"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Melody merasakan jantungnya berdetak kencang, tubuhnya bergetar tak terkendali saat kata-kata itu meluncur keluar dari mulut Rina. Matanya yang sembab menatap Rina dengan tatapan yang penuh kekecewaan dan kesedihan yang mendalam. "Rina, apa maksudmu dengan semua ini? Bagaimana mungkin kamu mengatakan itu begitu saja tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain?" suaranya tergagap, mencoba menahan air mata yang siap jatuh.
Rina, dengan sikap dinginnya, hanya mengangkat bahu, "Aku hanya jujur. Arkan dan aku sudah bersama selama ini, bahkan kita berdua saling mencintai, jika kamu tidak percaya. Silahkan kamu tanya pada tante Dea, iya kan tan. " Ucap Rina Memandang wajah Dea dengan senyuman anggun milik nya.
Air mata Melody akhirnya jatuh, membasahi pipinya. Dia menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak tangis. Dunia seakan runtuh di hadapannya. Arkan, suami yang selama ini dia percaya dan cintai, ternyata telah mengkhianatinya. Rasa sakit di hatinya tak terperi, seolah-olah ada belati yang menusuk-nusuk.
Dengan langkah gontai, Melody berbalik meninggalkan Rina yang masih berdiri dengan wajah tanpa penyesalan. Melody tahu, mulai detik ini, kehidupannya tidak akan pernah sama lagi. "Rina! Kamu apa apa'ansih. Tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu pada menantu saya! " Ucap Dea marah pada Rina
"Apa, menantu? Maksud tante wanita tadi adalah menantu tante. Dia pasti istrinya kak Arhan kan, tan. Tante jahat banget sih, nikahin kak Arhan kok nggak ngundang aku, "ucap Rina tersenyum, namun senyuman itu langsung luntur ketika mendengar kalimat yang Dea Lontarkan
"Melody bukan istri Arhan, Tapi Melody istri dari Arkan. Nggak seharusnya kamu berkata seperti itu pada Melody, Dan apa apaan itu, kamu bilang kamu kekasih Arkan? Jangan mimpi ya kamu. Arkan dan kamu itu sudah tidak ada hubungan apa apa lagi, bahkan kamu sendiri yang meninggalkan Arkan ketika dia lumpuh, lalu kenapa sekarang kamu datang ke hadapan saya dan mengaku jika kamu kekasih putraku! " Dea berkata dengan nada sinis menatap tak suka pada Rina
"Jangan pernah datang lagi dihadapan saya, Melody ataupun Arkan. Ingat! Ketika kamu meninggalkan Arkan diwaktu dia merasa terpuruk karena kelumpuhan yang dia derita, sejak hari itu hingga saat ini. Kamu bukan siapa siapa lagi bagi saya, maupun Arkan!" Lanjutnya dan pergi dari sana mengejar Melody yang sudah berada didalam mobil sejak tadi.
Rina yang hanya diam sedari awal perlahan senyum simpul diwajahnya mulai terlihat. "Begitukah? Sayangnya aku tidak akan berhenti sama sekali untuk mengejar Arkan, "ucap Rina tertawa sinis.
Di dalam mobil yang bergetar perlahan akibat mesin yang masih menyala, Melody terisak tak terkendali. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat. Dea, yang duduk di sebelahnya, meraih tangan Melody dengan lembut, mencoba menawarkan kehangatan dan kenyamanan.
"Melody, dengarkan mama, ya. Rina itu hanya masa lalu Arkan, bukan apa yang kamu pikirkan," ujar Dea dengan suara lembut namun tegas, berusaha menenangkan hati menantunya itu.
Melody mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata, matanya yang sembab menatap Dea dengan rasa sakit yang mendalam. "Tapi ma, dia... dia bilang dia masih mencintai Arkan," sahut Melody, suaranya tercekat oleh tangis.
Dea menghela napas, matanya penuh empati. "Sayang, Rina meninggalkan Arkan saat dia tahu Arkan mengalami kecelakaan dan menjadi lumpuh. Dia tidak ada saat Arkan membutuhkannya," Dea memegang dagu Melody, memaksanya untuk menatap lebih dalam ke dalam mata Dea, mencari kepercayaan. "Rina hanya kembali karena dia tahu Arkan sudah lebih baik dan mungkin karena alasan lain yang tidak tulus."
Melody, mendengarkan setiap kata dengan hati yang berat, mulai merasakan ketenangan dari penjelasan Dea. Isakan mulai berkurang, digantikan oleh nafas yang lebih teratur. "Mama... benarkah itu semua?" tanya Melody, suaranya masih lirih.
Dea mengangguk, mempererat genggaman tangannya. "Percayalah, Melody. Arkan mencintaimu, dan apa yang terjadi hari ini hanya kekeliruan yang tidak perlu mengganggu kalian. Arkan hanya milikmu."
Dengan perlahan, Melody mulai mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengusir sakit hati yang sempat menghujam. Dea terus berada di sisi, mengusap punggung Melody dalam upaya menenangkan. Di dalam mobil yang kini terasa lebih hangat karena kehadiran kasih sayang, Melody mulai merasa lebih baik, berkat kebenaran yang telah Dea bagikan.
"Bagaimana masa lalu mereka dulu ma? Apa mama tau? Bisakah mama ceritakan sepenuhnya padaku? " Pinta Melody penuh harap
"Kamu bisa menanyakan nya nanti bersama Arkan nak. Meskipun mama tau semuanya, tapi ada baiknya kamu bertanya langsung pada Arkan" Ucap Dea namun Melody memaksa agar Dea mau menceritakan semua masa lalu Arkan pada Rina
Dea menarik napas panjang, raut wajahnya tampak berat namun ada kelembutan di sudut matanya saat menatap Melody yang duduk dengan mata berkaca-kaca di hadapannya. "Baiklah, Melody. Mama akan ceritakan semuanya, tapi kamu harus janji akan tetap tenang dan mencoba memahami," ujar Dea dengan suara yang lembut namun terasa berat.
Melody mengangguk, matanya masih menatap Dea dengan harap. Dea mulai bercerita tentang masa lalu Arkan yang penuh dengan liku-liku, tentang bagaimana Arkan berjuang menghadapi kesulitan hidup, kesalahpahaman yang menimpanya, dan bagaimana semua itu membentuknya menjadi pribadi yang kuat namun terkadang tertutup.
Dan bagaimana cara Rina dulu meninggalkan Arkan hanya karena Arkan mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya.
Sesekali Melody menyeka air matanya, mencerna setiap kata yang diucapkan Dea. "Mama tahu ini berat untukmu, Nak. Tapi percayalah, Arkan adalah orang yang baik. Dia mungkin memiliki masa lalu yang kompleks, tapi itu semua telah membuatnya lebih bijaksana dan tangguh," lanjut Dea, tangannya meraih tangan Melody, memberi dukungan.
Melody menghela napas, mencoba menstabilkan emosinya. "Terima kasih, Mama. Aku mengerti sekarang. Aku akan bicara dengan Arkan, aku ingin mendengar semuanya langsung darinya," ucap Melody dengan suara yang lebih tenang, matanya kini memandang dengan keberanian baru. Dea tersenyum, lega Melody bisa mengerti dan siap menghadapi pembicaraan penting itu dengan Arkan.
***
Melody baru saja membuka pintu rumahnya, matanya langsung tertuju pada sosok Arkan yang sedang asyik berbicara dengan Tony, ayahnya, di ruang tamu. Gelas di tangan Melody terasa lebih berat, emosinya memuncak tanpa alasan yang jelas. Di satu sisi, Dea, ibu mertuanya, terus berusaha menjelaskan kepadanya bahwa pertemuan tidak sengaja itu dengan Rina, mantan kekasih Arkan, tidak ada apa-apanya. Namun, penjelasan itu seakan menguap, tak mampu meredakan bara di hati Melody.
Melody menghela napas panjang, kepalanya terasa berat, dia meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Arkan yang semula tenggelam dalam perbincangan dengan ayahnya, tersentak melihat istrinya berlalu begitu saja. Keningnya berkerut, kebingungan menyelimuti pikirannya. Dea yang melihat kejadian itu, segera menghampiri Arkan dan dengan lembut mencoba menjelaskan bahwa Melody mungkin masih terganggu dengan pertemuan tak terduga tadi siang dengan Rina.
Merasa perlu menjernihkan suasana, Arkan segera berdiri dan dengan langkah cepat menyusul Melody yang telah berada di taman belakang. Di bawah sinar bulan, Arkan melihat Melody yang tengah termenung, pandangannya menerawang jauh. Dengan hati-hati, Arkan mendekat, duduk di sampingnya dan menggenggam tangan Melody yang dingin.
“Sayang, aku tahu ini mungkin terasa mengganggu, tapi percayalah, tidak ada yang perlu kita khawatirkan dari pertemuan itu. Rina hanyalah bagian dari masa lalu yang sudah lama kutinggalkan,” ujar Arkan, mencoba meredakan suasana.
Melody menoleh, matanya yang semula redup kini menatap Arkan, mencari kejujuran di balik kata-katanya. Ada getaran dalam suaranya saat ia akhirnya berbicara, “Aku hanya... aku hanya tidak ingin ada yang merusak apa yang sudah kita bangun bersama, mas.”
Arkan mengangguk, mengerti. “Dan tidak akan ada yang merusaknya, Mel. Aku berjanji, aku tidak akan membiarkan siapapun merusak rumah tangga kita. ” ucapnya, seraya menarik Melody ke dalam pelukannya. Di bawah rembulan, kedua hati itu berusaha menyatukan kembali serpihan-serpihan kepercayaan yang sempat tergoncang.