NovelToon NovelToon
​ Dendam Sang Mantan Istri Miliarder

​ Dendam Sang Mantan Istri Miliarder

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Pelakor jahat / Tukar Pasangan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

​💔 Dikhianati & Dibangkitkan: Balas Dendam Sang Ibu
​Natalie Ainsworth selalu percaya pada cinta. Keyakinan itu membuatnya buta, sampai suaminya, Aaron Whitmore, menusuknya dari belakang.
​Bukan hanya selingkuh. Aaron dan seluruh keluarganya bersekongkol menghancurkannya, merampas rumah, nama baik, dan harga dirinya. Dalam semalam, Natalie kehilangan segalanya.
​Dan tak seorang pun tahu... ia sedang mengandung.
​Hancur, sendirian, dan nyaris mati — Natalie membawa rahasia terbesar itu pergi. Luka yang mereka torehkan menjadi bara api yang menumbuhkan kekuatan.
​Bertahun-tahun kemudian, ia kembali.
​Bukan sebagai perempuan lemah yang mereka kenal, melainkan sebagai sosok yang kuat, berani, dan siap menuntut keadilan.
​Mampukah ia melindungi buah hatinya dari bayangan masa lalu?
​Apakah cinta yang baru bisa menyembuhkan hati yang remuk?
​Atau... akankah Natalie memilih untuk menghancurkan mereka, satu per satu, seperti mereka menghancurkannya dulu?
​Ini kisah tentang kebangkitan wanit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Kopi Pahit dan Kesederhanaan

​Pelarian Kecil

​Hidup Natalie kini terbagi dua: siang dihiasi gemerlap lantai marmer Whitmore Group, malam diselimuti kehangatan rumah sederhana. Ia mengenakan dua topeng: satu tajam dan tanpa emosi untuk ruang rapat, satu lagi lembut dan penuh perhatian untuk Kenzo. Ia butuh jeda dari The CEO.

​Setiap Sabtu pagi, ia menjalankan ritual "pelarian" kecil. Ia meninggalkan smartphone kerjanya di rumah, hanya membawa ponsel pribadi. Ia memilih sebuah kedai kopi kecil di sudut Jakarta Selatan yang tidak mencolok, jauh dari distrik bisnis. Tempat itu, Kopi Kata, beraroma kayu tua dan biji kopi yang baru digiling—sebuah antithesis dari kantornya yang steril.

​Pagi itu, ia datang lebih awal. Natalie duduk di sudut yang tertutup, mengenakan celana jins, sweater longgar, dan kacamata berbingkai tebal. Penampilannya benar-benar menghapus aura 55\% pemilik saham mayoritas. Ia hanya Natalie Ainsworth, ibu tunggal yang mencari kafein dan kedamaian.

​Ia memesan Americano tanpa gula.

​Saat ia sedang asyik membaca laporan majalah non-bisnis tentang konservasi laut, seorang pria muda yang membawa kotak peralatan kayu besar dan ransel lusuh mendekati mejanya.

​"Maaf, apa bangku di depan Anda terisi?" tanya pria itu. Suaranya terdengar ramah dan agak lelah.

​Natalie mendongak. Ia melihat mata yang jujur dan senyum tulus yang tidak mengandung motif tersembunyi—suatu hal yang langka dalam lingkungan profesionalnya.

​"Tidak, silakan," jawab Natalie, sedikit menyingkirkan tasnya.

​Pria itu duduk dan meletakkan kotak peralatannya di samping bangku. Dari penampilannya, ia tampak seperti seorang pekerja lepas, mungkin seniman atau pengrajin. Ia mengenakan kaus oblong abu-abu yang sedikit pudar dan celana kargo. Ia memanggil pelayan.

​"Satu kopi susu gula aren, tolong. Yang paling murah," ujarnya, tersenyum pada pelayan.

​Natalie tanpa sengaja mendengar permintaan itu. Ia kembali ke majalahnya, tetapi perhatiannya teralih.

​Debat Meja Kopi

​Pria itu mengeluarkan sebuah buku bersampul kulit tua dan mulai mencatat sesuatu dengan pensil. Setelah beberapa menit, ia menghela napas panjang.

​"Masalah?" tanya Natalie, tanpa ia sadari.

​Pria itu terkejut, lalu tertawa kecil. "Ah, maaf. Saya mengganggu, ya? Tidak, bukan masalah besar. Hanya... perhitungan. Anggaran. Saya harus beli bahan baku baru untuk pesanan mebel. Harga kayu jati meroket terus. Susah cari untung hari-hari ini."

​"Anda pengrajin kayu?"

​"Betul. Nama saya Arif. Saya punya bengkel kecil di daerah pinggiran," jawabnya sambil mengulurkan tangan.

​Natalie ragu sejenak. Sudah berapa lama ia tidak memperkenalkan dirinya tanpa embel-embel jabatan? "Natalie," balasnya, menjabat tangan Arif. Tangannya kasar, penuh kapalan, bukti kerja keras yang nyata.

​"Natalie... Senang bertemu denganmu. Dan kau, sedang membaca apa? Konservasi? Itu bagus. Dunia ini butuh lebih banyak orang yang peduli daripada... uh... yang hanya berhitung untung." Arif menunjuk tumpukan laporan di mejanya dengan nada sedikit mencibir.

​Natalie tersentak. "Saya kebetulan juga harus berurusan dengan 'berhitung untung' itu. Tapi saya setuju, keseimbangan itu penting."

​"Oh, jadi kamu bekerja di bidang keuangan? Bank?" tebak Arif.

​Natalie tersenyum tipis. Ini adalah permainan yang menyenangkan. "Semacam itu. Lebih ke manajemen. Dan kamu, Arif, pasti senang bekerja dengan tanganmu sendiri, ya?"

​"Sangat. Ada kepuasan tersendiri ketika sepotong kayu mati bisa dihidupkan menjadi meja, kursi, atau bahkan ayunan. Saya mendesain dan membuatnya. Lebih jujur daripada angka-angka yang bisa dimanipulasi," balas Arif, kini matanya memancarkan gairah yang kuat.

​Natalie merasakan sengatan. Manipulasi angka—itu adalah fondasi kehancuran Aaron. "Jujur itu mahal," komentarnya.

​"Kadang-kadang," Arif mengangkat bahu. "Tapi setidaknya saya bisa tidur nyenyak. Saya dengar kamu datang sendirian. Seorang ibu tunggal, ya?"

​Pertanyaan itu menusuk langsung. Natalie mengangguk, terkejut bagaimana Arif bisa menebaknya secepat itu. "Ya. Kenzo."

​"Anak yang beruntung," kata Arif tulus. "Saya dibesarkan oleh ibu tunggal juga. Pekerja keras yang luar biasa. Saya yakin kamu sama. Berat, ya? Harus membagi waktu antara mencari nafkah dan mengurus rumah."

​Arif melihat Natalie sebagai seorang wanita biasa yang berjuang, sama seperti ibunya dulu. Tidak ada tatapan yang menilai, tidak ada flirting yang dipaksakan. Hanya empati sederhana dari seorang pekerja keras kepada sesama pekerja keras. Ia melihat Natalie, bukan CEO-nya.

​Janji yang Tidak Terduga

​Perdebatan mereka berlanjut tentang sulitnya mencari pengasuh yang tepercaya, tentang harga kebutuhan pokok yang terus naik, dan tentang cara terbaik untuk mengajarkan anak agar tidak manja. Natalie berbicara tentang betapa ia harus keras dalam membuat keputusan, tetapi ia tidak pernah menyebutkan bahwa keputusan itu melibatkan puluhan ribu karyawan dan aset triliunan.

​"Nah, ini kopiku," kata Arif, mengambil kopinya. "Enak. Gula aren ini adalah kemewahan kecilku minggu ini."

​"Terima kasih sudah menemani, Arif," kata Natalie, menutup majalahnya. "Perbincangan yang bagus."

​"Sama-sama, Natalie. Senang bisa ngobrol tanpa harus membahas tagihan kayu. Saya harus pergi sekarang. Ada janji bertemu klien untuk mengukur lemari di daerah Kemang."

​Arif berdiri, mengangkat kotak peralatannya yang berat.

​"Semoga sukses dengan pesanan mebelmu," ujar Natalie.

​"Terima kasih. Semoga kamu juga sukses dengan... manajemen angkamu," balas Arif, tersenyum lebar. Ia ragu sejenak, lalu tangannya menggaruk kepala. "Um, Nat. Kalau tidak keberatan, karena kita sama-sama ibu/anak tunggal yang berjuang... Mungkin lain kali, kalau kamu butuh ayunan kayu yang kuat untuk Kenzo, atau meja belajar yang bagus, jangan ragu hubungi saya. Saya bisa berikan harga 'sesama pejuang'."

​Ia merobek secarik kertas dari buku catatannya, menuliskan namanya, nomor telepon, dan alamat bengkel kecilnya.

​"Saya tidak menjanjikan kemewahan, tapi saya menjamin kualitas dan kejujuran," katanya, menyerahkan kertas itu.

​Natalie menerima kertas itu. Di atasnya, tertulis dengan tulisan tangan sederhana:

​Arif | Bengkel Kayu Jujur

0812-XXXX-XXXX

Ayunan untuk Kenzo? Tanya saja!

​"Aku akan menghubungi," janji Natalie.

​Arif mengangguk, memberi hormat kecil, dan bergegas keluar kedai, menghilang di antara lalu lalang pejalan kaki.

​Natalie duduk kembali, merasakan kehangatan yang berbeda dari kopi yang ia minum. Di tangannya, kertas itu terasa lebih nyata dan berharga daripada dokumen saham yang berharga miliaran. Ini adalah janji kejujuran, yang disampaikan tanpa menghiraukan seberapa tebal dompetnya.

​Ia mengambil ponselnya, yang tidak berdering selama dua jam itu. Ia membuka kontak. Ia tidak menyimpan nomor Arif sebagai 'Pengrajin Kayu'. Ia menyimpannya sebagai 'Arif - Kejujuran'.

​Natalie tersenyum, senyum yang mencapai matanya, sesuatu yang tidak pernah ia tunjukkan di ruang rapat. The CEO telah mengambil alih kekuasaan, tetapi Natalie yang sebenarnya, Natalie si ibu tunggal yang mencari kedamaian, baru saja menemukan potensi untuk sebuah babak baru yang jauh dari perhitungannya.

1
partini
dari sinopsisnya ngeri " sedap menarik
Himna Mohamad
lanjut thoor
putri lindung bulan: siap akan saya lanjutkan
total 1 replies
Himna Mohamad
good thoor sat set
Himna Mohamad
👍👍👍👍👍
Himna Mohamad
sdh mampir thoor,,lanjut
putri lindung bulan: terimakasih sudah mampir , salam kenal ya
total 1 replies
Himna Mohamad
awal yg bagus thoor👍👍👍👍👍
putri lindung bulan: terimakasih sudah mampir
total 1 replies
putri lindung bulan
untuk sahabat adri selamat datang di dunia nataly.semoga kalian suka novel.jika suka jangan lupa beri like,dan sisipkan komentar.salam kenal semuanya🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!