"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.
"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.
"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 - Sesuatu yang harus Diperjuangkan
"Itu juga yang selalu jadi beban pikiranku, Nad. Mungkin mereka dikunci dari luar? Atau dikasih obat tidur sebelumnya?" Hans menduga-duga.
"Dan yang paling masuk akal adalah obat tidur! Berarti sejak awal, kasus ini bukan hanya kebakaran atau kecelakaan biasa, melainkan rencana pembu-nuhan!" Hans menyimpulkan.
"Miranda dan komplotannya, harus mendapat balasan yang setimpal!" ucap Nadine diiringi dendam yang sudah tidak bisa ditahan siapapun.
"Tenang. Kita harus hati-hati, Nad. Jangan gegabah, ya!" pinta Hans, supaya Nadine berpikiran dingin dan jangan asal menuruti dendam saja.
"Aku nggak akan gegabah, Hans. Tapi aku juga nggak mau tinggal diam."
------
Hans segera meminta pakde Rusli agar segera membawa Pak Marto, untuk dimintai keterangan, berikut kesaksian. Lalu, pakde Rusli menyuruh beberapa keponakannya agar memanggil pak Marto.
Tidak berapa lama, pak Marto dengan stelan baju kumuh dan robek, datang di kediaman pakde Rusli. Ia disambut bak seorang yang membawa seikat harapan.
Sebelum ditanyai dan memberikan kesaksian, pak Marto diberikan makan supaya kenyang terlebih dahulu. Tujuannya agar dapat menyatakan kesaksian dengan penuh kejujuran dan ketenangan.
Malam itu, Hans dan Nadine bertemu dengan Pak Marto.
"Saya lihat kedua pemuda itu datang jam dua pagi, pelan-pelan bawa dua jeriken berisi penuh air. Pasti isinya minyak tanah!" ujar Pak Marto, memulai kesaksian setelah perutnya terisi.
“Bapak yakin?" selidik Hans, memastikan dengan jelas.
"Saya sangat yakin." ucap Pak Marto.
“Pak Marto, apakah bapak nanti mau bersaksi di pengadilan?" Hans bertanya serius.
"Kalau demi keadilan orang tua mbak yang satu ini, saya siap!" jawab Pak Marto mantap sambil menunjuk ke arah Nadine.
"Bapak sudah yakin dengan ucapan barusan?" tanya lagi Hans, mencari celah apakah ada keraguan dalam omongan pak Marto.
"InsyaAllah." jawab pemulung itu.
"Tapi bapak harus hati-hati, ya! Ntar kami ajari gimana caranya menjawab pertanyaan-pertanyaan saat memberikan kesaksian. Walau bagaimanapun, orang atau pihak yang kita lawan, mereka punya kuasa besar akan kekuatan dan uang!" Hans mengingatkan.
“Saya nggak akan takut. Mau itu orang paling kaya sedunia! Ataupun dia orang terkuat di dunia, saya akan lawan dengan kesaksian jujur ini. Saya udah tua, dok... nggak punya apa-apa. Kalaupun ada satu hal yang saya punya sekarang, itu adalah kebenaran!"
Semua terkesima dan tersihir oleh ucapan pemulung tua itu. Mereka tidak mengira, orang paling berani diantara mereka, justru adalah orang yang tidak punya apa-apa dan berani menentang kekuasaan besar.
"Semoga, sedikit bantuan saya nanti, bisa membantu kasus ini."
"Sangat. Saya tunggu kesaksian dan bantuan bapak. Terima kasih, Pak!" kata Nadine sambil menggenggam tangan Pak Marto.
"Allah yang akan balas kebaikan bapak, kelak." tambahnya, Nadine melantun doa untuk pak Marto.
------
Keesokan harinya, Nadine dan Hans menemui detektif swasta yang Hans sewa.
"Saya butuh semua rekaman CCTV di sekitar lokasi malam itu, Vin!" pinta Hans pada Kelvin, detektif swasta kenalannya.
"Kami sudah temukan dua rekaman, dok. Satu dari toko bangunan terdekat, satu lagi dari warung dekat gang. Terlihat dua pemuda asing, masing-masing sedang menenteng dua buah jerigen," jawab si detektif.
"Tolong perlihatkan!" ujar Hans yang ikut menemani.
Di video itu, terlihat dua pemuda asing yang dimaksud, nampak mengawasi area sekitar dengan langkah tergesa-gesa.
"Lihat! Itu mereka!" Nadine menunjuk layar dengan jari bergetar.
"Ayo kita identifikasi pengenalan wajah melalui rekaman ini. Sekarang, bukti penting dan kuat, mulai terkumpul." Hans berkata dengan penuh harap.
"Berarti mulai detik ini juga, kita perlu menyiapkan strategi dan langkah selanjutnya, Hans." ucap Nadine sambil berdiri.
"Iya, Nad. Akan kubuat pelaku benar-benar bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Terutama orang atau pihak yang menyuruh mereka." tegas Hans, meyakinkan Nadine.
"Aku akan buat laporan resmi lagi, dengan semua bukti kuat ini." ucapnya.
"Dan aku akan siapkan pengacara," Hans menambahkan lagi.
"Terima kasih, Hans. Kamu satu-satunya yang selalu ada dan membantuku, nggak pernah ninggalin aku. Makasih banyak," Nadine menggenggam jemari Hans.
Mendapat perlakuan langka ini, energi Hans meluap-luap. Wajahnya sumringah dan sangat berseri kembali. Semangatnya selalu menyala, seolah baterai kehidupan dan staminanya tidak pernah habis.
"Aku janji jagain kamu sampai akhir, Nad. Sampai kapanpun kamu butuh aku." Hans menatap mata Nadine dengan perasaan sangat dalam.
"Aku nggak akan tenang sebelum Miranda dan komplotannya mendapat balasan yang setimpal. Aku masih nggak rela, Hans... kalau kecelakaan yang menimpa Abah dan Umi belum dihukum dengan seadil-adilnya!" kata Nadine tajam.
"Iya, iya, Nad... Kamu akan dapatkan keadilan itu. Tapi, kita usaha secara maksimal dulu ya, supaya proses penyidikan dan pemeriksaan rekaman cctv ini diterima." jawab Hans.
Saat tiba di kantor hukum, Nadine berbicara dengan lantang.
"Saya mau keadilan ditegakkan. Ini semua bukti rekaman, kesaksian, dan buktiain di TKP,"
"Baik, Bu. Kami akan pelajari semuanya. Ini kasus besar, dan butuh strategi cermat. Juga butuh waktu yang tidak sedikit. Kami harap, ibu dan bapak bisa bersabar dalam proses penyidikan kami," ujar Kelvin kepada Hans dan Nadine.
"Vin, saya akan bayar berapa pun, asalkan kasus ini bisa kita menangkan dan pelaku mendapat hukuman seberat-beratnya," pinta Hans.
"Kalau perlu hukuman ma-ti!" pekik Nadine penuh emosi.
"Tenang, Bu Nadine. Kami sangat memahami kondisi anda. Kami akan bantu sepenuhnya," kata detektif yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.
"Kalau perlu, kami ajukan perlindungan saksi untuk Pak Marto." usul Nadine.
"Ide bagus! Itu sangat penting dan berharga," Hans menimpali.
"Kita harus selangkah lebih cepat dari Miranda. Kita harus menangkan kasus ini!" Nadine menegaskan.
Hari demi hari berlalu, Nadine semakin tidak sabar menunggu hasil penyidikan detektif kenalan Hans itu.
"Hans, kasus terkait Abah dan Umi kok belum selesai? Udah seminggu dari pengajuan kita tempo hari," tanya Nadine dengan mendesak
"Aku kurang yakin urusan itu, Nad. Kita percayakan saja kepada yang ahli. Tugas kita cuma menunggu," jawab Hans mantap.
“Kadang aku masih nggak percaya, Hans... kedua orang tua kandungku dibu-nuh oleh mertua sendiri!"
"Aku percaya kamu kuat, Nad. Kamu harus terus melanjutkan hidup. Nggak boleh lagi murung seperti sebelumnya," Hans menyemangati.
Tiba-tiba ponsel milik Hans berdering, ia mendapat kabar terbaru dari penyidikan Kelvin.
Setelah mengobrol luNadinen lama melalui panggilan jarak jauh, Hans menutup telepon Kelvin dengan wajah ditekuk. Tampangnya kelihatan lesu dan tidak bersemangat.
Nadine khawatir dengan isi percakapan barusan, hingga membuat mood Hans berubah 180 derajat dengan cepatnya.
"Gimana, Hans? Sudah selesai penyidikannya? Kasus Abah dan Umi udah bisa naik persidangan?" tanya Nadine penasaran.
Bersambung......