kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ini bukan seperti yang kau lihat
“Jadi sekarang kamu sama Tama jadian, Zel? Aku lihat tadi di depan sekolah,” ucap Amira saat baru masuk ke dalam kelas dan duduk di sebelah Zelena.
Zelena menatap Amira, seolah ada yang ingin ia katakan, namun suasana saat ini tidak memungkinkan. Terlalu banyak orang yang melihat kejadian tadi, jadi tak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya.
“Iya. Nanti malam kamu datang kan? Kita berangkat bareng?” Zelena berusaha mengalihkan pembicaraan agar Amira tidak terus-menerus bertanya tentang kejadian tadi.
“Enggak, aku berangkat sendiri aja, Zel. Ada beberapa barang juga yang harus aku siapkan,” jawab Amira dengan nada mulai ketus.
Jam pelajaran berlalu. Zelena dan Amira keluar kelas bersamaan, tapi keduanya hanya diam saja, seolah ada yang mereka rahasiakan dari satu sama lain.
Hingga...
Tama datang dan memegang tangan Zelena. “Kamu mau langsung pulang?” tanyanya sambil menatap Zelena di sebelahnya.
Zelena diam saja. Ia hanya tersenyum canggung.
Amira menatap mereka berdua. Rasa cemburu di dalam dadanya membara, tapi tidak bisa ia perlihatkan. “Wah, lengketnya yang baru jadian,” ucapnya sinis.
Zelena berusaha melepaskan tangan Tama, namun Tama tidak mau melepas. Ia terus menggenggam tangan Zelena.
“Kamu kenapa, Zel?” tanya Tama.
“Kak Kenzo udah datang, aku duluan ya,” jawabnya saat melihat Kenzo sudah menunggu di depan gerbang sekolah. Anehnya, kali ini bukan Arman atau Leon yang menjemput, tapi Kenzo, kakaknya sendiri.
Tama dan Amira sama-sama melihat Zelena masuk ke dalam mobil bersama Kenzo.
“Tama, nanti malam sebelum ke lokasi, kamu jemput aku ya. Kita berangkat bareng,” ucap Amira saat berdiri di sebelah Tama.
Tama menatap Amira. “Tapi aku mau jemput Zelena dulu, ya. Baru kita bertiga berangkat bareng.”
“Zelena berangkat sama sopirnya. Dia bilang begitu tadi. Dia juga nyuruh kita berangkat sama-sama,” Amira mulai berbohong karena Tama tidak pernah merasakan kehadirannya.
“Oke,” jawab Tama. Apa pun yang berhubungan dengan Zelena akan selalu Tama turuti—itulah sebabnya Amira membawa-bawa nama Zelena.
*
*
*
Di suatu tempat yang dikelilingi hutan.
“Udah gak penasaran lagi siapa yang bikin Zelena dalam bahaya, karena dari awal aku sudah tahu itu pasti kamu,” ucap Leon kepada seorang pria yang saat ini berada di dalam mobil.
Leon sengaja menyelidiki semua tentang Arman, dan ia mendapatkan apa yang ia mau—tentu saja dengan bantuan pamannya. Ia mengirim pesan kepada Arman, bahwa jika Arman tidak muncul, maka ia akan membuat laporan resmi.
Arman benar-benar datang, dan kini sedang berada di dalam mobil yang tepat di hadapan Leon.
“Keluarlah, Arman. Aku sudah tahu semua busukmu. Kalau kau tidak keluar, akan kuhabisi kau di dalam sana,” ucap Leon sambil bermain-main dengan pisau yang ia pegang.
Arman keluar. Ia memakai topi, seolah malu, padahal Leon sudah tahu jelas bahwa pelakunya adalah dia. “Apa yang ingin kau katakan?” tanyanya dengan nada menantang.
Leon maju dan menodongkan pisau ke leher Arman. “Kau melukai gadisku. Dia kedinginan, kesakitan, dan ketakutan. Membalas apa yang dia rasakan, tidak akan cukup,” ucap Leon menahan amarah.
Arman sama sekali tidak takut, karena ia yakin Leon tidak akan membunuhnya semudah itu. “Apa yang kau inginkan? Karirku hancur?” tanyanya datar.
Leon melepaskan pisau dari leher Arman. “Tentu saja tidak. Itu saja tidak akan cukup. Karena aku sangat membencimu.”
“Lalu kenapa kau memanggilku? Ada kesepakatan lain? Kau ingin aku melakukan apa?” Arman mulai kesal dan emosi karena Leon terlihat paling berkuasa.
“Tidak ada yang aku inginkan darimu. Kematianmu, tapi itu tidak mungkin kulakukan sekarang,” ucap Leon dingin.
“Intinya kau sudah tahu kalau aku pelakunya. Jadi, kesepakatan apa yang kau inginkan agar kenyataan ini tidak tersebar?” Arman mulai bicara terus terang, tanpa basa-basi.
Leon membuang pisaunya. “Cukup. Jauhi Zelena dan jangan sentuh dia lagi,” ucapnya dengan suara berat. Jujur saja, dia ingin Arman lenyap, tapi tidak bisa membuatnya mati.
*
*
*
Acara prom night di sekolah Zelena...
Zelena turun dari mobil. Sepanjang perjalanan, dia berharap bisa melihat Leon. Namun, yang ia harapkan hanyalah angin lalu. Zelena menatap semua orang yang masuk ke sekolah, tapi tak satu pun dari mereka mirip Leon.
Zelena mulai melangkahkan kakinya menuju gedung tempat prom night diadakan. Namun sebelum sampai, dia melihat Amira dan Tama turun dari mobil yang sama.
Zelena mendekati mereka. Bukan untuk menyindir, hanya ingin tahu, apakah Amira menyimpan perasaan pada Tama?
“Kalian berangkat bareng?” tanyanya sambil menatap Amira dan Tama yang berdiri bersebelahan.
Amira panik. Dia pikir Zelena tidak akan melihatnya datang bersama Tama. “Iya, Zel. Kan kamu yang minta,” jawab Amira dengan nada takut ketahuan.
Zelena menatap Tama. “Ya udah yuk masuk,” ucapnya. Ia sama sekali tidak keberatan, bahkan saat Amira berbohong.
*
*
*
Di dalam gedung...
Semua orang menikmati pestanya, tapi Zelena merasa tidak nyaman. Suasana yang sangat ramai membuatnya sesak.
Zelena melihat Amira yang sedang menikmati suasana. Ia ingin mengajak Amira keluar sebentar, tapi urung. Maka dia mendekati Tama. Sekarang, Tama adalah pacarnya, jadi ini sudah menjadi tanggung jawab Tama juga.
“Tama, aku mau keluar sebentar. Sesak banget rasanya di sini,” ucap Zelena sambil menatap sekeliling.
Tama yang sedang asyik ngobrol dengan temannya kini menggandeng tangan Zelena. “Ayo keluar bareng aku,” ucapnya dengan senyuman.
Zelena sebenarnya hanya ingin ijin, bukan diajak keluar bersama. “Aku bisa sendiri, kamu di sini aja—” ucapnya terpotong karena Tama langsung menariknya keluar.
Gerak-gerik Tama dan Zelena dilihat oleh Amira. Ia mengambil kesempatan untuk mengirim bukti kepada Kenzo, kakak Zelena. Kenzo dikenal tidak suka jika adiknya terlalu dekat dengan laki-laki selain orang yang ia kenal. Amira pun mengikuti mereka.
Di taman depan gedung...
Zelena duduk sambil merapikan bajunya yang cukup terbuka di bagian dada. Bahunya juga terasa dingin karena angin malam.
Tama mengambil kesempatan agar Zelena merasa nyaman dan aman bersamanya. “Ini pakai aja jas aku,” katanya sambil membuka jas dan memakaikannya di bahu Zelena.
Zelena menatap Tama. Ini saat yang tepat untuk mengatakan pada Tama yang sebenarnya, batinnya.
Tama memegang tangan Zelena. “Kamu bahagia kan, Zel, sama aku?”
Zelena diam...
“Zel?” panggil Tama. Ia mulai panik karena melihat Zelena seperti tidak baik-baik saja.
Mungkin karena keramaian di dalam, dan sudah dua hari Zelena tidak meminum obatnya, tubuhnya melemah. Ia merasa sangat sesak.
“Zel? Zelena?” Tama memegang pipi Zelena dan menatap wajahnya yang mulai memerah.
Dalam hitungan detik, Zelena kehilangan kesadarannya.
Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,
salam hangat author, Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26