Setelah mati tertembak, Ratu Mafia yang terkenal kejam, dan tidak memiliki belas kasihan. Tamara sang Ratu Mafia, mendapati dirinya bertransmigrasi ke dalam tubuh seorang antagonis novel roman picisan bernama sama.
Harus menjalani pernikahan paksa dengan Reifan Adhitama, CEO berhati dingin dan ketua mafia yang tampan, dan juga terkenal kejam dan dingin. Duda Anak dua, yang ditakdirkan untuk jatuh ke pelukan wanita licik berkedok polos, Santi.
Dengan kecerdasan dan kemampuan tempur luar biasa yang masih melekat, Tamara yang baru ini punya satu misi. Hancurkan alur novel!
Tamara harus mengubah nasib tragis si antagonis, membuktikan dirinya bukan wanita lemah, dan membongkar kepalsuan Santi sebelum Reifan Adhitama terlena.
Mampukah sang Ratu Mafia menaklukkan pernikahan yang rumit, mertua yang membenci, serta dua anak tiri yang skeptis, sambil merancang strategi untuk mempertahankan singgasananya di hati sang Don?
Siapa bilang antagonis tak bisa jadi pemeran utama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hofi03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERMAINAN DI MULAI
Tamara dan Cindy sudah siap. Tamara dalam balutan gaun Crimson nya, Cindy dengan gaun emerald-nya. Mereka berdua tampak seperti dua kutub kemewahan yang sempurna.
Di luar hotel, suara deru mesin mobil mewah terdengar. G-Wagon hitam Tamara yang baru dimodifikasi, dan sebuah SUV hitam anti peluru dari Adhitama Corp untuk menjemput mereka.
Cindy melihat sekilas G-Wagon milik Tamara.
"Mobil barumu sudah datang. Cocok sekali untuk Ratu yang suka bermain granat," cibir Cindy.
"Tentu saja. Ini adalah sarana transportasiku. Tapi malam ini, aku akan menggunakan mobil yang dikirim oleh calon suamiku," jawab Tamara, tersenyum miring.
"Kenapa? Kau tidak percaya keamanan G-Wagon-mu sendiri?" tanya Cindy, memicingkan mata nya.
"Reifan mengirimkannya sebagai statement kontrol. Kau harus menggunakan mobilku. Aku akan menghormati kontrol kecilnya itu. Biarkan dia merasa puas untuk saat ini. Aku akan masuk ke sarangnya dengan kendaraannya sendiri" jawab Tamara tersenyum sinis.
Mereka berdua berjalan menuju lobi. Di sana, Robert berdiri tegak di samping SUV anti peluru itu, dengan wajah tanpa emosi.
"Selamat malam, Nyonya Tamara, Nona Cindy. Tuan Reifan menunggumu," sapa Robert, sopan.
"Selamat malam, Robert," jawab Tamara, suaranya halus.
"SUV hitam anti peluru, sangat romantis. Reifan benar-benar tahu cara memperlakukan calon istrinya," ucap Tamara, dengan sengaja berbicara seperti itu.
"Robert, bisakah kau pastikan G-Wagon-ku diparkir di dekat pintu masuk ballroom? Aku mungkin membutuhkan kebebasan bergerak setelah pesta selesai," ucap Tamara melirik ke arah G-Wagon hitamnya.
Robert terdiam sejenak. Permintaan itu adalah penunjukkan kekuasaan lain. Meletakkan kendaraan pribadinya, yang dipersenjatai tingkat B7, di markas musuh.
"Akan dilaksanakan, Nyonya," jawab Robert, membungkuk sedikit, tidak berani menolak perintah yang begitu terbuka.
Cindy melirik Tamara dengan kagum. Tamara tidak perlu berteriak untuk menunjukkan kekuasaannya. Ia hanya perlu meminta hal yang paling tidak masuk akal, dan mereka akan mematuhinya.
Saat Cindy dan Tamara masuk ke dalam SUV, suasana di dalam mobil terasa tegang, seperti ketenangan sebelum badai.
Mereka berdua menuju Grand Ballroom Adhitama, tempat di mana ilusi kekuasaan akan dipentaskan, dan perang sesungguhnya akan dimulai.
"Ayo kita berikan Reifan dan Axel pertunjukan, Cindy. Pertunjukan yang akan mereka yakini sepenuhnya," bisik Tamara, senyumnya kini menyatu dengan kegelapan malam.
Adhitama Grand Ballroom, 20:00 WIB...
Lampu kristal raksasa yang tergantung dari langit-langit Grand Ballroom Adhitama memantulkan kilauan keemasan ke setiap sudut ruangan. Ini bukan sekadar pesta, ini adalah parade kekuasaan.
Anggota dewan Black Dragon, para Raja dari berbagai sektor industri, berdiri di antara para tamu, dikelilingi oleh istri-istri mereka yang mengenakan perhiasan seharga satu kerajaan kecil. Musik orkestra dimainkan dengan anggun, tetapi di bawah permukaannya, udara terasa tebal oleh ambisi dan pengawasan.
Reifan Adhitama berdiri di dekat Ketua Dewan, Tuan Ganindra. Ia tampak sempurna dalam setelan tuksedo hitamnya, aura dinginnya menarik pandangan namun sekaligus memberikan peringatan. Di matanya, pesta ini adalah pertemuan Dewan, dan Tamara hanyalah anjing peliharaan yang ia bawa untuk dipamerkan dan dikendalikan.
Tiba-tiba, musik orkestra meredup sedikit, dan semua mata beralih ke pintu masuk utama.
Di sana, gadis cantik balutan gaun Crimson nya, berdiri dengan anggun, dagu terangkat dengan tatapan mata yang begitu tajam, lurus ke depan. Tamara muncul.
Gaun crimson milik Tamara, yang memiliki belahan tinggi dan detail beading halus, menyerap cahaya ruangan dan mengubahnya menjadi kobaran api yang anggun. Dia berdiri di ambang pintu, seperti api yang baru saja menemukan kayu bakarnya. Cindy, di sebelahnya dengan gaun emerald, tampak seperti bayangan permata yang melindungi nyala api itu.
Keheningan melanda ballroom. Gelar Ratu yang disematkan kepadanya oleh media, kini terasa nyata, sebuah gelar yang ia sandang dengan bobot sejarah dan kontroversi. Setiap kepala menoleh. Bisikan yang tadinya pelan, kini nyaris tak terdengar.
"Itu dia... Kucing Hutan," desis seorang istri anggota Dewan.
"Gaun itu, kurang ajar sekali. Dia datang sebagai pengantin baru yang berhutang budi," timpal yang lain.
Reifan, yang sedang mendiskusikan merger, merasakan perubahan drastis dalam energi ruangan. Tanpa menoleh, ia tahu, calon istri nya sudah tiba, dia telah berhasil menarik perhatian semua orang dalam hitungan detik.
Reifan memutar tubuhnya perlahan, tatapannya dingin dan tajam, mencari celah dalam penampilan Tamara. Namun, yang ia temukan hanyalah kesempurnaan.
Tamara tidak hanya mencolok, dia mendominasi. Ekspresinya tenang, nyaris seperti sedang bosan, seolah-olah semua mata di ruangan itu adalah haknya.
Tamara dan Cindy mulai berjalan masuk, langkah mereka diiringi oleh tatapan yang menilai, iri, dan menghina. Tamara mengabaikan semuanya, matanya hanya terpaku pada Reifan.
Ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa meter, Reifan mengangguk pada Ganindra dan berjalan maju. Langkahnya berirama, penuh otoritas. Dia harus menyambutnya dengan cara yang menegaskan kepemilikan.
Reifan berhenti tepat di depan Tamara.
"Selamat datang, calon istriku," sapa Reifan, suaranya pelan dan mengancam, hanya terdengar oleh mereka bertiga.
Reifan mengulurkan lengannya dengan gerakan yang sangat formal, hampir seperti menjebak.
Tamara menatap mata Reifan yang sedingin es, dia melihat klaim kepemilikan di sana, hasrat untuk merantai dan mendominasi.
"Terima kasih, calon suamiku. Sudah menjadi tugasku untuk tiba di sarangmu tepat waktu," jawab Tamara tersenyum, senyum yang sama sekali tidak mencapai matanya
Tanpa ragu, Tamara meletakkan tangannya di lipatan siku Reifan. Sentuhan mereka tidak memiliki kehangatan, melainkan kejutan listrik dari dua kutub magnet yang saling menolak namun terpaksa menempel.
Reifan merasakan tangannya meremas lengannya, sebuah cengkeraman halus namun kuat. Bukan cengkeraman ketakutan, melainkan cengkeraman pemegang kendali.
"Jangan berpikir karena kau berhasil membuat Robert memarkir truk sampah itu di luar, kau punya kendali, Tamara," bisik Reifan, sambil memimpinnya maju.
"Truk sampah itu punya sistem keamanan lebih baik daripada pengawal pribadimu, Reifan. Dan kau benar, aku tidak mendapatkan kendali, tapi aku mendapatkan pengakuan. Sebuah permintaan tak masuk akal yang kau penuhi," jawab Tamara, suaranya seperti beludru.
Reifan terdiam, pria itu terkejut betapa cepatnya dia mengerti permainan ini.
"Malam ini, kau hanya perlu tersenyum dan diam. Aku yang berbicara. Aku yang bergerak," perintah Reifan, dingin.
"Tentu, Honey" bisik Tamara, semakin menguatkan senyumnya, dengan suara sexy nya.
Reifan mengeram rendah, dan berusaha untuk tetap mempertahankan wajah datarnya.
"Aku akan menjadi Ratu yang kau inginkan. Sebuah boneka mewah di sisimu. Tetapi, bukankah boneka yang diam akan terlihat membosankan? Aku yakin para Raja di sini mengharapkan sedikit drama dari seorang Kucing Hutan yang diceraikan," ucap Tamara, menjauhkan tubuh nya dari Reifan, dengan senyum licik yang menghiasi wajah cantik nya.
Reifan menoleh. Mata Tamara bersinar licik.