NovelToon NovelToon
The Great General'S Obsession

The Great General'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Obsesi / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Sungoesdown

Wen Yuer dikirim sebagai alat barter politik, anak jenderal kekaisaran yang diserahkan untuk meredam amarah iblis perang. Tetapi Yuer bukan gadis biasa. Di balik sikap tenangnya, ia menyimpan luka, keberanian, harga diri, dan keteguhan yang perlahan menarik perhatian Qi Zeyan.

Tapi di balik dinginnya mata Zeyan, tersembunyi badai yang lambat laun tertarik pada kelembutan Yuer hingga berubah menjadi obsesi.

Ia memanggilnya ke kamarnya, memperlakukannya seolah miliknya, dan melindunginya dengan cara yang membuat Yuer bertanya-tanya. Ini cinta, atau hanya bentuk lain dari penguasaan?

Namun di balik dinding benteng yang dingin, musuh mengintai. Dan perlahan, Yuer menyadari bahwa ia bukan hanya kunci dalam hati seorang jenderal, tapi juga pion di medan perang kekuasaan.

Dia ingin lari. Tapi bagaimana jika yang ingin ia hindari adalah perasaannya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sungoesdown, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Belum Usai

Suara Zeyan masih membekas di udara, seperti gema yang tak kunjung usai.

Yuer berdiri di tengah ruangan, tubuhnya kaku, rahangnya mengeras. Dadanya naik turun tak teratur, tapi wajahnya tetap tenang atau setidaknya itulah yang terlihat di permukaan.

Ia tidak berteriak. Tidak mengutuk. Hanya diam.

Lalu perlahan, ia duduk di pinggir tempat tidur. Jemarinya mencengkeram kain kasur, begitu kuat hingga buku-bukunya memutih. Matanya menatap kosong ke arah pintu yang sudah tertutup.

Dan akhirnya, air mata yang berusaha ia tahan jatuh. Tanpa suara.

Bibirnya tetap terkatup rapat, seperti tak ingin satu pun isakan lolos keluar. Tapi pipinya basah. Matanya memerah. Bahunya sedikit bergetar pelan seperti seseorang yang terlalu lama menahan napas.

Rasanya menyakitkan, lebih dari yang ia kira.

Ia menggigit bibir bawahnya, mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Seharusnya ia tidak mengharapkan apa-apa. Bukankah sejak awal ia tahu siapa Qi Zeyan itu? Bukankah ia selalu berkata bahwa ia hanya menjalankan perintah, bahwa tidak ada yang perlu diharapkan dari seorang pria seperti Zeyan?

Lalu kenapa sekarang ia merasa begitu hancur?

Kalau memang dia tidak merasakan apa-apa, seharusnya dia tidak perlu marah. Tidak perlu kecewa. Tidak perlu menangis seperti ini. Bahkan  pertengkaran tadi pun begitu menyakitkan.

Tangannya terangkat, menghapus air mata yang terus jatuh, seolah bisa menghapus perasaannya juga. Tapi yang tertinggal justru lebih dari sekadar basah di wajah, yang tertinggal adalah kegagalan Yuer menjaga batasnya sendiri.

Untuk pertama kalinya sejak dikirim ke tangan Qi Zeyan oleh ayahnya, sejak malam-malam panjang di benteng, Yuer menangis hingga dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya.

Bukan karena rasa takut. Bukan karena perlakuan kasar. Tapi karena hatinya sendiri, yang diam-diam mulai berharap, dan sekarang diam-diam patah.

...

Cahaya matahari menembus lembut tirai tipis dari aula perjamuan kediaman keluarga Jinhwa. Musik pernikahan tradisional bergema meriah, penuh suara kecapi dan genderang. Wangi dupa dan bunga peony mengisi udara, menyatu dengan warna-warna merah dan emas yang mendominasi ruangan.

Yuer tiba lebih awal dari yang diharapkan, mengenakan jubah formal warna anggur tua, rambutnya disanggul rapi dengan hiasan emas kecil. Tidak ada satu pun garis murung di wajahnya. Tidak satu pun kelembutan jatuh dari bahunya. Ia tampak baik-baik saja, atau setidaknya kelewat baik-baik saja bagi Zeyan. Dan tak pernah terlintas dalam benak Zeyan bahwa melihat seseorang harus tersenyum di depan khalayak setelah disakiti olehnya terasa begitu mencabik hatinya.

Ia berjalan masuk ke aula perjamuan dengan langkah ringan, memberi salam hormat pada Lady Jinhwa. Beberapa wanita dari keluarga sekutu menyapanya dengan ramah. Seorang di antaranya, Nyonya dari keluarga Shen, menepuk ringan punggung tangannya.

"Nona Wen, tak ku sangka akan melihatmu di tempat ini. Kau ingat aku? Terakhir kali aku melihatmu saat kau masih kecil..."

Wen Yuer terdiam. Dia ingat, wanita itu datang saat upacara kematian ibunya dulu sekali.

Yuer menunduk sopan, senyum tipis tapi hangat.

"Ah, benar Nyonya Shen, senang melihat Anda tampak sehat dan bahagia."

Wanita itu tertawa kecil, "Benarkah? Aku juga berharap kau bahagia, tapi, melihat statusmu sebagai Nyonya Qi saat ini, apakah kau bahagia Wen Yuer?"

Yuer membelalak. Mendengar panggilan Nyonya Qi terasa menghantam dadanya. Semua orang yang tidak mengetahui kebenarannya menganggap Yuer telah dinikahi oleh Qi Zeyan. Gelar itu cukup untuk membuat siapapun ragu untuk berbicara dengannya bahkan meski ia hanya korban politik, menjadi istri seorang Qi Zeyan—terdengar menyeramkan.

Tampaknya Nyonya Shen menyadari perubahan ekspresi Wen Yuer dan menyentuh tangannya dengan lembut.

"Pernikahanku dan suamiku pun menikah karena politik, kata 'bahagia' itu terdengar mustahil bagiku. Tapi, dia tidak menyakitimu kan Wen Yuer?"

Wen Yuer menggeleng. "Tidak, dia tidak menyakitiku."

"Syukurlah. Aku masih menghargai mendiang ibumu sebagai temanku, jadi, kalau kau butuh bantuanku, datang saja padaku ya?"

Senyum tulus terukir di wajah Yuer. "Aku akan mengingatnya, Nyonya Shen."

Tak jauh dari tempat Yuer, Zeyan duduk di baris utama, beberapa kursi di depan. Ia sempat menoleh saat Yuer masuk, tetapi Yuer bahkan tak menoleh sedikit pun ke arahnya.

Yuer duduk di tempat yang telah disiapkan untuknya, beberapa kursi di samping kiri. Masih dalam lingkaran utama, cukup dekat untuk dianggap "pasangan", tapi cukup jauh agar mereka tak saling bicara.

Gadis itu duduk tegak, tenang. Sesekali menyesap teh. Sesekali menyapa pelayan atau tamu dengan anggukan sopan. Tidak ada yang salah dengan sikapnya, namun juga tidak ada yang benar-benar hidup di dalamnya. Setidaknya Zeyan tahu kebenarannya.

Zeyan melirik sekali, dua kali, kemudian kembali menatap ke depan. Tapi pandangannya tidak fokus. Ada sesuatu yang ia cari, tapi tak tahu bagaimana meraihnya.

Yuer tetap menatap ke panggung upacara, tersenyum kecil saat pengantin datang. Tapi dalam senyum itu, hanya ia yang tahu, ada rasa yang tak ikut hadir.

...

Lentera telah dinyalakan, menggantung di antara pilar-pilar tinggi aula khusus perempuan. Suara tawa para wanita bangsawan menggema, riuh rendah, menyatu dengan iringan alat musik ringan yang dimainkan di sudut ruangan.

Begitu Yuer melangkah masuk, bisik-bisik pun mulai terdengar.

"Apa itu dia?"

"Iya, putri Jenderal kekaisaran."

"Tumbal perdamaian, katanya. Iblis dari utara pun bisa menundukkan putri seorang Jenderal rupanya."

"Kalau ayahnya mencintainya, apakah dia akan dikirim sejauh itu?"

"Tapi, bukankah seharusnya dia berterima kasih karena akhirnya diperistri. Meski iblis perang sekalipun, Tuan Qi itu sangat tampan."

Yuer mendengarnya. Jelas. Tapi ia hanya menegakkan bahunya, matanya lurus, tanpa sedikit pun menoleh ke arah mereka.

Namun, tak lama kemudian, seseorang melangkah keluar dari kerumunan dan mendekatinya. Seorang gadis dalam pakaian hijau tua berhiaskan bordiran lembut. Rambutnya tidak disanggul tinggi seperti para selir muda yang sedang tertawa itu, melainkan dikepang longgar ke samping.

"Wah," katanya ringan, dengan senyum malas, "akhirnya aku menemukan seseorang yang tidak hanya bergosip dan menyentuh rambut terus-menerus seolah rambutnya akan lepas."

Yuer menoleh. Seketika, matanya melunak sedikit. Ia mengangguk kecil dan tersenyum samar. "Aku rasa kau barusan menyelamatkanku dari membeku di sudut ruangan."

Gadis itu tertawa ringan. "Aku Qinghe. Putri dari Penguasa Danjing. Dan kau jelas bukan tipe yang cocok duduk diam di tengah cemoohan terselubung."

"Yuer," sahutnya singkat. "Aku memang tidak begitu menyukai tempat tertutup penuh gosip ini."

Qinghe menyeringai. "Bagus, bagaimana kalau kita pergi? Mereka takkan sadar, terlalu sibuk membandingkan kilau jepit rambut dan keindahan tangan suami mereka."

Keduanya melangkah keluar dari istana utama, menyusuri jalan setapak yang menurun ke arah pasar malam yang dibuka khusus untuk para tamu undangan. Lentera gantung berayun pelan di sepanjang jalan, dan aroma manis manisan kacang serta daging panggang memenuhi udara.

Yuer menarik napas panjang. "Disini jauh lebih tenang." Rasanya riuh ramai pasar lebih baik.

Qinghe menoleh padanya. "Kau kelihatan seperti seseorang yang telah mengalami banyak hal, Yuer."

Yuer tersenyum kecil tapi tak menjawab. Mereka menyusuri kios demi kios, mencicipi sedikit permen manis, mendengar kakek tua memainkan alat musik, melihat anak kecil tertawa sambil mengejar lentera kertas. Ini sedikit mengingatkannya akan Mingyue, ah Yuer merindukan gadis itu.

Qinghe memperhatikannya. Tapi tak bertanya. Ia hanya berdiri di samping Yuer, membiarkannya menikmati malam yang terasa lebih hidup daripada kemewahan di istana.

Dan untuk pertama kalinya sejak sore itu, sejak pertengkaran dan luka-luka yang tak sempat diberi nama—Yuer merasakan hatinya sedikit mengendur.

...

Malam itu, koridor istana senyap.

Lampu-lampu minyak bergoyang tertiup angin, menerangi lorong-lorong panjang di paviliun tamu Haeyun. Pintu kamar Yuer berderit pelan saat dibuka. Ia baru saja kembali dari berjalan-jalan, wajahnya tampak datar, nyaris tanpa emosi. Tapi di dalam matanya masih ada bekas perasaan yang belum sempat padam.

Tanpa disangka, Zeyan keluar dari kamarnya di saat yang nyaris bersamaan. Kamar mereka memang saling bersebelahan.

Tatapan mereka bertemu dalam diam.

Yuer hanya menatap sepersekian detik sebelum ia mengalihkan pandangan dan melanjutkan langkah masuk ke kamarnya, tanpa sepatah kata pun.

Zeyan tidak berkata apa-apa saat itu. Tapi begitu pintu kamar Yuer menutup, ia berdiri di tempat cukup lama. Jari-jarinya mengepal di sisi tubuhnya. Napasnya berat.

Beberapa detik kemudian, pintu kamar Yuer terbuka kembali.

Yuer berdiri di depan jendela, membelakangi pintu. Ia tahu siapa yang masuk tanpa perlu menoleh.

Zeyan menutup pintu dengan suara pelan tapi tegas.

Lalu ia berkata, tanpa basa-basi.

"Wen Yuer, situasi ini benar-benar membuatku tidak nyaman."

"Kau mau terus seperti ini? Kita tidak sedang berada di rumah untuk bertengkar bodoh seperti ini."

Yuer tak menoleh. Angin malam menyibak tirai tipis di jendelanya. Suaranya keluar dingin dan pelan.

Rumah? Rumah apa yang Zeyan maksud?

"Katakan, apa yang bisa membuatmu nyaman seperti di 'rumah' yang kau maksud? Sudah tugasku, kan? Melakukan perintahmu."

Nada sarkastisnya tak bisa disembunyikan.

Zeyan menggeram pelan. Tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras. Ia ingin bicara, tapi bahkan dia sendiri tak tahu kata apa yang bisa memperbaiki ketegangan ini. Ia membenci sikapnya sendiri dan membenci sikap Yuer yang seolah begitu pasrah tapi juga menusuk.

"Kalau kau mau terus seperti ini, terserah."

Suaranya dingin. Bukan karena tidak peduli, melainkan karena terlalu peduli, dan dia tidak tahu caranya menghadapi itu.

Zeyan berbalik, membuka pintu. Kali ini ia benar-benar membantingnya.

Suara kerasnya menggema di sepanjang lorong.

Di dalam kamar, Yuer berdiri kaku. Ia tak menoleh, tak bicara. Tapi matanya terpejam pelan, seolah ingin menghentikan dunia yang terus mendorongnya untuk kuat, bahkan ketika ia hanya ingin bernafas tanpa harus bertahan.

Apakah aku melangkah terlalu jauh?

Mungkin Yuer kelewat keras kepala. Mungkin dia berlebihan. Apa yang sedang ia harapkan? Bahwa Zeyan akan meminta maaf padanya? Oh, katakanlah Yuer memang bodoh.

Sepertinya mereka akan melewati sisa hari di Haeyun seperti ini sampai Zeyan selesai dengan urusan politiknya.

1
lunaa
lucu!!
lunaa
he indirectly confessing to herr 😆🙈
lunaa
gak expect tebakan yang kupikir salah itu benar 😭
lunaa
yuerr lucu bangett
lunaa
damn zeyan, yuer juga terdiam dengarnya
Arix Zhufa
baca nya maraton kak
Arix Zhufa
semangat thor
Arix Zhufa
ehemmmm
lunaa
itu termasuk dirimu zeyan, jangann nyakitin yuerr
Arix Zhufa
mulai bucin nich
Arix Zhufa
cerita nya menarik
Arix Zhufa
Alur nya pelan tapi mudah dimengerti
susunan kata nya bagus
Sungoesdown: Makasih kak udah mampir🥰
total 1 replies
Arix Zhufa
mantab
Arix Zhufa
Thor aku mampir...semoga tidak hiatus. Cerita nya awal nya udah seru
Sungoesdown: Huhuuu aku usahain update setiap hari kak🥺
total 1 replies
lunaa
liat ibunya jinhwa, pasti yuer kangen sama ibunya 😓
lunaa
then say sorry to herr 😓
lunaa
suka banget chapter inii ✨🤍 semangat ya authorr 💪🏻
Sungoesdown: Makasih yaa🥰
total 1 replies
lunaa
yuer kamu mau emangnyaa 😭🤣
lunaa
dia mulai... jatuh cinta 🙈
lunaa
menunggu balasan cinta yuer? wkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!