunia—bukan untuk menang, tapi untuk benar.

Dari Padang hingga Paris. Dari luka hingga cinta. Dari hidup hingga kematian.
Bukit Takdir bukan kisah tentang menjadi kuat,
tapi tentang memilih benar meski harus hancur.

Karena

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PGR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Kemenangan Penuh Luka"

Sosok Bapak Soegeng menghilang, seolah ditelan senyapnya bumi. Satu keluarga lenyap, tanpa jejak, tanpa kabar. Johan telah melaporkannya kepada pihak berwajib, namun yang tersisa hanya tanda tanya yang menggantung di udara. Padahal, sosok Soegeng adalah saksi kunci hari ini—pria yang merekam kenyataan pahit lewat sebuah video yang mengguncang kursi-kursi empuk kekuasaan. Video itu adalah cahaya kecil yang menembus kabut gelap di istana para tikus berdasi.

Pagi masih basah oleh embun ketika Johan duduk seorang diri di bangku depan rumah sakit. Tatapannya kosong, seakan pikirannya hanyut ke tempat yang jauh. Di dalam sana, ayah angkat Liana tengah menjalani perawatan. Keadaannya telah membaik—ia telah sadar, telah berbicara, meski hidupnya kini hanya bisa dijalani dari atas kursi roda. Rumah sakit dijaga ketat. Lelaki itu adalah satu-satunya kunci untuk membuka gerbang pengadilan hari ini.

Di tengah lamunannya, suara lembut membuyarkan keheningan.

"Jo… ayahku ingin bicara berdua denganmu," kata Liana, sembari mengelus luka di wajahnya yang kini tinggal bekas masa lalu.

Johan tersentak pelan. “Eh, Lia… dan Pak Novri. Mau bicara soal apa ya, Pak?”

Pak Novri hanya memberi isyarat mata pada Liana—singkat, tegas, penuh makna. Seolah dua detik itu mengandung ribuan kata. Liana mengangguk pelan dan pergi, meninggalkan ayah angkatnya dan Johan dalam ruang waktu mereka sendiri.

“Nak…,” ucap Pak Novri lirih, suaranya dalam, “aku ingin membicarakan sesuatu yang penting. Sesuatu yang tak bisa kutunda lagi.”

Johan mengangguk. “Silakan, Pak.”

“Aku telah divonis mati, Johan. Waktu di tanganku tak banyak lagi. Tapi bukan itu yang ingin kubahas. Ini tentang Liana… aku ingin menyerahkan tanggung jawab hidupnya padamu. Kalau kau bersedia, nanti… nikahilah dia.”

Seketika, dunia seperti membeku. Kata-kata Pak Novri menggantung di antara mereka, menggema dalam dada Johan.

“Saya… saya belum bisa jawab sekarang, Pak,” ujarnya gugup, jujur dari hati. “Tapi satu hal yang pasti, saya akan menjaga dan membiayai kehidupannya di sini. Saya sudah janji padanya.”

Pak Novri menatap Johan lekat, seolah sedang menitipkan seluruh hidupnya. “Baiklah, nak. Aku percayakan Liana padamu. Aku pegang kata-katamu sebagai lelaki.”

Johan mengangguk. “Insyaallah, Pak. Saya akan jaga janji itu.”

Pak Novri memanggil Liana, yang segera menghampiri sambil mendorong kursi roda ayahnya kembali ke dalam. Waktu terus berjalan, dan mereka harus bersiap. Sidang akan dimulai pukul sepuluh.

Jam dinding menunjuk angka delapan. Rumah sakit mulai dipadati wartawan—kamera, mikrofon, sorotan cahaya. Mereka menanti terdakwa: Novri Kharisma, lelaki yang tahu terlalu banyak. Johan, Kalmi, dan Desi datang bersama, menumpang satu mobil menuju pengadilan. Di belakang mereka, Liana mendorong kursi roda ayahnya, dikawal polisi, dikerubungi wartawan yang tak henti menodongkan pertanyaan. Tapi tak satu pun mereka jawab. Diam adalah pelindung terbaik hari itu.

Konvoi bergerak perlahan meninggalkan rumah sakit. Menuju kebenaran yang tak bisa ditunda lebih lama.

Di pengadilan, barisan mobil mewah telah memenuhi pelataran. Video Soegeng telah menyulut api besar—TNI dan polisi kini menyisir titik-titik tersembunyi di jantung Bukit Barisan, mengikuti petunjuk dalam video itu. Beberapa pejabat tinggi sudah terseret. Termasuk Mulyono—raja kecil yang menanam ladang ganja di balik gelap hutan yang seharusnya suci.

Mereka datang dengan pengacara mahal, dengan janji akan membalikkan fakta, membeli keadilan, menyuap nurani. Tapi hari ini, mereka akan berhadapan dengan sesuatu yang lebih kuat: kebenaran yang tak bisa dibeli.

Setengah jam sebelum sidang dimulai, Johan baru saja memarkirkan mobil ketika suara yang tak asing muncul di sampingnya.

"Eh, Pak Jo... akhirnya kita bertemu lagi. Tapi sekarang bukan sebagai mitra. Kita lawan. Hati-hati, ya. Salah langkah, bisa jadi bumerang buat Bapak.” Mulyono menyeringai, menyodorkan tangan yang tak lagi bisa disamakan dengan kehormatan.

Johan membalas dengan senyum tipis. “Pak Yono, kebenaran itu seperti air—mengalir ke tempat paling rendah, tapi tak bisa dibendung. Kalau hari ini kalah, hidup Bapak akan jatuh dari puncak ke tanah, diinjak-injak. Dan air itu, akan terus mencari celah untuk keluar.”

Johan meninggalkannya begitu saja. Ia berjalan menuju ruang sidang, ketika ponselnya berdering. Nomor tak dikenal. Ia ragu sejenak, lalu mengangkatnya.

"Halo… dengan siapa saya bicara?"

"Ini aku, nak. Soegeng."

Suara itu membuat langkah Johan berhenti. “Bapak? Ya Tuhan… apakah Bapak dan keluarga baik-baik saja?”

“Kami aman. Kami sembunyi di rumah teman di Padang. Ada informasi kami akan diculik. Syukurlah, aku dijemput lebih dulu.”

“Alhamdulillah. Kami semua khawatir, Pak. Kami kira Bapak…”

“Tenanglah, Johan. Fokus saja pada sidang hari ini. Bongkar semuanya. Kalau kau menang, aku akan muncul. Tapi kalau tidak… hidup kami dalam bahaya.”

“Insyaallah, Pak. Kami siap. Bukti dan saksi sudah cukup. Hari ini… keadilan akan bicara.”

Sidang tinggal menghitung menit. Di ruang tunggu, Johan, Kalmi, dan Desi memantapkan langkah terakhir. Di ruang sidang, Liana menggenggam tangan ayahnya erat. Tak ada lagi waktu untuk ragu. Mereka akan menghadapi hari yang akan mengubah segalanya. Hari di mana topeng akan diturunkan, dan wajah asli para penguasa akan terlihat jelas, di hadapan seluruh negeri.

Persidangan hari itu berlangsung dalam senyap yang bising—ruang sidang penuh sesak oleh tatapan penasaran para pengacara, pejabat bersetelan necis, dan jurnalis haus berita. Di barisan depan, Johan duduk bersama tim pengacaranya. Wajahnya datar, namun bola matanya bergerak lincah, menyapu tiap detail yang mengalir seperti air bah di ruang sidang. Ini bukan lagi sekadar perkara hukum, ini soal nurani.

Jaksa pun membuka lembaran dakwaan, membacakan dengan suara lantang dosa-dosa yang terkuak dari jubah para pejabat. Nama demi nama disebut, termasuk Novri Kharisma—ayah angkat Liana—yang kini duduk di kursi terdakwa, tenang tapi bersiap melawan takdir.

Ketika hakim mempersilakan Novri untuk berbicara, pria tua itu mengambil tempat. Napasnya dalam, suaranya lirih tapi jelas—seperti desir angin yang membawa hujan.

"Seharusnya kemarin aku menyelesaikan kalimatku," katanya sembari menunjuk Mulyono. "Ladang itu… milik dia."

Seketika riuh terdengar. Mulyono tersenyum sinis.

"Itu tuduhan sepihak, Yang Mulia. Apa buktinya? Video viral? Bisa saja itu rekayasa. Dunia digital mudah dimanipulasi."

Namun, saat itulah Kalmi berdiri. Tangannya gemetar. Suaranya bergetar oleh emosi, tapi tetap mampu mengguncang isi ruang sidang.

"Editan, kau bilang?" ujarnya sambil membuka bajunya, memperlihatkan bekas operasi di perut. "Aku bedah perutku sendiri demi SD card yang aku telan saat melarikan diri. Video itu direkam langsung di pedalaman Bukit Barisan. Kau menyebutnya rekayasa?"

Hakim mengetuk palu, meminta ketenangan. Tapi seisi ruangan telah diguncang oleh kebenaran yang tak bisa dibantah.

Pengacara Mulyono terdiam. Mereka kehabisan kata, mencoba memutar arah pembicaraan ke jalur yang lain, tapi publik sudah terlanjur tahu siapa yang berdiri di sisi kebenaran.

Hari-hari panjang persidangan pun bergulir. Setiap detik seakan mencabik kesabaran Johan. Tapi dengan bukti yang semakin kukuh, dan saksi yang terus berdiri tegak di tengah badai tekanan, ke mana lagi kebohongan bisa lari?

Lalu, tibalah hari yang ditunggu. Hakim memandangi ruangan sebelum membaca putusan.

“Berdasarkan bukti dan saksi yang diajukan, terdakwa… dinyatakan bersalah. Dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan denda sebesar enam ratus lima puluh miliar rupiah. Pasal berlapis telah membungkus mereka. Ketigabelas pejabat, termasuk Mulyono—terbukti bersalah."

Langit-langit ruang sidang tak runtuh, tapi dada Johan terasa lapang. Ia menunduk, bukan untuk menyerah, tapi untuk mensyukuri sebuah kemenangan: kebenaran akhirnya menemukan tempatnya.

Setelah semua selesai, Johan kembali ke rumah sakit. Ia membawa kabar yang tak hanya ditunggu oleh Liana, tapi juga oleh masa lalu mereka yang tak mudah. Saat ia mengabarkan hasil persidangan, Liana menangis dalam diam, lalu memeluk Johan—erat, seperti seseorang yang akhirnya merasa aman.

Johan kaku, canggung, tapi tak kuasa menolak pelukan itu. Di balik debar jantung yang tak karuan, ia tahu... barangkali, inilah awal dari babak baru kehidupan mereka.

Satu tahun waktu diberikan sebelum eksekusi hukuman mati ayah angkat Liana dilaksanakan—permintaan Johan dikabulkan. Selama itu, sang ayah akan tetap dalam pengawasan, duduk di kursi roda, ditemani anaknya yang sabar mendorong langkah-langkah terakhir hidupnya.

Namun, belum sempat euforia kemenangan itu benar-benar dinikmati, sebuah kabar duka menyelinap masuk.

Bapak Soegeng—pejuang kejujuran, saksi utama yang video viralnya mengubah peta kekuasaan—telah berpulang. Usianya delapan puluh tiga. Ia menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Puluhan ribu orang hadir mengiringi kepergiannya. Tangis tumpah, tidak hanya dari keluarga, tapi juga dari rakyat yang tahu betapa berharganya keberanian satu orang jujur di tengah dunia yang penuh tipu daya.

Johan dan Kalmi ikut berdiri di sisi liang lahat. Mereka belum sempat bertemu dengannya setelah sidang. Belum sempat mengucap terima kasih. Dan kini, sosok tua itu telah pergi... mendahului mereka ke keabadian.

Beberapa minggu kemudian, dunia mulai berjalan seperti biasa. Tapi hati mereka tak pernah lagi sama. Johan, Liana, Kalmi, dan semua yang pernah berjuang dalam kasus ini—melanjutkan hidup dengan semangat baru. Mereka tahu, dalam kehidupan ini, kebenaran memang sering datang terlambat. Tapi begitu ia muncul, ia akan menghapuskan seluruh gelap yang pernah menyelubungi.

Dan dalam setiap doa mereka, nama Soegeng selalu disebut. Sebab berkat beliaulah, keadilan menemukan jalannya—di tengah hutan, di balik layar, di dalam dada manusia-manusia jujur yang berani melawan dunia.

1
Like_you
/Whimper/
Like_you
/Brokenheart/
Lara12
❤️❤️
Mika
akhirnya janji dihutan dulu akhirnya terpenuhi /Chuckle/
Mika
Janji yang menyelamatkan johan/Heart/
Lara12
recommended banget sih, cerita nya penuh misteri, aku suka😆
Mika
ga sabar nunggu kelanjutannya, hehe
Pandu Gusti: Makasih ya, ditunggu ya setiap pukul 8 pagi 🙃
total 1 replies
Mika
sidang terepik yang pernah aku baca
Mika
mudah banget baikan nya/Tongue/
Mika
🤣🤣
Mika
kok yang nama nya Mulyono pada gitu ya orang nya/Curse/
Mika
jangan lapor polisi, lapor damkar aja/Smirk/
Mika
kemana ya keluarganya?/Brokenheart/
Mika
upss /Rose/
Mika
setelah searching, ternyata beneran ada tanaman mandragora, mana bentuk akar nya serem lagii/Toasted/
Mika
nangis aja Joo, ga usah ditahan/Cry/
Mika
anak mapala ternyata, mantan ku anak mapala juga/Chuckle/
Mika
kek hidup gua, ditinggal melulu/Sob/
Lara12
ditunggu updatenya nya/Grievance/
Mika: iyaa, padahal lagi seru serunya/Smirk/
total 1 replies
Lara12
waduhhhh/Cry/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!