NovelToon NovelToon
SATU MALAM YANG MENINGGALKAN TRAUMA

SATU MALAM YANG MENINGGALKAN TRAUMA

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dikelilingi wanita cantik / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:286
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

Helen Hari merupakan seorang wanita yang masih berusia 19 tahun pada saat itu. Ia membantu keluarganya dengan bekerja hingga akhirnya dirinya dijual oleh pamannya sendiri. Helen sudah tidak memiliki orang tua karena keduanya telah meninggal dunia. Ia tinggal bersama paman dan bibinya, namun bibinya pun kemudian meninggal.

Ketika hendak dijual kepada seorang pria tua, Helen berhasil melawan dan melarikan diri. Namun tanpa sengaja, ia masuk ke sebuah ruangan yang salah — ruangan milik pria bernama Xavier Erlan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 21

Helen merasa apakah dia salah bicara, sehingga disalahpahami oleh Xavier.

"Emangnya kenapa, kamu nggak boleh ke sini?"

"Nggak boleh. Nanti aku takut nggak fokus kalau ngeliatin kamu terus."

Helen berpikir, kirain ada apa, ternyata memang Xavier aja yang nggak jelas.

"Nggak jelas ah, udah sana pulang."

"Ya udah, iya iya, aku pulang. Bye-bye."

Helen hanya melambaikan tangan kepada Xavier. Setelah itu, Xavier tersenyum padanya.

Setelah keluar dari rumah, Helen merasa sangat lelah dengan kedua pria tersebut, sampai dia tidak bisa berkata apa-apa. Namun, entah kenapa hari itu terasa sangat seru, sampai-sampai dia benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Seru ketika bersama Xavier membuat Helen merasa kalau dirinya benar-benar memilikinya sebagai pacar.

Setelah sampai di mobilnya, Xavier tidak bisa berhenti melihat ke arah jendela kamar Helen, berharap Helen melihatnya dari jendela tersebut. Walau tidak mungkin, dia tetap berharap. Tak lama kemudian, Helen mencoba membuka kaca jendela itu, dan mata mereka saling bertatapan. Xavier mencoba melambaikan tangan, tetapi ditangkap oleh Helen dan dibalas kembali.

Xavier merasa senang dan tidak ingin pulang ke rumah, tetapi tidak bisa berkata apa-apa karena sudah berjanji kepada Helen untuk pulang dan tidak membuat onar. Setelah itu, Xavier masuk ke dalam mobilnya.

Dia mencoba melakukan yang terbaik agar tidak menyesal di kemudian hari. Xavier merasa seperti ABG yang baru mengalami masa pubertas, padahal masa itu sudah lama lewat. Dia hanya bisa berharap yang terbaik untuk hubungan dirinya dengan Helen ke depannya, karena tidak pernah tahu bagaimana Helen nantinya.

Xavier masih penasaran, apakah Helen benar-benar masa kecil yang pernah dia jumpai dulu. Walau mereka terlihat sama, mereka sudah dewasa sekarang, dan Xavier berharap dirinya tidak salah orang.

Keesokan harinya,

Xavier menatap dinding kantornya sambil berpikir. Sebenarnya Helen itu benar-benar wanita kecil yang dulu aku kenal atau bukan, ya?

Xavier selalu merasa bahwa dirinya telah salah langkah, tetapi ia juga bingung harus bagaimana.

Tok! Tok! Tok!

“Masuk,” ucapnya.

Saat Xavier menoleh ke depan, ternyata yang datang adalah Helen—bukan orang lain.

Xavier terkejut melihat Helen berdiri di depan matanya; ia tidak menyangka.

“Helen? Kenapa kamu di sini?”

“Emangnya kenapa? Aku tidak boleh ke sini?”

Helen terdiam lalu langsung duduk di depan Xavier. Xavier bingung harus berbuat apa di hadapan Helen.

“Kamu sudah makan?” tanyanya.

“Sudah, Pak Bos. Sudah makan.”

“Belum, ini mau makan,” jawab Helen cepat.

“Oh…”

Helen kembali terdiam, dan Xavier pun meminta sekretarisnya untuk menambah satu porsi makanan.

Tok! Tok! Tok!

Sekretaris masuk ke ruang kerja, dan Xavier langsung menyambutnya.

Sementara itu, Helen hanya diam melihat makanan. Walaupun sebenarnya ia lapar, Helen tetap harus jaim di depan Xavier—alias Pak Bos.

“Kamu benar-benar tidak mau makan?”

Helen hanya menggelengkan kepala. Ia bingung kenapa di meja ada dua porsi makanan.

Mungkin saja dua-duanya punya Xavier, pikirnya. Hanya saja Xavier tidak mau kelihatan kalau itu untuk dirinya.

Xavier tersenyum kecil melihat gerak-gerik Helen yang menurutnya kadang lucu.

Helen merasakan sesuatu. Ia bingung kenapa setiap kali Xavier tersenyum, hatinya selalu berdebar-debar, padahal Xavier tidak melakukan apa-apa.

Xavier terdiam sejenak, lalu membuka makanan dan menyodorkan sepasang sumpit kepada Helen.

“Ini, makan,” ucapnya.

“Untuk…?” Helen mendongak, masih ragu.

Xavier terdiam, berpikir. Apa mungkin Helen memang tidak mau makan? Atau aku yang tidak memahami maksudnya?

“Mau makan tidak?” tanya Xavier dengan nada sedikit tegas.

“Tidak mau.”

Helen menolak, tetapi perutnya tidak bisa berbohong dan langsung berbunyi.

Xavier mendengarnya lalu tersenyum. Ia heran kenapa ada orang seperti Helen—keras kepala, padahal jelas-jelas lapar tetapi tetap berpura-pura tidak.

“Mau tidak mau, kamu tetap butuh makan. Perutmu lebih jujur daripada kamu,” ucap Xavier.

Helen mendengar kalimat itu dan langsung merasa kesal. Entah kenapa hatinya tersinggung, tetapi ia tidak bisa marah karena Xavier adalah bosnya. Jadi ia hanya diam.

Setelah makan, Helen akhirnya merasa kenyang dan bahagia karena diberi makanan enak. Xavier bersyukur melihat Helen menikmati makanan itu.

“Hari ini kamu bolos sekolah lagi?” tanya Xavier pelan.

Helen diam, tidak bisa menjawab apa pun. Xavier tidak ingin memarahinya, tetapi ia ingin memberi pengertian.

“Kamu di sekolah kenapa? Kok kelihatannya tidak betah banget di sekolah?”

“Ya, soalnya saya tidak disukai semua orang… jadi malas rasanya untuk sekolah,” jawab Helen lirih.

Xavier berpikir keras. Kenapa semua orang tidak suka Helen? Kan dia tidak pernah mengganggu orang lain.

“Alasan mereka tidak suka kamu apa?” tanyanya lagi.

Helen hanya mengangkat kedua pundaknya. Ia benar-benar tidak tahu apa masalah orang-orang itu, dan ia juga tidak ingin tahu.

Xavier mencoba merangkul pundak Helen dengan lembut.

“Hei, dengar aku. Kadang apa yang kita lihat belum tentu sama dengan apa yang sebenarnya terjadi. Sebelumnya kamu gimana sama teman-temanmu?”

“Yah, memang tidak dekat. Mau gimana? Mau dipaksa gitu? Aneh banget ya maksa orang,” jawab Helen dengan nada tinggi dan sedikit hentakan kepada Xavier.

Helen merasa kesal karena Xavier terus menanyakan soal teman-temannya. Helen tidak ingin cerita, dan ia tidak suka dikasihani siapa pun. Menurutnya, itu justru merugikan dirinya.

“Permisi, Pak. Saya mau pergi saja,” ucap Helen lalu berdiri.

Xavier hanya diam. Ia tidak mengejar Helen, tetapi ia meminta bodyguard-nya untuk menjaga Helen dari jauh agar tidak terjadi apa-apa. Xavier khawatir pada Helen, namun ia sadar bahwa Helen bukan tipe yang bisa dipaksa. Orang seperti Helen hanya akan mendengar jika diperlakukan dengan lembut; kalau dipaksa atau dikerasin, justru makin memberontak.

Setelah bodyguard mengikuti dari belakang dan memastikan Helen aman, Helen pun pulang ke rumah. Ia sempat membeli camilan untuk makan malam.

Sementara itu, Xavier tersenyum kecil dan memutuskan mengirim makanan ke rumah Helen. Ketika makanan itu tiba, Helen bingung. Dirinya tidak memesan apa pun, tapi ada makanan datang. Ia bingung harus bersyukur atau justru curiga. Akhirnya Helen memilih diam dan menerimanya.

Tak lama kemudian, Bobby datang ke rumahnya.

Bobby masuk dan langsung terkejut—ia tidak menyangka rumah Helen sebesar dan sebagus itu.

“Mau minum apa?” tanya Helen.

“Apa saja boleh,” jawab Bobby.

Helen mengambil minum untuk Bobby, tetapi Bobby merasa aneh karena melihat sesuatu seperti benda kecil yang terselip di lemari. Saat Bobby hendak menghampiri, Helen langsung lari setelah meletakkan minuman di meja.

“Mau ngapain lu?” tanya Helen cepat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!