NovelToon NovelToon
Black Division

Black Division

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat / Action / Sistem / Mafia
Popularitas:265
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tengah kekacauan ini, muncullah Black Division—bukan pahlawan, melainkan badai yang harus disaksikan dunia. Dipimpin oleh Adharma, si Hantu Tengkorak yang memegang prinsip 'hukum mati', tim ini adalah kumpulan anti-hero, anti-villain, dan mutan terbuang yang menolak dogma moral.
​Ada Harlottica, si Dewi Pelacur berkulit kristal yang menggunakan traumanya dan daya tarik mematikan untuk menjerat pemangsa; Gunslingers, cyborg dengan senjata hidup yang menjalankan penebusan dosa berdarah; The Chemist, yang mengubah dendam menjadi racun mematikan; Symphony Reaper, konduktor yang meracik keadilan dari dentuman sonik yang menghancurkan jiwa; dan Torque Queen, ratu montir yang mengubah rongsokan menjadi mesin kematian massal.
​Misi mereka sederhana: menghancurkan sistem.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hati Nurani

Adharma berbalik, menatap ketiga rekannya. "Aku setuju," katanya, suaranya memecah keheningan. "Kita ambil Protokol ini."

Reaksi itu instan dan penuh emosi.

"Tidak!" protes Tika Marlina, Harlottica, dengan nada tajam yang jarang ia tunjukkan. Ia membuang puntung rokoknya ke tanah. "Aku tidak mau. Aku menolak. Aku tidak mau menjadi alat lagi, Darma!"

Air matanya tidak menetes, tetapi matanya berkaca-kaca karena kemarahan yang membara.

"Aku pernah jadi alat," lanjut Tika, suaranya bergetar. "Aku pernah menjadi pelacur, alat penghasil uang untuk germo, alat pemuas nafsu. Aku bergabung denganmu agar aku bisa menghukum mereka yang membuatku jadi alat. Dan sekarang, kau mau kita jadi alat Pemerintah—alat diplomatik Nyonya ini? Tidak. Aku menolaknya mentah-mentah."

Gunslingers (Edy Dhembeng), yang secara fisik adalah yang paling stabil, secara emosional adalah yang paling keras.

"Aku setuju dengan Tika," kata Edy, suara mekanisnya terdengar tegas. "Aku adalah Raja Mafia Senjata yang dikhianati oleh sekutu dan pemerintah. Aku sudah membayar harga pengkhianatan itu dengan tubuhku yang rusak. Kepercayaan adalah peluru yang paling mematikan di dunia ini. Kita tidak bersekutu dengan simbol yang sudah kita sumpah untuk hancurkan."

Hanya Yama Mendrofa (The Chemist) yang menunjukkan dukungan.

"Aku setuju dengan Darma," kata Yama, melihat ke dokumen itu dengan mata serakah. "Fasilitas! The Chemist membutuhkan fasilitas yang ditawarkan oleh Protokol ini. Untuk membuat zat baru, untuk bereksperimen, untuk memproduksi penawar tandingan untuk Vial 17-C. Jika Nyonya ini bisa mengamankan kita dari PBB dan memberi kita laboratorium, aku tidak peduli dia Menteri atau Iblis. Aku butuh fasilitas itu."

Adharma hanya menghela napas, membiarkan kemarahan dan trauma teman-temannya mengalir. Ia tahu Tika benar—mereka tidak bisa menjadi alat. Edy juga benar—kepercayaan adalah racun. Tapi ada hal yang lebih besar yang memanggilnya.

Ia menutup matanya sejenak. Dalam gelap, ia melihat kilasan bayangan Sinta (istrinya) dan Dwi Handayani (putrinya). Bayangan itu selalu menghantuinya, tetapi kali ini, bayangan Dwi terasa berbeda.

Dwi pernah bilang, 'Ayah adalah pahlawanku.'

Dulu, Adharma hanya seorang karyawan gudang logistik, tetapi bagi Dwi, ia adalah pahlawan. Adharma kini menyadari, seluruh perburuannya—hukuman mati untuk koruptor dan mafia—adalah dendam. Tapi Dwi tidak ingin Ayahnya menjadi algojo. Dwi ingin Ayahnya menjadi pahlawan.

Menyelamatkan dunia, bukan hanya menghukum mati pejabat korup.

"Mereka berhak memilih," kata Adharma, membuka matanya dan menatap teman-temannya. "Tapi aku akan melakukannya. Aku akan masuk ke dalam Protokol ini. Aku merasa... ini adalah yang Dwi inginkan."

Debat itu terasa seperti akan memecah belah Black Division di tempat.

Tiba-tiba, suara Puja Fernando yang tenang dan terkontrol memotong ketegangan mereka.

"Aku tahu kalian tidak akan percaya padaku," kata Puja, mengambil langkah maju. Ia tidak marah, nadanya kini penuh empati yang tajam. "Aku tahu kalian bukan manusia yang utuh. Kalian adalah kumpulan trauma yang berdarah. Kalian adalah Monster. Kalian rusak, busuk, penuh dengan dendam. Dan kalian telah kehilangan segalanya."

Aditya Rahmansyah, yang berdiri di samping mobil, hanya mengamati. Rasa takutnya kini sedikit mereda, digantikan oleh rasa penasaran. Ia mencoba mencairkan suasana dengan humor garingnya. "Kalian harus percaya pada Bu Menteri! Dia juga punya trauma, lho. Saya berani bertaruh, Bu Menteri Puja pasti korban makanan kantin kampus yang rasanya seperti cairan kimia The Chemist! Percayalah!"

Humor Aditya sangat garing, tidak lucu sama sekali, dan dia gemetar. Tetapi hal itu justru membuat suasana menjadi sedikit lebih manusiawi. Puja memberinya tatapan tajam yang mematikan, tetapi membiarkannya.

Puja menoleh kembali ke Black Division. "Ya, saya juga korban. Orang tua saya bukan dibunuh mafia, Tika. Tapi mereka bercerai. Saya hanya korban perceraian, korban sistem pendidikan dan ekonomi yang brutal. Saya kuliah sambil kerja sendiri. Saya harus berjuang sendiri. Saya adalah contoh kegagalan sistem dalam melindungi warganya dari kehancuran emosional."

Puja menarik napas, kini ia berbicara bukan sebagai Menteri, tetapi sebagai manusia yang terluka.

"Kalian benar. Kalian adalah monster di mata PBB. Kalian telah melakukan hal yang mengerikan. Tapi di dalam semua kerusakan, dendam, dan kebusukan itu, ada satu hal yang belum hilang dari diri kalian."

Puja menatap Adharma, lalu ke Tika, lalu ke Edy, dan terakhir ke Yama.

"Hati Nurani."

"Kalian membunuh, ya. Tapi kalian membunuh untuk melindungi. Kalian menghukum, ya. Tapi kalian menghukum iblis. Cara kalian salah, sangat salah, brutal, dan harus dihukum. Tapi motif kalian adalah untuk menolong orang-orang yang tidak bisa menolong diri mereka sendiri."

Suara Puja bergetar. "Aku tidak menawarkan penebusan, Adharma. Aku menawarkan tujuan. Kalian telah kehilangan segalanya—keluarga, moral, nama baik—tetapi hati nurani untuk menolong orang lain itu lebih bermoral daripada seluruh sistem busuk di dunia ini yang hanya melayani Rhausfeld."

Semua terdiam. Tidak ada suara protes. Kata-kata itu, datang dari seorang pejabat tinggi yang baru saja merendahkan dirinya sendiri, menusuk langsung ke jantung anti-hero mereka. Mereka adalah monster yang masih memiliki hati.

Adharma, Harlottica, The Chemist, dan Gunslingers saling menatap. Mereka melihat trauma, dendam, dan pengkhianatan di mata satu sama lain. Tetapi mereka juga melihat kesamaan: keinginan untuk melindungi.

Tika Marlina yang pertama menghela napas, asap rokoknya mengepul. "Sialan," bisiknya. "Kau tahu persis cara menusuk luka kami, Nyonya Menteri."

Edy Dhembeng mendengus. "Jika ini pengkhianatan, aku lebih suka dikhianati oleh seorang Menteri yang jujur tentang kebusukannya daripada oleh sistem yang pura-pura suci."

Yama Mendrofa hanya mengangguk, matanya kembali ke Protokol DARMASAKTI. "Aku butuh fasilitas itu. Dan jika ini tentang menghancurkan iblis finansial Rhausfeld, aku akan ikut."

Adharma tersenyum kecil di balik topeng tengkoraknya. "Baik, Nyonya Menteri. Kami setuju. Black Division kini berada di bawah kendali Protokol DARMASAKTI. Tunjukkan jalanmu."

Satu jam kemudian, mobil sedan mewah hitam Puja Fernando memimpin mobil off-road Black Division keluar dari Distrik 16 yang kumuh.

Di dalam sedan, Aditya Rahmansyah menyetir, sesekali melirik Puja Fernando yang duduk tenang di sebelahnya.

"Bu Menteri," kata Aditya, suaranya kini penuh kekaguman. "Saya kagum. Bagaimana Anda bisa tahu persis apa yang harus dikatakan? Kata-kata Anda tadi... itu membuat monster-monster itu tunduk."

Puja Fernando menoleh, senyum tipis di bibirnya. "Karena mereka bukan monster, Aditya. Mereka adalah manusia yang rusak. Dan serapuh-rapuhnya manusia, mereka masih memiliki satu organ yang tidak bisa dibeli Rhausfeld, yaitu hati nurani. Moral mereka mungkin abu-abu dan rusak, tetapi mereka masih bisa dibimbing ke cahaya jika tujuannya benar."

Perjalanan berlanjut selama hampir tiga jam, melintasi batas kota Sentral Raya dan memasuki area Kabupaten Sentra Raya, kawasan hutan dan perkebunan yang jarang disentuh pembangunan.

Mobil sedan itu melambat, lalu berbelok tiba-tiba di jalan kecil yang tertutup semak-semak lebat. Di sana, tersembunyi dengan sempurna, terdapat gerbang baja besar yang terintegrasi ke dalam bukit.

Puja memasukkan kode otorisasi pada panel tersembunyi di mobilnya. Gerbang itu terbuka perlahan, menampakkan jalan landai yang curam menuju bawah tanah.

Adharma dan yang lain mengikuti dengan SUV mereka. Saat mobil mereka meluncur ke dalam kegelapan yang disinari lampu darurat kuning, Black Division terdiam.

Gunslingers memindai lingkungan dengan visornya. "Aku baru tahu ada fasilitas ini di perbatasan. Stealth yang sempurna."

Adharma menatap lorong baja yang mereka masuki, wajahnya di balik topeng tengkorak memancarkan campuran ketidakpercayaan dan kekaguman. Menteri Luar Negeri ini lebih dari sekadar politisi; dia adalah arsitek konspirasi yang cerdas.

Markas rahasia, yang selama ini disembunyikan oleh Pemerintah Indonesia dari mata dunia—bahkan dari Presiden Bagaskara—kini menjadi rumah baru Black Division. Sektor E-12 telah ditemukan.

Bersambung.....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!