Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 - Tolong Aku
Entah dari mana rentenir yang sempat datang ke pameran memiliki nomor ponsel Rindu. Ada beberapa pesan masuk dari orang itu tentu saja isinya ancaman. Entah benar atau tidak, lokasi Rindu sudah diketahui dan orang itu akan datang.
Gegas ia menghubungi kontak Pakde, Bude juga Maman. Semuanya tidak ada yang aktif. Menghubungi nomor baru tersambung, tapi tidak dijawab.
“Masa sih mereka tau aku di sini, kayaknya nggak mungkin.”
Dalam kekalutan ponselnya berdering, Rindu mengerjap mendapati itu adalah nomor baru dari budenya.
“Halo, Bude.”
“Iya ini bude.”
“Ya ampun bude, kemana aja sih. Kenapa ngilang, pake nggak bisa dihubungi,” ujar Rindu.
“Kalau nggak ngilang gimana bisa fokus cari uang. Kamu gimana, baik-baik aja ‘kan?”
“Aku baik, tapi mereka teror aku,” keluh Rindu. “Bude sekarang di mana, kapan selesaikan masalah ini.”
“Tenang aja, udah ada kok. Tapi kami butuh bantuan kamu,” seru Bude di ujung sana.
“Bantuan apa?”
Rindu mendengarkan penjelasan Sari, sempat menolak khawatir Mada malam ini menemuinya. Namun, demi masalah segera selesai ia pun menyanggupi.
“Lokasinya nanti bude share, tapi ingat datang sendiri. Nanti kalau ada yang tahu kamu ke sini, bisa-bisa dirampok. Jumlahnya nggak sedikit.”
“Kenapa nggak di transfer aja, kenapa juga harus libatkan aku?”
“Kita semua yang ketemu orangnya, biar masalah selesai dan kamu tidak diteror lagi. Sekarang kamu tinggal di mana?”
“Hm, aku ngekos.”
“Ya udah nggak pa-pa, nanti kalau sudah beres kita semua pulang ke rumah. Ingat ya Rindu, datang sendiri!”
“Iya.”
Sore hari, Bude sudah mengirimkan pesan mengingatkan agar tidak terlambat. Bingung akan beralasan apa pada Mada. pria itu pasti melarangnya pergi sendiri, bisa-bisa ditemani. Tidak mungkin melibatkan Mada, akan semakin memperlihatkan betapa menyedihkan kehidupan keluarganya.
Rindu sudah siap pergi. Menggunakan blouse dan bawahan celana pensil lengkap dengan cardigan dan rambut dikuncir ekor kuda. Hanya memoles bedak dan lip tint dengan warna nude.
Tidak lupa Rindu menggunakan masker juga kaca mata hitam. Tidak ingin dikenali kalau di depan berpapasan dengan Mada atau orang kepercayaan sang kekasih. Sudah memesan taksi online dan gegas naik saat tiba.
“Sesuai aplikasi ya, mbak.”
“Iya, pak. Cepat jalan.”
Rindu sudah sampai di halte tujuan yang dishare oleh Sari menunggu kedatangan mereka. Ponselnya berdering, ternyata panggilan dari Mada. Sejak di taksi, pria itu sudah dua kali mengirim pesan dan sengaja belum Rindu baca. Kali ini panggilannya pun diabaikan.
“Maaf, aku harus fokus dengan ini dulu,” gumam Rindu. Tidak mungkin mematikan ponsel karena sedang menunggu kabar dari Bude. Berharap urusan ini cepat selesai dan bisa lebih tenang menjalani hubungannya dengan Mada.
“Lama amat sih.”
Drt Drt.
Ada pesan masuk lagi dari Sari, isinya share lokasi baru dan Rindu sudah ditunggu di tempat itu. Sari mengatakan kalau mereka sekeluarga sementara tinggal di lokasi tersebut.
“Empat puluh menit,” ucap Rindu saat mengecek lokasi dengan GPS. Segera mengorder lagi taksi online.
Dalam perjalanan Rindu terlihat resah dan gugup, perasaan tidak enak. Apalagi Mada masih terus menghubunginya, mungkin karena itu ia merasa tidak enak.
“Mbak, dijawab saja, itu dari tadi telponnya bunyi,” ujar supri taksi.
“Nggak pa-pa, pak. Nanti saya malah dimarahi, nanti saja kalau sudah sampai.”
Mobil yang ditumpangi Rindu memasuki kawasan industri. Sempat heran dengan lokasi tersebut, kenapa juga Budenya tinggal di sana. Saat mobil sudah berada di ujung kawasan dan jauh dari pemukiman, supir pun bertanya apa tujuan Rindu sudah benar.
“Tapi bude saya memang share lokasi ini.”
“Tujuannya di depan mbak, tapi sepi. Kayaknya pabrik yang sudah tutup. Mau lanjut saja atau putar balik.”
“Lanjut saja, bude saya sudah menunggu.”
Rindu menatap pintu pagar dan gedung yang sudah tidak beroperasi. Taksi sudah meninggalkannya dan menjauh. Menghubungi Sari, tiga kali nada tunggu akhirnya dijawab.
“Bude aku di depan gedung, ini tidak salah--”
“Masuk saja, pintu gerbangnya tidak dikunci kamu geser pelan. Cepat ya!”
Dengan langkah cepat Rindu menuju pintu gerbang dan menggesernya. Ia pun takut sendirian di tempat itu. Kembali menutup gerbang, mendapati ada dua mobil terparkir tidak jauh dari bangunan paling depan. Sepertinya digunakan sebagai kantor saat gedung itu masih beroperasi. Ada juga satu unit motor terparkir tidak jauh dari mobil.
“Bude,” panggil Rindu. Suasana mulai gelap menjelang maghrib.
Tidak ada sahutan, tapi ada cahaya lampu dari dalam kantor itu. Semakin dekat, terdengar suara obrolan. Debar jantung yang tidak karuan perlahan kembali normal seiringi dengan nafas lega karena mengenal suara itu, suara bude Sari.
Srek.
“Aaaa,” teriak Rindu karena terkejut karena ada dua orang memegang tangannya. “Maman,” panggil Rindu mengenal salah satunya adalah Maman. “Lepaskan aku, kalian mau apa?”
“Banyak bac0t, pake lama pula. Ayo, bawa ke dalam.”
“Maman, lepas!” Setengah diseret karena kedua tangannya ditarik paksa ke dalam ruangan. Rindu terus berteriak.
“Rindu, berisik kamu!”
“Bude, tolong aku.” Melihat pula ada Yanto di sana. “Pakde, tolong lepaskan aku. Maman sudah kurang ajar.”
Bukan hanya ada Yanto dan Sari di tempat itu. Ketiga orang rentenir yang sempat membuat keributan di pameran pun ada di sana, juga seorang pria tua dengan tubuh gempal, kepala botak dan berkumis. Pria itu terkekeh menatap Rindu dengan tatapan mesum.
“Lebih cantik daripada fotonya.”
“Benar ‘kan, juragan pasti suka,” seru Sari.
“Bude, ada apa ini?” Rindu berteriak dan masih berusaha melpaskan tangannya.
“Nggak usah teriak begitu Rindu. Ini usahaku untuk membuat kita semua bebas dari kemiskinan. Hutang kita lunas, rumah balik lagi dan kamu bisa hidup enak. Terserah mau jadi istri Juragan Bokir atau kerja di klub miliknya. Kedua pilihan itu akan menghasilkan banyak uang. Dari pada kamu nyanyi ke sana kemari, jadi SPG mending sekalian jual badan kamu.”
“Dasar gil4. Tega kalian melakukan ini padaku.” Rindu menatap sengit ke arah Sari dan Yanto bergantian. Pakdenya itu langsung menunduk enggan menatapnya.
“Diam kamu,” sentak Sari. “Anggap saja balas budi. Dikasih jalan yang gampang kok menolak.
Juragan Bokir menghampiri Rindu dan membelai wajah itu. Rindu langsung melud4h tepat ke wajah Bokir.
“Ck, berani kamu ya.” tamparan melayang dan mendarat di wajah Rindu. “Tadinya aku akan memintamu baik-baik, sepertinya sekarang berubah. Setelah aku nikmati tubuhnya, aku akan berikan pada anak buahku dan kamu akan berakhir menjadi pekerja di klub milikku.”
“Tidak, aku tidak mau.” Rindu menendang bagian bawah tubuh Maman, sama seperti yang dia lakukan pada Reno, melakukan hal yang sama pada pria satunya. Tangannya pun terlepas. Ia gegas mengambil mengambil balok yang tadi sempat dia lihat saat memasuki ruangan.
“Jangan dekat!” teriak Rindu saat Bokir akan mendekat. Ketiga anak buahnya sudah merangsek maju.
“Kita bisa bicarakan baik-baik, letakan itu,” ujar Bokir kembali mendekat.
“Diam dan jangan dekat.” Rindu mengarahkan balok tidak tentu arah karena ketiga anak buah Bokir sudah menyebar dan siap meringkusnya. “Pergi!”
Bugh.
Rindu mengarahkan balok ke tubuh Bokir dan …
Bugh.
“Aaaa.” Tubuh Rindu terbanting ke lantai. Kepalanya terantuk, bisa dipastikan ada lebah di wajahnya. Kembali berteriak dan mengerang saat rambutnya dijambak dari belakang.
“Pakde, tolong aku!”
“Maaf Rindu, maafkan pakde.”
≈\=\=\=
Tenang, ngga usah panik nggak usah kesel apalagi sampai ponselnya dilempar. sabar ya 🥰
Mada : tenang aja, nanti kalau gue muncul pasti seru.
mendingan Rindu la,jaaaauuuh banget kelakuan kamu dan Rindu...
gimana mau jatuh cinta ma kamu
😆😆😆😆
kamu gak masuk dalam hati Mada Arba,lebih baik sadar diri...
jauh jauh gih dari Mada
babat habis sampai ke akarnya...
🤬🤬🤬🤬🤬