Hidup di tengah-tengah para Pria yang super Possessive tidak membuat Soraya Aleysia Abigail Jonshon merasa Terkekang Ataupun diatur. Karena hanya dia satu-satunya perempuan yang hidup di keluarga itu, baik Ayah maupun kakak-kakaknya, mereka menjaganya dengan super ketat . Bagi mereka, Raya adalah anugrah Tuhan yang harus benar-benar dijaga, gadis itu peninggalan dari Bunda mereka yang telah lama meninggal setelah melahirkan sosok malaikat di tengah-tengah mereka saat ini.
Raya adalah sosok gadis jelmaan dari bundanya. Parasnya yang cantik dan mempesona persis seperti bundanya saat muda. Maka dari Itu baik Ayah maupun Kakak-kakaknya mereka selalu mengawasi Raya dimanapun Gadis itu berada. Secara tidak langsung mereka menjadi Bodyguard untuk adik mereka sendiri.
Penasaran sama kisahnya? kuylah langsung baca.....!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21_Alexander Smith
Raya menarik nafas kemudian membuangnya pelan. Langkah kakinya melambat seiring dengan matanya yang mendapati Shaka berdiri beberapa meter di hadapannya. Pria itu seperti biasa, terlihat tampan dan menawan walaupun tatapan matanya dingin dengan wajah datarnya.
Tidak hanya Shaka, ada Ian dan Mike pula yang berdiri di belakangnya, tidak berbeda jauh dari Shaka kedua pria itu terlihat memilih untuk diam.
Raya terus melangkah mengikis jarak di antara keduanya. Shaka berdiri tepat di depan kelas. Dua langkah lagi Raya akan masuk kedalam tapi dengan cepat Shaka memimpin langkah Raya, memasuki kelas secara bersamaan.
Kosong.
Raya melihat ke sekitar kelasnya, tidak ada satu pun mahasiswa disana. Mike dan Ian? Raya pun tidak melihat kedua pria itu, hanya Shaka dan Raya saja yang masuk kedalam kelas.
" Duduk," masih dalam kebingungan, Raya melihat kearah Shaka yang sudah duduk di kursinya. Tanpa ragu Raya duduk di kursinya - bersampingan dengan Shaka.
" Dimana yang lain?" Pria itu merubah posisi duduknya menghadap Raya, di tatapnya lekat dengan mata hitamnya.
" Kenapa kamu memperdulikan yang lain?" Bukannya Menjawab. Shaka malah berbalik tanya pada Raya. Gadis itu mengangkat satu alisnya tak mengerti, membuat Shaka mengesah menghembuskan nafasnya pelan.
" Cobalah utuk memperdulikan dirimu!!"
" Kamu ngomong apaan sih? Aku nggak mengerti."
" Buat apa kamu menangisi dia?" Ketus Shaka memalingkan wajahnya.
" Dia? Maksudmu Key?" Tanya Raya lagi setelah beberapa detik paham degan tujuan pertanyaan Shaka.
" Aku juga nggak tau," Lirihnya pelan.
Mendengar jawaban dari Raya membuat pikirannya terkecoh 'tidak tahu' maksudnya apa?
" Kamu suka sama dia?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Shaka membuat kepala Raya yang menunduk mendongak kearahnya.
" Nggak," Jawabnya sembari menggelengkan kepalanya
" Saat ini aku tidak menyukainya!"
" Berarti suatu saat kamu akan menyukainya, Begitu?"
" Ng-nggak. Ka, kamu ini kenapa? Kamu membuat ku kembali merasa bersalah." Ucapnya nyaris berbisik namun masih mampu Shaka dengar. Mata Raya mulai berkaca kaca giginya menggigit kuat bibir bawahnya agar tidak terisak.
Dia ingin kembali menangis.
Raut wajah Shaka menjadi sendu, terbesit penyesalan menyelimuti hatinya karena membuat gadisnya sedih " Jangan nangis," ia berusaha untuk menyentuh bahu Raya tapi dengan cepat gadis itu menghindarinya.
" Ray,"
Raya menggelengkan kepala. Matanya terpejam erat dengan derai air mata yang sudah tumpah menyentuh pipinya. Isakan kecil lolos dari bibir mungilnya. ' Ayah, Aya tidak bisa!'
" Ray, astaga kenapa jadi begini?" Sesalnya menggusar wajahnya kasar. Dia nampak frustasi melihat Raya yang menangis tersedu sedu di depannya.
" Ray," Kembali Shaka ingin menyentuh bahu gadis itu, namun lagi, Raya kembali menghindarinya.
" Kamu nggak tau apa-apa Ka!" Ucap Raya di sela tangisannya" Kamu ingin tau kebenarannya huh? Jujur Ka, bukan sama Key aja tapi sama kamu juga aku merasa bersalah."
Alis Shaka terangkat tapi bibirnya tertutup rapat enggan untuk membalas perkataan Raya " Key pikir Aku menjauhinya karena kamu dan nyatanya itu nggak bener. Dia mengataiku munafik dan pembohong Ka, tapi aku bukan orang seperti itu. Aku tulus ingin berteman dengannya tapi entah kenapa dia menuduh ku seperti itu!"
" Dan aku semakin menyesal, di saat kamu peduli sama aku, aku mengabaikan mu dan entah kenapa saat Key menyuruhku untuk memilih di antara kalian," Raya menggantungkan perkataannya, matanya yang sudah sembab menatap dalam pada manik hitam milik Shaka " Aku nggak bisa memilihnya, dan aku.... aku sudah nyaman berteman dengan mu. Meskipun kamu cuek dan dingin tapi kamu adalah pria yang baik!"
" Shaka, Aku mohon jangan pernah bertanya seperti itu lagi. Aku tidak suka. Kenapa kamu terus bertanya ' kamu menyukainya ?' Jujur aku tidak suka itu. Aku tidak suka!" Raya berontak, memukul dada Shaka dengan sisa tenaganya.
Mendengar penuturan Raya membuat kedua sudut bibir Shaka tertarik keatas mengukir sebuah senyuman yang sempurna " Jadi kamu lebih peduli sama aku?!"
" Aku hanya tidak ingin kehilangan teman sebaik diri mu. Meskipun Key yang menjadi teman pria pertama ku tapi kamu .......
" Kamu apa?" Tanya Shaka menarik diri dari pelukan itu. Lalu menangkup kedua pipi Raya dengan kedua tangannya.
" Kamu seperti kakak ku. Selalu menjaga ku dan melindungi ku. Kamu selalu ada untuk ku, dan itu yang membuat ku nyaman dekat dengan mu!"
" Kamu lebih nyaman bersama ku di banding Dia?" Raya mengangguk.
" Baiklah. Aku tidak akan bertanya seperti itu lagi sama kamu." Ucapnya tersenyum tipis " Jangan nangis lagi, aku nggak suka!" Kembali Raya menganggukkan kepalanya. Pria itu menghapus jejak air mata di pipinya lalu menyelipkan anak rambut Aya yang menutupi wajah cantiknya.
" Sudah ku katakan Raya adalah milikku. Gadis ku pujaan hatiku. Dan kau tidak akan ku biarkan kembali membuatnya menangis. Sudah cukup bermain main saatnya kau menerima balasan dariku" batin Shaka
BRAAKKKK
" Sialan. Siapa yang berani membuat adik ku kembali menangis huh?!" Tangannya menggebrak meja dengan kuat, menghasilkan bunyi yang nyaring dan memekakkan telinga. Tanpa peduli dengan tangannya yang memerah, Rey menatap sinis dan tajam pada Pria yang berpakaian formal yang berdiri tepat di hadapannya
"Ini Tuan," Rey menerima amplop berwarna coklat dengan cepat dia mengeluarkan isinya.
Rahangnya kembali mengetat. Isi amplop itu adalah foto Raya yang sedang menangis di dalam kelasnya terdapat pria di hadapannya yang tak lain adalah Mondy.
" Apa gara-gara pria ini Adikku menangis?"
" Iya Tuan."
" Siapa namanya?"
" Shaka Tuan."
Braaakkkkk
Kembali Rey memukul meja kerjanya dengan keras. Sorot matanya menunjukkan jika saat ini dia sedang menahan amarah " Brengsek. Beraninya dia membuat adik ku menangis lagi. Tak akan ku biarkan dia lepas dari cengkeraman ku!"
" Kembali Awasi Cia. Dan terus laporkan pada ku."
Pria itu mengangguk lalu membungkukkan sedikit tubuhnya tanda menghormati Tuannya " Baik Tuan!"
" Apa kau yakin?"
" Sangat yakin Tuan."
Pria berjas putih itu mendudukkan bokongnya di kursi kebesarannya. Jemarinya melihat satu persatu beberapa lembar foto yang baru saja ia dapat dari Roy - pria yang ia tugaskan untuk mengawasi adiknya.
" Kapan kau mendapatkan Foto ini?"
" Tadi pagi Tuan. Selepas Tuan, kakak, dan Ayah Tuan pergi meninggalkan Kampus Nona Muda. Pria itu sudah menunggu Nona Muda di depan kelas lalu memimpin untuk memasuki kelas."
" Terdapat dua teman pria itu berjaga di depan pintu, menghalau mahasiswa lainnya agar tidak masuk kedalam kelas. Saya melihat mereka seperti sedang berdebat Tuan, entah apa yang mereka bicarakan tapi Nona Muda terus menghindar saat Pria itu ingin menyentuhnya" Lanjutnya melaporkan.
" Tunggu. Jadi maksud mu selama Cia menangis tak ada orang lain di dalam kelas selain mereka berdua? Dan.. Aiss berani sekali dia menyentuh adikku? Dasar Bajingan!"
Roy mengangguk " Iya Tuan. Dan ketika saya bertanya pada salah satu Mahasiswa yang sekelas dengan Nona Muda, mereka berkata jika Shaka lah dalang di balik semua ini. Shaka lah yang meminta kelas itu di kosongkan dan juga....
" Juga apa? Jangan membuatku penasaran!" Geram Randi yang melihat Roy menggantungkan perkataannya.
" Dia anak dari Alexander Smith!"
" APA?" Ucap Randi terkejut saat mendengar penuturan dari orang kepercayaannya itu.
" Randi?" Rey terkejut saat Randi masuk secara tiba-tiba kedalam ruangannya. Pria itu terlihat tergesa gesa dengan raut wajah yang cemas
" Kamu sudah mengetahuinya?" Rey mengangguk.
" Pria itu kembali membuat adik kita menangis!"
" Bukan. Bukan yang itu maksud ku! Shaka, dia.. diaa..."
" Jangan membuat ku bingung Randi. Cepat katakan ada apa?"
" Dia putra dari Alexander Smith Kak." Randi menghempaskan bokongnya pada Sofa yang terdapat di dalam ruangan kakaknya itu. Tangannya kembali menggusar wajahnya.
" Apa ayah sudah mengetahuinya?"
Randi menggelengkan kepala " Apa yang harus kita lakukan? Kakak tau siapa Alexander Smith bukan? Kak Cia dalam bahaya. Kita harus menjauhinya dari Pria itu!"
" Kamu benar Ran, kita akan bicarakan ini lagi dengan Ayah, semua keputusan ada di tangannya. Aku yakin Uncle John pun pasti sudah memberi tahu Ayah. Jam berapa sekarang?" Tanyanya pada sang adik.
" Jam tiga lewat kak, Kak aku mencemaskan Cia."
" Kamu tenang saja. Cia pasti baik baik saja!"
" Tapi aku masih menghawatirkan nya. Kenapa dia tidak menghubungi kita? Kakakan tahu jika Cia menangis harus ada orang yang memeluknya agar dia bisa tenang dan berhenti untuk menangis. Aku takut jika terjadi sesuatu padanya! Semalam saja dia terus memanggil-manggil Ayah."
" Percaya pada ku. Disana ada Meli dan Hana yang bisa menenangkannya. Lagi pula jika terjadi sesuatu pada Cia baik Roy maupun Paul mereka pasti akan menghubungi kita!" Ucap Rey menenangkan adiknya.
" Sebentar lagi Cia selesai. Ikut aku kita jemput Cia ke kampusnya." Randi mengangguk lalu mengekori Rey yang berjalan di depannya.