NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania memilih diam. Tapi diamnya Rania adalah hukuman terbesar untuk suaminya. Rania membalas perbuatan sang suami dengan pengkhianatan yang sama, bersama seorang pria yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Balas dendam menjadi permainan berbahaya antara dendam, gairah, dan penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan Terlarang Yang Semakin Tumbuh...

Pagi itu matahari terasa lebih dari biasanya. Debu proyek beterbangan, bercampur dengan bau semen basah yang menyengat. Para pekerja sudah terbiasa dengan suasana seperti ini. Tapi tidak dengan Rania. Sering kali ia bersin - bersin dan matanya memerah karena debu tebal, atau pusing karena bising suara mesin yang tanpa henti. Rania tahan - tahan. Tak menyerah.

Matahari baru sedikit naik, tapi baju Rania sudah penuh noda. Bagian punggungnya basah kuyup oleh keringat, tertutup rompi berwarna kuning. Rambutnya lepek, matanya berkunang - kunang memperhatikan crane yang turun naik mengangkat besi. Mencatat setiap detail. Fokus. Teliti.

Sesekali ia bertanya pada Pak Rudi, atau protes ketika ada yang tak sesuai,

           "Pak Rudi, rangkanya kurang sesuai dengan gambar...."

           "Instalasi sebelah sana sudah selesai?"

           "Tukangnya harus ditambah sepertinya, Pak.."

Banyak yang Rania tak pahami, tapi ia terus belajar. Untuk Rania tak ada jalan keluar selain mengikuti skenario yang ditentukan orang lain untuknya. Suka atau tidak.

Suara mesin molen berputar riuh. Mesin las tak mau kalah, bising membelah. Hingga, semuanya perlahan mereda ketika mobil hitam berhenti di depan lokasi. mengisi slot parkir di tengah kendaraan - kendaraan berat.

Askara turun dari mobil yang mengkilat itu, postur tinggai menjulang, dengan kacamata hitam bertengger di hidung bangirnya. Kemeja abu - abu dengan lengan yang digulung rapi dibawah siku, dipadukan celana hitam. Tanpa jas. Sesederhana itu, tapi membuat semua orang spontan menegakkan badan.

Di belakangnya, asisten menguntit setia. Menyodorkan helm proyek untuk dipakai atasannya.

Para pekerja serempak memberi salam. Rania yang berdiri di samping Pak Rudi ikut menunduk, berusaha netral meski detak jantungnya tak karuan.

       "Selamat pagi. Pak Askara," sapa Pak Rudi.

       "Pagi," jawab Askara datar. Pandangannya menyapu area proyek, lalu berhenti pada satu titik, Rania.

       "Boleh saya lihat rencana progress hari ini?" tanya Askara, kacamata hitamnya dibuka, lekat menatap Rania.

Rania mengangguk, menyerahkan laporan. Jari - jari Askara bersentuhan dengan jarinya. Singkat. Cepat. Tapi cukup untuk membuat napas Rania patah sepersekian detik.

      "Bisa saya lihat langsung aplikasinya di lokasi?" tanya Askara, beralih pada Pak Rudi.

      "Bisa Pak... bisa ditunjukkan oleh Bu Rania. Kebetulan... Bu Rania yang inspeksi langsung dan menemukan masalahnya." jawab Pak Rudi.

Rania mengangguk patuh, "Silakan ikut saya, Pak."

Askara melihat ke sekeliling, menatap para pekerja yang masih berjejer rapi di pinggir menyambutnya. "Pak Rudi, minta semua untuk mulai lagi pekerjaannya. Kita tidak boleh buang - buang waktu, deadlinenya sudah dekat" ucap Askara pada Pak Rudi, sebelum berjalan beriringan dengan Rania.

Suara mesin molen kembali riuh. Para pekerja kembali ke pos masing - masing. Sesekali gelak tawa terdengar, bergantian dengan teriakan perintah atau candaan ringan.

Rania dan Askara berjalan masuk ke area bangunan setengah jadi. Melewati rangka - rangka besi, papan - papan kayu, dan lampu - lampu sorot.

Lorong diantara rangka besi itu sempit dan sepi. Belum ada pekerja yang datang, menunggu instruksi dari Pak Rudi.

       "Untuk bagian ini sudah sesuai gambar, tapi tadi malam setelah saya cek lagi... ada yang masih harus diperbaiki."

Askara berdiri mendekat. Lorong itu terlalu sempit... nyaris menghimpit. Bahu mereka hampir bersentuhan. Sangat dekat. Rania bisa mendengar tarikan napas Askara dan wangi parfumnya yang membungkus ruang kecil itu.

        "Kamu sudah sarapan?"

Pertanyaan itu sederhana, tapi tatapan mata Askara berbeda. Kembali hangat seperti saat mereka hanya berdua. Seperti kemarin. Dan seperti malam ciuman itu.

         "M-maaf?" Tanya Rania gugup.

         "Aku bertanya, kamu sudah sarapan?"

Rania menggeleng. "Belum sempat. Aku pikir... nanti saja setelah semua beres." ucapnya, Mengikuti Askara, tak kaku lagi. Rania paham pola Askara. Ia akan sangat dingin dan profesional depan banyak orang. Dan menghangat saat berdua.

          "Kamu pucat."

Rania tersenyum kecil. "Tidak apa - apa, aku sudah terbiasa."

Askara menghela napas pendek. Tatapannya turun ke bibir Rania yang kering.

         "Minum yang banyak, disini panas sekali."

         "Baik." Jawab Rania.

         "Dan belajar pelan - pelan saja, tidak perlu buru - buru. Tidak semua hal harus kamu pahami dalam satu waktu."

         "Aku tak mau mengecewakan."

         "Mengecewakan? untuk siapa?"

         "Untukku, untuk mereka yang merendahkanku, dan..."

         "Aku?" Tanya Askara

Rania mengangguk pelan. "Kamu yang bilang kan kalau aku tidak boleh mengecewakanmu?".

Askara diam beberapa detik. Tangannya terangkat, merapikan helm proyek di kepala Rania. "Pakai yang benar, disini area berbahaya."

Wanita itu menahan napas. Tak sadar ketika menatap bibir Askara. Tipis. Lembab.

         "Lihat apa?"

         "Bibir... bibir kamu," jawab Rania setengah sadar.

Untuk pertama kali di hari itu Askara tersenyum kecil. "Kenapa? Apa kamu ingin dicium lagi,"

Rania menghela napas. "Entahlah... mungkin harus menunggu sampai aku menangis dulu." ucapnya Memberanikan diri. Refleks. Terbawa suasana.

Dari helm, tangan Askara turun ke rahang Rania. Wajah cantik itu, ia angkat sedikit. "Kalau disini?"

Rania menahan napas. Jantungnya seperti di palu. "D-disini... sekarang?"

Langkah orang - orang terdengar mendekat dari ujung lorong, suara Pak Rudi bicara dengan asisten Askara mulai memenuhi ruang. Askara menarik diri perlahan.

        "Sampai jumpa di kantor," katanya datar, seolah tak terjadi apa - apa. Meninggalkan Rania yang berdiri mematung. Nafasnya kacau, tangannya meremas kertas di genggaman.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Siang mulai bergeser sore. Matahari menyorot miring ke dalam ruangan kecil itu. Ruang site manager hampir kosong. Para pekerja sudah pulang satu - satu, menyisakan sunyi. Hanya suara kipas tua berdecit dia atas kepala.

Rania duduk di balik meja, tubuhnya lunglai. Di layar laptop, laporan yang harus ia selesaikan tampak berjejer... angka dan catatan. Matanya buram, tapi jari - jarinya tetap bergerak di atas keyboard.

Ia ingin cepat menyelesaikan ini. Ingin segera kembali ke kantor. Sejak tadi, pikirannya tidak bisa diam. Bayangan tadi pagi terus berulang... lorong sempit itu, suara berat Askara, jarak yang begitu dekat, nafas yang hampir menyatu. Andai saja orang - orang tidak datang. Andai...

Rania menggigit bibir, menepuk pipinya pelan. "Selesaikan dulu, Ran," gumamnya. Tapi tubuhnya tidak mau kompromi.

Perutnya kosong sejak pagi, hanya diisi air putih. Kepalanya mulai ringan. Bahunya berat. Huruf - huruf di layar mulai berputar. Ia mencoba fokus, tapi dunia di sekitarnya pelan - pelan memudar.

Sampai akhirnya semuanya gelap.

"Bu Rania? Bu Rania!"

Suara panik memecah sunyi. Dion asistennya Askara, berdiri di pintu dengan map di tangan, terkejut melihat Rania terkulai di atas meja.

"Bu! Astaga..." Tanpa pikir panjang, ia meletakkan map di kursi, mendekat, menepuk bahu wanita itu.

Tidak ada respon. Napas Rania pelan sekali.

Dion menarik napas panjang, lalu menunduk, meraih tubuhnya. "Maaf ya, Bu," ucapnya lirih sambil mengangkat tubuh Rania. Ringan. Ringkih.

Ia memanggil dua pekerja yang masih di luar untuk membantu membuka pintu, lalu ia bergegas masuk ke mobil.

Klinik terdekat jadi tujuan. Sepanjang jalan Dion beberapa kali menoleh dari spion tengah, memastikan Rania masih bernapas. Hatinya ikut panik.

...****************...

Di klinik...

Udara dingin AC menusuk kulit. Rania dibaringkan di ranjang pemeriksaan. Dokter memeriksa, lalu memasang infus di lengan.

"Penyebabnya apa, Dok?" Dion bertanya cemas.

Dokter menulis sesuatu di kertas. "Dehidrasi. Kurang gizi. Kurang istirahat. Dia jatuh karena tubuhnya tidak kuat lagi." Terang dokter berkaca mata itu. "Syukurlah sudah sadar," ucap sang dokter melihat Rania yang pelan membuka matanya. "Bu, sudah berapa lama tidak makan teratur dan bergizi?"

Rania mengerjap, bingung. "Saya... tidak tahu."

        "Kapan terakhir makan yang benar - benar layak? Nasi, lauk, sayur... bukan hanya kopi atau cemilan seadanya?" tanya dokter itu lagi.

Rania menunduk. Pertanyaan sederhana itu rasanya menusuk. "Saya tidak ingat, Dok."

Dion yang berdiri di sudut ruangan terdiam, menatap prihatin.

       "Baiklah... di infus dulu ya. Sekarang soal biaya," kata dokter ramah. "Ibu bisa pakai asuransi Atmadja, ya. Perusahaan ini sudah kerja sama dengan kami."

Rania cepat - cepat menggeleng. "Tidak, Dok. Saya bukan pegawai Atmadja. Saya hanya... membantu di proyek. Saya cicil saja, ya. KTP saya tinggal di sini dulu, tidak apa - apa."

Dokter terdiam. Bingung. "Tapi... kalau tidak pakai asuransi, biayanya lumayan."

"Tidak apa - apa. Saya bayar nanti." Rania tersenyum kecil, seolah semua baik - baik saja. Padahal genggamannya di ujung selimut mengeras.

Dari balik pintu yang sedikit terbuka, ada seseorang yang mendengarkan percakapan itu. Wajahnya tegang. Rahangnya mengeras, tapi tidak satu pun kata keluar dari bibirnya. Askara berdiri disana. Ia menunggu sampai suara dokter mereda, lalu berbalik pergi. Tanpa mengetuk pintu. Tanpa menampakkan diri.

...****************...

Setelah hampir dua jam, kondisi Rania lebih baik, infus dilepas. Ia duduk pelan, merapikan rambut kusutnya.

"Bu, ini tagihannya," kata petugas administrasi yang mendatanginya. "Tapi kalau Ibu mau, besok bisa langsung mengurus asuransi Atmadja. Nama Ibu sudah ada di sistem, jadi sudah aktif."

Rania mengernyit. "Sistem? Nama saya?"

Petugas itu tersenyum bingung. "Iya. Baru masuk barusan. Kontrak pegawai proyek."

Rania membeku. "Saya... tidak pernah daftar."

Sebelum petugas menjawab, Dion datang membawa kartu asuransi. "Ini, Bu. Sudah dibereskan."

"Tapi saya bukan..."

"Mulai hari ini, Bu Rania terdaftar sebagai pegawai kontrak. Perintah langsung Pak Askara." Potong Dion sopan.

Rania tercekat. "Pak Askara?"

Dion mengangguk. "Beliau yang menginstruksikan langsung."

Rania memegang kartu itu lama sekali. Hangat menjalar di ujung jari. Ada sesuatu yang meronta, mendesak, hendak keluar dari dadanya. Entah lega, entah sesak. Perasaan yang tak sanggup diucapkan lewat kata - kata.

"Askara..." gumamnya dalam hati.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara itu, di kantor pusat Atmadja, Askara berdiri di depan jendela besar ruangannya. Matanya menerawang jauh ke arah kota. Semua rapat sudah selesai, tapi pikirannya masih tertinggal di klinik kecil itu. Ia tak mengirim pesan. Tidak menelepon. Atau sekadar bertanya tentang kabar Rania.

Cukup dengan satu keputusan. Diam - diam. Supaya perempuan itu tidak perlu lagi menahan lapar.

Dan sore itu, untuk pertama kalinya, ia merasa rapat terpanjang dalam hidupnya selesai dengan hati yang tak tenang.

"Rania..." gumamnya dalam hati.

(Bersambung)....

1
yuni ati
Mantap/Good/
Halimatus Syadiah
lanjut
Anonymous
buat keluarga Niko hancur,, dan buat anak tirinya kmbali sama ibux,, dan prlihatkn sifat aslix
Simsiim
Ayo up lagi kk
Kinant Kinant
bagus
Halimatus Syadiah
lanjut. ceritanya bagus, tokoh wanita yg kuat gigih namun ada yg dikorban demi orang disekelilingnya yg tak menghargai semua usahanya.
chiara azmi fauziah
kata saya mah pergi aja rania percuma kamu bertahan anak tiri kamu juga hanya pura2 sayang
Lily and Rose: Ah senengnya dapet komentar pertama 🥰… makasih ya udah selalu ngikutin novel author. Dan ikutin terus kisah Rania ya, bakal banyak kejutan - kejutan soalnya 😁😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!