"Sayang, kita hanya dua raga yang Allah takdirkan bersama melalui perjodohan. Kalau saja aku nggak menerima perjodohan dari almarhum Papamu, kau pasti sudah bersama wanita yang sangat kau cintai. Mama mertua pasti juga akan sangat senang mempunyai menantu yang sudah lama ia idam-idamkan. Tidak sepertiku, wanita miskin yang berasal dari pinggiran kota. Aku bahkan tak mampu menandingi kesempurnaan wanita pilihan kalian. Sayang, biarkan aku berada di sisimu sampai nanti rasa lelah menghampiriku. Sayang, aku tulus mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, hingga hembusan nafas terakhirku."
Kata hati terdalam Aisyah. Matanya berkaca-kaca memperhatikan suami dan mertuanya yang saat ini tengah bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Ariella, Cinta pertama suaminya. Akankah Aisyah mampu bertahan dengan cintanya yang tulus, atau justru menyerah pada takdir?
Cerita ini 100% murni fiksi. Jika tidak sesuai selera, silakan di-skip dengan bijak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari perhatian
Perkataan Aisyah membuat Ariella terpojok. Wanita itu yang tak ingin disalahkan, langsung memulai drama menjadi orang yang tersakiti.
"Aku tau kau nggak menyukai kehadiranku Aisyah, hiks. Tapi jangan menuduhku berbohong..." ucap Ariella menutup wajahnya berpura-pura menangis.
"Brak!" Adam menggebrak meja makan dengan kuat, sehingga Aisyah terkejut di tempatnya.
Mata sendu wanita bercadar itu sudah berkaca-kaca menatap Adam. Kepalanya menggeleng samar, seakan meyakinkan Adam jika ia tak seperti yang dikatakan Ariella.
Melihat Adam yang tersulut emosi, Ariella tersenyum di balik kedua tangannya. Ia merasa berhasil memprovokasi suami istri itu agar bertengkar. Ana bahkan lebih mempercayai Ariella hingga ikut menatap Aisyah dengan tajam.
"Aku sudah salah menilaimu Aisyah! Cadarmu itu hanya sebuah topeng untuk menutupi niat burukmu!" Bentak Adam membuat Aisyah terkejut dengan mata berairnya yang memerah.
"Apa yang Mama katakan selama ini benar, Adam. Kamu saja yang terlalu berbaik hati padanya," ucap Ana semakin memprovokasi Adam.
"Demi Allah, aku nggak seperti yang kalian pikirkan," ucap Aisyah dengan suara sendunya yang tercekat.
"Jangan membawa-bawa Tuhan ya Aisyah! Kau harusnya malu mengatakan itu!" ucap Ana bangkit dari kursinya sembari menatap Aisyah.
Dengan tatapan tajam penuh kebenciannya, Ana meraih gelas teh miliknya lalu menyiramkannya di kepala Aisyah.
Adam dan Ariella terdiam di tempatnya sebab terkejut dengan tindakan Ana yang sudah terlalu jauh.
Kenapa Mama menyiramnya? Aku padahal hanya memarahinya saja agar dia nggak mengulangi hal yang sama. Aku jadi merasa bersalah padanya.
Adam menatap Aisyah dengan lekat. Istrinya itu sudah menundukkan kepalanya dengan sebagian pakaiannya yang basa. Aisyah terlihat begitu sangat memprihatinkan dengan bibir yang sedikit gemetar.
"Tante..." panggil Ariella dengan nada yang terdengar seperti menegur secara lembut.
"Dia pantas mendapatkannya, Sayang! Kedepannya kalau dia menghalangimu dan mengganggumu lagi, katakan pada Mama, biar Mama yang memberikan pelajaran pada menantu kurang ajar ini!"
Perkataan Ana membuat Ariella semakin senang. Wanita tak tau malu itu seperti berada di atas angin. Mata Aisyah memanas mendengar pembelaan Ana untuk Ariella. Seharusnya dialah yang di bela dan dilindungi dari wanita seperti Ariella.
"Hm." Adam berdehem guna menetralkan suasana. Pria itu terlihat tidak emosi lagi sebab rasa kasihan lebih dominan dari amarahnya.
"Sudah Ma, Adam mau berangkat sekarang," ucap Adam dengan wajah datarnya.
"Iya Sayang, Mama dan Ariella akan mengantarmu sampai depan," ucap Ana dengan lembut yang di tanggapi Adam dengan anggukkan kecilnya.
Adam mengalihkan lirikan mata tajamnya pada Aisyah. "Bersihkan dirimu, aku nggak ingin repot jika kau sakit!" ucap Adam seperti suami yang tak memiliki perasaan, namun sejatinya dia tengah melindungi Aisyah dari amarah Ana.
"Baik Mas," ucap Aisyah dengan suara seraknya yang hampir tak terdengar.
Setelah mengatakan itu, Adam pun melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan. Ana dan Ariella melirik Aisyah dengan sinis lalu mengikuti Adam dari belakang.
Kini tinggalkan Aisyah seorang diri di sana, dengan keadaan yang sedikit kacau. Mbok Ima yang sedari tadi mendengar pertengkaran dari dapur, segera menghampiri Aisyah.
"Ya Allah, Non," ucap Mbok Ima menatap Aisyah dengan wajah cemasnya.
Mbok Ima menarik beberapa tisu yang tersedia di atas meja. Wanita paru baya itu dengan sangat khawatir membantu Aisyah mengeringkan diri.
Aisyah yang masih mendapatkan perhatian Mbok Ima tak dapat menahan air matanya lagi.
"Hiks...hiks, hiks, hiks." Aisyah menangis dengan sesenggukan. Dadanya yang sesak naik turun tanpa bisa di kontrol.
"Sabar Non," ucap Mbok Ima langsung menarik Aisyah ke dalam pelukannya setelah mengelap sisa air di tubuh Aisyah.
Saat ini Adam berjalan perlahan melewati ruang tengah menuju ruang tamu. Ariella dengan tidak tau malunya tiba-tiba saja merangkul tangan Adam. Ana yang melihat itu tersenyum senang, walaupun posisinya saat ini tertinggal di belakang.
Ariella menolehkan wajahnya dengan sedikit mendongak melihat wajah tampan Adam. Ia memperlihatkan senyum manisnya pada Adam. Adam yang melihat itu tak bisa mengabaikannya, dia juga memperlihatkan senyum menawannya kepada wanita yang dicintainya itu.
"Pulang jam berapa?" tanya Ariella dengan suara lembutnya. Kakinya melangkah selaras dengan kaki panjang Adam.
"Jam empat sore nanti sudah pulang," jawab Adam dengan lembut tanpa memudarkan senyumnya.
Pria itu melirik Ariella sesekali sembari memperhatikan jalan di depannya. Dia sama sekali tak mempermasalahkan rangkulan Ariella di lengan kekarnya.
"Siang nanti sibuk nggak?" tanya Ariella dengan wajah tenangnya.
"Nggak, soalnya jam makan siang... jadi ada istirahat satu jam," ucap Adam dengan apa adanya tanpa merasa risih di tanya Ariella.
Aku nggak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku harus bisa menarik perhatian Adam agar wanita kampung itu nggak mengganggu pikirannya.
Ariella tersenyum sinis tanpa diketahui oleh Adam. Wanita itu seperti memikirkan sesuatu hal yang menguntungkan dirinya di masa depan.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita makan siang bersama?" tanya Ariella menatap Adam dengan penuh harap.
"Boleh, di mana?" tanya Adam menolehkan wajahnya melihat Ariella.
"Hm... bagaimana kalau di restoran?" tanya Ariella tanpa memudarkan senyum kecilnya. "Nanti aku dan Tante datang ke kantormu biar kita bisa pergi bersama," ucap Ariella yang langsung disetujui Adam dengan anggukan kecilnya.
"Baiklah, atur saja bagaimana baiknya," ucap Adam dengan kaki yang sudah menginjak teras depan.
Ariella tersenyum manis sembari menatap mata tajam Adam. Ia sangat senang Adam menyetujui keinginannya.
"Tante?" panggil Ariella menolehkan wajahnya mencari keberadaan Ana.
Saking asiknya berbicara dengan Adam, ia sampai melupakan keberatan Ana. Ana yang berada di belakangnya tersenyum gemas melihatnya. Wanita paru baya itu tertawa kecil dengan tangan yang menutup giginya yang terlihat.
"Tante di sini Sayang," ucap Ana mendekati Ariella yang sudah berhenti melangkah.
"Huh..." Ariella bernafas lega melihat Ana tanpa memudarkan senyum manisnya.
Wanita itu melepaskan tangannya dari Adam lalu menghampiri Ana. Sekarang tangan Ana lah yang ia rangkul dengan manja.
"Maaf ya, Tante. Ariella nggak ingat kalau Tante ikut juga mengantar Adam, hihi," ucap Ariella sembari tersenyum kecil.
"Nggak apa-apa, Sayang... Tante maklum kok," ucap Ana terdengar menggoda membuat Ariella tersenyum malu-malu di sampingnya.
Adam yang masih berada di sana tersenyum tipis. Dia merasa terhibur melihat Ana dan Ariella yang begitu lucu.
"Ma, Ariel, Adam pergi dulu," ucap Adam tersenyum hangat pada kedua wanita yang di cintanya.
Pria itu mengalihkan lirikan matanya ke sembarang arah dan di saat itu, netra matanya tak sengaja menangkap sosok Aisyah yang berdiri tak jauh di belakan Ana dan Ariella.
"Iya Sayang..." ucap Ana tersenyum hangat lalu mengalihkan pandangan matanya mengikuti pandangan Adam.