PELAKOR SEXY HABIISSSS....

Aku tidak menyangka kalau "owner rep" mengajakku melayat ke rumah bapak Abel. Ketika aku baru sampai aku kaget melihat tuan rumah. Dadaku lalu berdebar tidak karuan. Aku membayangkan yang di kubur tadi pagi itu adalah Luna.

Kakiku melangkah maju untuk menyalami orang tua Luna. Aku tidak menyangka akan bertemu kembali. Dengan sabar aku menunggu antrean. Tidak menyangka Luna ternyata orang kaya. Dulu aku sering memakinya dengan sebutan gelandangan

"Aku turut berduka cita." aku mau menyalami bapak dan ibu Luna dengan tangan gemetar. Dia tidak menyambut tanganku, aku berpikir positif saja, karena masih situasi Covid.

"Trimakasih atas perbuatan bejatmu yang membuat anakku ...." tante Dessire tidak mampu melanjutkan kata-katanya, air mata nya tidak bisa ditahan.

Kejahatanku terasa di kuliti, membuat aku merasa sangat bersalah. Aku terbayang Luna yang terbujur kaku. Hatiku menangis, dadaku sangat sesak seperti ditindih oleh batu yang sangat berat. Seketika aku mundur dan duduk di salah satu sofa tamu.

"Pak Sony, mari kita pulang." kataku kepada wakil ku ketika dia menghampiriku.

"Ya Pak, aku belum bersalaman." katanya melangkah ke depan. Aku duduk dalam diam. Akhirnya aku memilih untuk keluar. Untung pelayat ramai sehingga aku bebas menyelinap keluar menuju mobil.

Aku menghidupkan mesin mobil dan duduk termenung sambil menunggu pak Sony. Tidak berselang lama pak Sony datang tergesa-gesa. Dia langsung naik ke mobil. Pak Sony adalah tangan kanan ku di kantor umurnya sudah 50 tahun, tapi masih sehat.

"Untung bisa keluar, pelayat banyak." katanya menghapus keringat di wajahnya.

"Ceritakan tentang pak Abel aku ingin tahu penawarannya."

"Pak Abel ini orang Perancis, dulu banyak punya club malam, tapi semenjak Covid semua club mati suri. Akhirnya dia jual satu persatu clubnya, dan uang itu untuk inves Villa, maunya dia ambil 5 Villa di pecatu. Katanya untuk hari tua."

"Jangan katakan aku yang punya Villa itu, lebih baik kami tidak bertemu. Nanti acc nya gampang. Aku akan memberi gratis 1 Villa untuknya."

"Kenapa gitu, apa bos kenal dengannya?" tanya pak Sony heran.

"Suatu hari nanti aku cerita, tapi apa benar dia punya satu anak?"

"Benar bos, kasihan sekali putrinya dapat musibah tabrak lari. Padahal rencananya besok ke notaris, karena ada musibah, ini di tunda dulu."

"Ya atur saja pak Sony." kataku menahan pilu sakit sekali hati ini.

Malam semakin larut, aku memacu mobilku ke bar. Waktu muda aku sering mengunjungi bar dan mencari pelampiasan dengan lady escort. Setelah beristri aku berubah menjadi setia dan tekun mengembangkan bisnis.

Yach, hidup tidak bisa di prediksi kemana arah dan tujuannya. Aku hanya wayang yang meramaikan dunia maya ini. Tidak pernah terbayang kalau hidupku akan jadi begini. Sekarang istri tidak mau cerai, Luna tidak ada. Hidupku hancur, benar-benar hancur.

Turun dari mobil seorang pria menyambut ke datsnganku. Hal yang biasa, apalagi aku membawa Lamborghini. Ini lounge eksekutif bar di hotel bintang lima. Aku kedini ingin melupakan luka hatiku sesaat. Aku lelah...

"Bos, perlu lady boy untuk menghibur part time." owh aku kaget, aku merasa tawaran yang kurang ajar.

"Tidak!! sopanlah berbicara." jawabku acuh.

"Terpaksa bang, korban Corona..." sambungnya membuntutiku.

Aku langsung menelpon Jenderal Manager, kebetulan dia teman bisnis. Di hotelku tidak ada yang berani berkeliaran begini. Tapi aku maklum, orang-orang begini pura-pura menjadi tamu hotel, atau menginap di hotel tapi nongkrong di parkiran. Setiap orang datang dia keluar dan menawarkan diri.

Dari pagi aku merasa sial, ada saja yang membuat hatiku kesal. Aku langsung naik lift ke lantai 5. Aku menaruh down payment 5 juta baru bisa masuk. Di bar ini biasanya yang datang orang berkelas dengan dandanan berdasi. Masuk ke dalam yang tercium aroma lavender dari Calmic.

Aku disambut oleh lady escort yang sexy aduhai dengan wangi parfum baccarat. Bar termasuk sepi, mungkin banysk bos yang bangkrut gara-gara covid-19.

"Hai say...malam ini aku akan menemanimu, aku jamin kau nagih." sapa wanita cantik itu duduk disampingku. Sebotol Vodca dan segelas cocktail mojito berada diatas mejaku.

"Temani aku sampai puas." kataku datar.

Aku tidak menyombongkan Luna, sewaktu dia menjadi babu yang masih lusuh, bodynya sudah yahud dan sexy. Biarpun dia tidak pakai parfum bau tubuhnya khas menggoda. Aku baru ingat wajahnya caktik manis, hidung mancung dan yang tidak bisa aku lupakan adalah kebersamaan kami mencapai puncak.

Hasratku melonjak kalau ingat Luna. Tanpa sadar bibirku telah ******* bibir lady escort yang sengaja memancing gairahku.

"Say....kita lanjut di kamar." bisiknya duduk di pangkuanku.

"Jangan menantangku, aku bisa menjadi buas." kataku sambil tanganku bersilancar seputar gunung kembarnya.

"Aku menerima tantanganmu dan berjanji akan menaklukanmu." sahutnya manja. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Menerima tawaran Jenderal Manager hotel ini untuk memuaskan diri sampai dini hari.

"Goo..kita mengambil kunci." kataku pasti.

Wanita itu tersenyum dalam keremangan permainan lampu bar. Suara Lauv dengan lagu Adrenaline membuat langkahku semakin tangkas memulai petualanganku. Sejak peristiwa Hanun, pusakaku mati suri, dan dia hanya hidup di depan Luna. Sungguh ajaib, rasanya satu di antara sejuta orang. Kini Luna sudah tidak ada lagi, aku mencoba mengasah ke tempat lain, siapa tahu bisa hidup.

Tanpa basa basi aku menggendong wanita yang bernama Ria itu ala bridal style. Perlahan aku menurunkannya di atas kasur king koil. Aku baru minum seteguk tapi aku sudah mabuk kepayang.

Tanpa memberi jeda aku mulai atraksi saling pagut dengan hasrat yang membara. Wanita ini begitu piawai membuat aku melambung. Tapi perlahan hasratku menurun tanpa bisa di tahan. Aku melepaskan pelukanku ketika bayangan Luna melintas.

"Ada apa say?" tanya wanita itu memelukku.

"Sorry ...aku harus pulang." elakku bangun dan duduk di pembaringan.

"Jangan pesimis, itu hal biasa bagi suami yang setia kepada istri. Aku akan membawa hasratmu kembali ke puncak."

Ria mengelus dadaku, aku menjadi jijik saat dia memperlakukan diriku sebagai mangsa nya. Aku menepis tangannya, aku jadi ingat Hanun yang bejat. Ingat ke tidak setiaannya.

Tanpa menunggu protesnya aku memakai pakaianku dan melempar uang merah dua puluh lembar ke hadapannya. Dia marah karena aku mencampakannya.

"Good looking tapi terong bakar." gerutunya kesal. Aku tidak peduli dan tetap pulang.

Kembali menyusuri jalan merdeka menuju pulang. Aku sekarang pindah ke rumah besar dan Hanun tinggal di rumah kecil yang dulu pernah aku tinggalkan. Kami sudah pisah ranjang. Karena rasa kasihan saja, aku menangguhkan perceraian ini. Intinya Hanun tidak mau cerai.

****