NovelToon NovelToon
PULAU HANTU

PULAU HANTU

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Iblis / Keluarga / Tumbal
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: ilalangbuana

Pak jono seorang pedagang gorengan yang bangkrut akibat pandemi.
menerima tawaran kerja sebagai nelayan dengan gaji besar,Namun nasib buruk menimpanya ketika kapalnya meledak di kawasan ranjau laut.
Mereka Terombang-ambing di lautan, lalu ia dan beberapa awak kapal terdampar di pulau terpencil yang dihuni suku kanibal.
Tanpa skill dan kemampuan bertahan hidup,Pak Jono harus berusaha menghadapi kelaparan, penyakit,dan ancaman suku pemakan manusia....Akankah ia dan kawan-kawannya selamat? atau justru menjadi santapan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilalangbuana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

keputusan yang berbahaya

Langit sudah berwarna abu-abu pucat saat kapal utama SAR berlabuh sementara di sisi timur pulau.

Di dek utama, semua anggota tim berkumpul, bersama tiga personel militer bersenjata lengkap yang baru saja diturunkan dari kapal patroli angkatan laut.

Wajah-wajah mereka kaku, seolah sudah tahu bahwa misi ini bukan sekadar penyelamatan biasa.

Letnan Surya, komandan tim militer, berdiri tegap di depan meja navigasi.

Di sebelahnya, Komandan SAR, Kapten Bima, menyandarkan kedua telapak tangannya di permukaan meja, menatap titik merah yang baru saja mereka tandai di koordinat lembah.

“Kalau keterangan Alex benar”

suara Kapten Bima berat

“lembah ini adalah pusat kejadian yang memusnahkan satu suku dan menyebabkan korban-korban KM Laut Jaya 08 terperangkap. Risiko sangat tinggi.”

Letnan Surya menimpali

“Justru karena risiko tinggi, kita tidak bisa pergi dengan formasi standar SAR. Kami akan memimpin keamanan. Kalau ada ancaman fisik, prioritas kami adalah melindungi kalian, bukan menyerang.”

Suasana ruangan menjadi tegang.

Beberapa anggota SAR saling pandang.

Andi, salah satu penyelam senior, mengangkat tangan.

“Kapten, dengan segala hormat, kita bicara tentang lembah yang bahkan Alex bilang penuh...entah apa itu...‘ritual’. Kalau kita masuk, kita bisa jadi target yang sama seperti korban sebelumnya! ”

Kapten Bima memejamkan mata sejenak, lalu berkata,

“Kita bukan datang tanpa rencana. Kita bawa drone tambahan, alat komunikasi satelit, dan flare darurat. Kita juga akan menempatkan perahu cepat di titik siaga dekat muara. Kalau ada apa-apa, kita evakuasi instan.”

Letnan Surya melangkah maju, meletakkan senapan di meja untuk menarik perhatian.

“Kami sudah siapkan dua penembak jitu di kapal patroli. Mereka akan memantau dari jarak aman. Jangan pernah berpikir ini perjalanan santai. Kita masuk...dan keluar...secepat mungkin.”

Seorang anggota SAR perempuan, Rina, yang bertugas medis, menelan ludah.

“Kalau benar masih ada korban hidup...berarti mereka sudah bertahan di tempat itu berbulan-bulan. Saya tidak bisa membayangkan kondisi mereka!”

Kapten Bima menghela napas, menatap semua orang satu per satu.

“Kita lakukan ini bukan hanya demi misi. Kita lakukan ini karena kalau kita tinggalkan...orang-orang itu akan mati sia-sia. Dan kita akan menyesal seumur hidup!”

Keputusan pun diambil.

Tim gabungan SAR dan militer akan berangkat ke lembah saat kabut mulai menipis sore nanti.

Mereka akan masuk melalui jalur timur yang terdeteksi lebih aman dibanding jalur barat tempat suku pantai sering berpatroli.

Persiapan dimulai.

Senjata dicek, peralatan medis diperkuat, drone diisi daya penuh, dan kamera bodycam dipasang di setiap helm.

Sementara itu, Alex yang masih lemah diam mengamati dari sudut dek.

Sesekali, matanya terlihat gelisah, seakan ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi menahan diri.

Di tengah persiapan, seorang militer muda, Sersan Dani, mendekati Letnan Surya.

“Pak, izinkan saya jujur. Wajah Alex...itu bukan wajah orang yang percaya kita akan selamat!”

Letnan Surya tidak menjawab. Ia hanya menatap ke arah lembah yang tertutup kabut tebal di kejauhan.

Dalam hatinya, ia pun merasakan hal yang sama

singkat waktu mereka mulai melakukan operasi penyelamatan,Langkah demi langkah tim SAR dan pasukan militer bergerak menembus jalur sempit yang dipenuhi akar dan rimbunnya pepohonan.

Kabut mulai menyelimuti pandangan, membuat lampu senter yang mereka bawa terasa tak cukup untuk menembus kegelapan putih itu.

“Bagian kanan aman...kiri aman...”

suara Sersan Bagas terdengar lirih di radio internal.

Meski ucapannya terkesan tenang, gerakannya tegas dan penuh kewaspadaan. Senapan yang ia bawa diarahkan ke segala arah, seolah setiap bayangan adalah ancaman.

Di belakang, Komandan Mulyana sesekali memeriksa peta topografi yang telah diperbarui berdasarkan citra drone.

“Kalau prediksi ini benar, lembah itu tinggal 2 kilometer lagi,”

katanya setengah berbisik.

Namun,semakin mereka berjalan maju, semakin terasa aneh suasana yang menyambut. Angin yang semula bertiup lembut kini berhembus seperti desahan panjang,membawa aroma anyir bercampur bau tanah basah yang menusuk paru-paru. Salah satu anggota SAR, Feri, menghentikan langkah.

“Komandan...lihat ini...”

ujarnya sambil menyorotkan senter ke arah tanah.Terlihat ada jejak bekas telapak kaki,besar, dalam, dan berderet panjang,namun bentuknya sangat tidak normal, seperti telapak manusia dengan jari-jari yang terlalu panjang dan mencengkeram tanah.

Bagas memicingkan mata.

“Itu...bukan jejak binatang biasa.”

Ketegangan semakin meningkat ketika kabut di depan mereka seolah menggulung, membuka celah tipis yang menampakkan siluet batu besar,mirip yang Alex sebutkan dalam ceritanya.

Beberapa personel otomatis mengokang senjata, sementara yang lain menahan napas.

Dan tepat saat mereka hendak melangkah lebih dekat, suara samar terdengar dari arah lembah,sebuah nyanyian lirih, berirama datar, seolah diucapkan oleh banyak suara sekaligus.

Salah satu prajurit berbisik dengan wajah pucat,

“mohon izin komandan...itu..bukan omong kosong.ternyata Alex benar...”

Cahaya senter menyorot ke arah sumber suara, namun kabut kembali menutup rapat, meninggalkan mereka hanya dengan gema aneh yang terus berulang.

Mereka baru saja akan bergerak lagi ketika Arif, prajurit yang berada agak di depan, menyorotkan lampu senter ke sesuatu di semak-semak.

“izin melaporkan komandan,saya menemukan hal mencurigakan di semak semak 10 di ara jam 09”

Di balik rimbun dedaunan, terbaring seorang pria berusia paruh baya.

Tubuhnya kotor, penuh lumpur, pakaiannya sobek di beberapa bagian.

Nafasnya pelan, hampir tak terdengar.

Saat salah satu anggota memeriksa nadi, ia berseru,

“Masih hidup!”

“segera periksa daftar korban hilang dan pastikan identitasnya”

Seru Komandan Mulyana.

Feri mendekat, menatap wajah pria itu, lalu wajahnya berubah pucat.

“Izin melapor komandan...menurut hasil pemeriksaan data korban,dia adalah Rahmat...sebagai kapten di KM Laut Jaya 08!”

Kejutan itu membuat semua anggota terdiam beberapa detik.

Sosok yang selama ini dianggap hilang dan mungkin sudah meninggal, kini tergeletak di depan mata mereka.

Dengan sigap tim medis SAR memberikan pertolongan pertama.

cairan infus, selimut termal, dan pemeriksaan luka.

Tak ada tanda patah tulang parah, tapi tubuhnya penuh memar dan dehidrasi. Mereka memutuskan untuk membawa korban atas nama Rahmat ke titik aman sementara sebelum melanjutkan perjalanan.

Setelah sekitar lima belas menit, matanya mulai terbuka perlahan.

Namun begitu sadar, tatapannya kosong, pupilnya melebar.

Nafasnya cepat, dan kata-kata yang keluar dari bibirnya tidak beraturan.

“Mereka...menyanyi...di bawah tanah...lampu...banyak lampu...dia...dia masih di sana...” suaranya bergetar, seperti orang yang sedang berusaha mengingat mimpi buruk.

“harap tenang pak,bapak sudah aman dan tidak perlu khawatir lagi.... ok jika bapak bisa menjawab,mohon partisipasinya dan bantuannya ya pak... dan tolong di jawab pertanyaan saya....!Siapa yang masih di sana?”

tanya Komandan Mulyana mencoba menenangkan.

Pria itu menatap kosong, lalu tertawa pendek, namun tawanya terdengar kering, nyaris seperti isakan.

“Istrinya Alex...dia....menari....tapi...tapi dia sudah mati....sudah mati...”

Beberapa anggota saling berpandangan. Cerita ini sama persis dengan yang diucapkan Alex, bule yang mereka selamatkan kemarin.

Namun sebelum mereka bisa bertanya lebih lanjut, Pak Rahmat mendadak menjerit, menutup telinganya.

“Diam! Diam kalian semua! Jangan nyanyi! Aku nggak mau ikut!”

Dua prajurit militer menahannya agar tidak melukai diri sendiri.

Tim medis memberi suntikan penenang ringan.

Setelah beberapa menit, jeritannya mereda, tapi matanya masih bergerak gelisah, seolah ia melihat sesuatu yang tak terlihat oleh orang lain.

Suasana terasa jadi lebih berat.

Kini mereka bukan hanya membawa misi penyelamatan, tapi juga beban psikologis dari dua saksi hidup yang memberikan keterangan hampir sama,tentang nyanyian, orang mati yang menari, dan lembah yang seolah menyimpan sesuatu yang tidak masuk akal........

1
juwita
pak jono kapa bisa di temukan?
juwita
harusnya ada transelit biar tau apa artinya. krn g semua pembaca ngerti bahasa Inggris
juwita
kapan mrk bisa keluar dr pulau setan itu
juwita
lepas dr caniball sm pulau perempuan terdampar di lembah hantu
juwita
bacanya deg"an
juwita
ih ngeri jg klo ky gitu
juwita
semoga mrk selamat bisa kumpulan lg bersama keluarga
juwita
bukanya jefri sm Gilang ya. ko bahrul Thor?
juwita
kasihan pak jono demi keluarga jd terdampar di pulau hantu. smoga bisa cpt kembali ke keluarganya
juwita
cerita nya bagus mengisahkan perjuangan se org ayah buat anak dn istrinya biar bisa hidup terjamin. rela berjauhan dgn bahaya menantang maut demi keluarga di jalani semoga perjuangannya g sia sia. happy ending
Ananda Emira
semakin seru
Killspree
Memukau dari awal hingga akhir
♞ ;3
Jalan ceritanya keren, endingnya bikin nagih!
ilalangbuana: terima kasih atas masukannya,!!
admin masih dalam tahap belajar.. semoga kedepannya karya ku bisa lebih baik lagi dalam penulisannya ataupun alur ceritanya☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!