NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:504
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gara-gara Jaket

Apa yang dilakukan Satya diluar dugaan Hanin, sehingga dirinya tak sempat untuk mencegah ketika Satya dengan cepat menurunkan resleting jaketnya. Hanin kaget sampai lupa menutup bagian atas bajunya yang terbuka. Hanin nyaris berteriak, tapi Satya langsung membungkam mulutnya kemudian memasangkan jaket itu kembali. Kejadian itu begitu memalukan bagi Hanin. Sampai di rumah dia pun langsung masuk kamar.

Hanin melempar tasnya, menghempaskan tubuhnya di kasur. Hanin pikir hal seperti itu seharusnya tak membuatnya merasa begitu malu. Satya kakaknya, dia bahkan sudah sering melihatnya dalam keadaan seperti itu ketika dirinya masih belum bisa berjalan dan membantunya usai mandi yang terkadang Hanin hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya.

Hanin bangkit dari tidurnya lantas berjalan menuju cermin, perlahan melepas jaket itu menyisakan seragam identitas yang robek di bagian kancingnya hingga terlihat belahan dadanya. Hanin menutupinya spontan, benar-benar memalukan. Pikirnya. Melihat dirinya sendiri dalam keadaan seperti itu saja sudah sangat malu apa lagi orang lain. Entah apakah pada saat itu Awan dan teman-temannya yang lain melihatnya.

‘Aku rasa tidak, saat itu aku langsung menutupinya,” batin Hanin.

Hanin berusaha melupakan kejadian hari itu dengan bersikap wajar. Dia berpesan pada Mbok Indung setelah mencuci seragam itu untuk diperbaiki bagian kancingnya. Miranda mendengar pembicaraan Hanin dan Mbok Indung lantas bertanya, “Apanya yang perlu dijahit, Hani?”

“Seragam ini, Mah, tadi tak sengaja nyangkut.”

“Kok bisa, ini kan di bagian depan bagaimana bisa tersangkut, dan tersangkut apa?” pertanyaan Miranda sangat detail, Hanin sampai bingung menjawabnya karena tak mungkin dia menceritakan kejadian yang sebenarnya.

“Itu, Mah, Hani pakai jaket teman dan resletingnya mengenai seragam Hani, jadi robek.” Jawaban itu sepetinya sedikit masuk akal, tampaknya Miranda pun mempercayainya.

“Ini sudah robek kainnya, tidak perlu dijahit, beli saja yang baru,” kata Miranda setelah meneliti robekannya.

“Masa sih, Hani kira ini masih bisa diperbaiki.”

“Jangan, beli saja yang baru. Di toko seragam langganan kita di sana pasti ada, nanti biar Satya mengantarmu.”

“Lain kali saja, Mah, Hani masih capek.” Hanin ngeloyor pergi.

“Tapi jangan sampai lupa, nanti kau bingung mau pakai baju apa!”

“Enggak, Mah ...!”

Kali ini giliran Satya muncul dari anak tangga, berjalan menuju ruang makan, datang langsung membuka tudung saji di meja makan. Hanya penasaran ingin melihat ada makanan apa di meja itu, setelah itu menutupnya kembali.

“Hanin ke mana, Mah?” tanya Satya pada Miranda yang berada di dapur.

“Hani terus yang ditanyakan, kalian sudah seharian bersama, tapi masih saja mencarinya.”

“Mama kan ada di depan mata, kenapa mesti dicari.” Jawaban santai Satya, diapun pergi melanjutkan langkahnya mencari Hanin.

Setelah mengelilingi rumah, Satya akhirnya menemukan Hanin duduk di tepi kolam renang, memain-mainkan air dengan kakinya. Sesekali disentuhnya air yang dingin itu dengan tangannya.

Satya datang menghampiri Hanin, lalu duduk berjongkok di sampingnya. Satya tak langsung membuka pembicaraan, mengamati adiknya itu untuk mengetahui situasinya.

“Sepertinya kau marah dengan kakak, kalau soal jaket itu kakak benar-benar tidak sengaja, kakak tidak bermaksud...,”

“Jadi kakak masih mengingatnya?” Hanin menoleh, menatap Satya dengan wajah kesal.

“Kakak tidak sengaja Hani, lagi pula hanya sekilas dan kakak pernah melihat hal seperti itu sebelumnya, jadi kakak rasa tidak apa-apa, kan?”

“Kakak...!” Hanin merajuk mendengar ucapan Satya yang membuatnya semakin malu. Sebagai perempuan dia sangat malu dan rasanya Hanin ingin pergi dari hadapan Satya saat itu juga.

Hanin beranjak, tapi Satya menahan tangannya.

“Mau ke mana lagi? duduklah!” pinta Satya.

“Tidak mau kalau Kak Satya masih membahas kejadian itu.”

“Itu terjadi juga karena kau dekat dengan Awan, berapa kali Kak Satya bilang jauhi anak baru itu.”

“Kak, dia menolong Hani, kalau Awan tidak datang saat itu, anak-anak Rubah itu pasti sudah mempermalukan Hani. Niken yang sudah merusak baju Hani, Kak!”

“Jadi pacarnya yang merusak bajumu, Awan menjadi pahlawanmu. Kalau sudah seperti ini bukan masalah tambah selesai, tapi akan bertambah panjang nantinya.”

“Maksud Kakak?”

“Lupakan soal Awan dan anak-anak Rubah itu, yang perlu kau Ingat jauhi mereka saat Kakak tidak ada. Saat ini kakak mencarimu kemari karena ingin mengatakan sesuatu padamu.”

Sikap Satya sukses membuat Hanin penasaran. Entah hal penting apa yang tiba-tiba ingin Satya katakan yang membuat Hanin Jedag jedug jantungnya.

Setelah Hanin duduk kembali Satya baru melanjutkan kata-katanya. “Dua hari lagi kakak akan mengikuti tes masuk perguruan tinggi gratis di Jakarta. Jika lulus kakak bisa mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Jadi, kau baik-baik jaga diri di sekolah.”

Hanin tertegun beberapa saat mendengar berita itu. Hanin merasa tak suka mendengar kabar itu, yang seharusnya adalah kabar baik karena Satya mendapatkan kesempatan sekolah gratis.

“Berapa hari?” tanya Hanin ketus.

“Belum tahu, mungkin dua atau tiga hari,” jawab Satya.

Hanin ingin protes dan meminta Satya untuk tidak pergi, tapi itu terlihat sangat egois. Dia tidak memiliki alasan untuk melarang Satya pergi, dirinya juga tidak seharusnya berpikir seperti itu, tapi tanpa Satya pasti hari-harinya akan terasa membosankan.

“Kalau begitu selamat, Kak! Hanin pasti mendoakan kakak berhasil.” Hanin mengulurkan tangannya. Satya tertegun tak percaya dengan tanggapan Hanin. Biasanya anak itu pasti marah dan melarangnya saat pergi jauh.

“Terima kasih, Hani, kau memang adik Kak Satya yang paling pengertian.” Sembari mengusap kepala Hanin. “Kau mau oleh-oleh apa? Kalau kakak ingat akan kakak belikan.”

“Tidak perlu, Kak, gelang ini sudah cukup buat Hani.”

“Baiklah.”

Meskipun merasa aneh dengan sikap Hanin, Satya tidak ingin menyinggungnya. Mungkin Hanin memang benar senang dengan kepergiannya kali ini.

Keduanya kembali terdiam dengan pikiran masing-masing. Seakan telah habis kata-kata untuk mereka bicarakan saat itu.

“Apa kau mau berenang?” tanya Satya. Hanin menggeleng enggan. “Ayolah, Hani, hari ini saja. Bagaimana kalau kita balapan?”

“Enggak mau, Kak, Hani sedang tidak ingin berenang. Hani lagi datang bulan,” jelas Hanin. Suaranya lirih di akhir kalimat. Raut wajahnya pun merona, tapi jika dia diam saja Satya bisa nekat dan menceburkannya ke kolam.

“Oke,” ucap Satya tak bisa memaksa.

Meskipun dia laki-laki, tapi Satya paham apa itu datang bulan. Dia pernah membacanya di internet keadaan wanita yang sudah menginjak dewasa, salah satunya ditandai dengan menstruasi atau datang bulan.

Satya diam-diam memandangi adiknya yang ternyata sudah dewasa. Dia teringat ketika pertama kali Hanin menangis ketakutan di toilet saat pertama kali tanda itu datang, memaksa Satya masuk toilet perempuan kala itu karena khawatir dengan keadaan Hanin. Semenjak saat itu Satya sangat posesif menjaganya, menjauhkan Hanin dari gangguan anak laki-laki.

“Kenapa Kak Satya senyum-senyum sendiri?” pertanyaan Hanin mengejutkan lamunan Satya.

“Tiba-tiba saja ingat ada anak perempuan menangis di toilet, membuat kakak dapat hukuman karena masuk toilet perempuan,” jawab Satya tanpa memandang ke arah Hanin.

Hanin tertegun beberapa saat, dia tahu anak perempuan yang dimaksudkan Satya adalah dirinya. Kejadian menakutkan sekaligus memalukan jika dia mengingatnya.

Tak terima Satya mengolok-olok dirinya, tiba-tiba Hanin mendorong tubuh Satya sampai tercebur kolam, setelah itu Hanin berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!