Penampilan Yanuar yang bersahaja membuat Amanda senang menatap Yanuar. Tanpa sengaja Amanda sering bertemu dengan Yanuar.
Sinta ibu kandung Amanda tidak tahu kalau putri bungsunya sedang jatuh cinta pada seorang duda. Ia mengatur kencan buta Amanda dengan Radit. Sebagai anak yang baik, Amanda menyetujui kencan buta dengan Radit. Namun, alangkah terkejutnya Amanda ternyata kencan buta itu bertempat di restoran hotel tempat Yanuar bekerja.
Akhirnya Sinta mengetahui Amanda sedang dekat dengan seorang duda. Ia tidak setuju putrinya menjalin kasih dengan Yanuar. Sinta berusaha menjauhkan Amanda dari Yanuar dengan cara memperkenalkan orang yang satu tipe dengan Yanuar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deche, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21.
“Dia seorang ayah yang baik dan bertanggung jawab. Kalau pun hal itu terjadi, aku yang menghajar Yanuar hingga ia babak belur!” ujar Bobby di telepon.
“Lagupula tidak ada jaminan kalau anak-anak teman kamu bisa menjadi suami yang baik untuk Amanda, Bisa saja setelah menikah dengan Amanda, ia berselingkuh dengan perempuan lain. Namanya juga laki-laki tidak bisa melihat perempuan cantik,” lanjut Bobby.
Sinta diam mendengar apa yang dikatakan oleh Bobby. Tiba-tiba ia membayangkan kalau Amanda mendapatkan perlakuan kasar oleh anak temannya atau anak temannya memiliki perempuan lain, sehingga ia berselingkuh tanpa sepengetahuan Amanda. Sinta cepat-cepat mengusap wajahnya lalu mengucapkan istighfar.
“Tapi, Bob, bagaimana kalau Amanda diperlakukan kasar oleh Yanuar?” tanya Sinta. Ia takut Yanuar berbuat seenaknya kepada Amanda. Apalagi Amanda sangat cinta kepada Yanuar.
“Aku yang akan menghajar Yanuar, sampai dia tidak mau hidup lagi di dunia ini!” jawab Bobby dengan tegas.
“Oke, kalau kamu mau menjamin dia tidak akan macam-macam kepada Amanda. Namun, aku akan cari tahu tentang laki-laki itu. Sampai aku yakin kalau dia memang pantas untuk Amanda,” ujar Sinta.
“Silahkan. Itu hakmu sebagai ibunya Amanda,” jawab Bobby.
Tiba-tiba pintu kamar mandi Sinta terbuka, John keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk untuk menutupi a'rea bawah. Pria bule itu terlihat sangat sek'si dan menggo'da. Seketika Sinta bergai'rah melihat kekasihnya.
“Sudah dulu, Bob. Salam untuk Claudia. Assalamualaikum.” Sinta mengakhiri percakapan. Selanjutnya nggak usah diceritakan, ya! Nanti jadi dosa jariyah.
.
.
.
Semenjak hari itu Sinta menyewa seorang detektif untuk mencari tahu siapa Yanuar. Detektif itu disuruh mencari informasi Yanuar secara lengkap terutama sisi buruk Yanuar. Hingga akhirnya detektif memberikan informasi yang diminta oleh Sinta. Berdasarkan laporan yang diberikan oleh detektif, Sinta memutuskan untuk menemui Yanuar.
Sinta datang ke Bandung untuk bertemu dengan Yanuar. Sinta tidak menghubungi Yanuar melalui telepon seluler, walaupun ia memiliki nomor telepon seluler Yanuari dari detektif yang ia sewa. Ia menghubungi Yanuar ke nomor telepon kantor hotel.
“Pak, ada telepon dari Ibu Sinta di line satu,” kata Sofie melalui intercom. Yanuar terkejut mendengar perkataan Sofie.
‘Ada perlu apa Ibu Sinta sampai menelepon ke sini?’ tanya Yanuar di dalam hati. Yanuar pun menghubungi line satu. Ia tidak ingin Sinta lama menunggu.
“Assalamualaikum,” ucap Yanuar. Yanuar tidak mengucapkan ‘selamat siang’ seperti biasa yang ia gunakan untuk menyapa klien. Ia sengaja mengucapkan kalimat salam yang lebih sopan karena Yanuar menghormati Sinta sebagai ibu Amanda.
“Waalaikumsalam,” jawab Sinta.
“Pak Yanuar, apakah Pak Yanuar bisa menemui saya? Ada yang hendak saya bicarakan dengan Pak Yanuar,” ujar Sinta.
Yanuar berpikir sejenak, ia mencoba mengingat jadwalnya hari ini. Ternyata ia tidak ada janji bertemu dengan siapapun.
“Bisa, Bu,” jawab Yanuar.
“Jam berapa saya bisa bertemu Pak Yanuar?” tanya Sinta.
“Bagaimana kalau nanti malam hari setelah saya pulang kerja?” tanya Yanuar.
“Oke, boleh. Kita bertemu di restaurant Hotel Paviliun jam tujuh malam,” ujar Sinta.
“Baik, Bu,” jawab Yanuar.
“Saya harap kamu tidak memberitahu Amanda kalau saya menghubungi kamu dan juga tentang pertemuan kita!” ujar Sinta.
“Baik, Bu. Saya tidak akan memberitahu Amanda,” jawab Yanuar.
“Baiklah. Sampai bertemu nanti malam. Assalamualaikum,” ucap Sinta menutup teleponnya.
“Waalaikumsalam.” Yanuar menaruh horn telepon lalu menghembuskan napas berat. Berbicara dengan ibu kandung Amanda membuatnya merasa tegang. Mungkin karena Sinta bukanlah seorang wanita biasa. Sinta adalah seorang wanita karier yang memiliki banyak uang dan kekuasaan. Hal itu membuat Yanuar merasa sungkan bila bertemu dengan ibu kandung Amanda.
.
.
.
Pukul tujuh malam Yanuar datang ke restaurant Hotel Paviliun untuk menemui Sinta. Sesampai di restaurant seorang karyawan restaurant mengantar Yanuar menuju ke meja yang sudah dipesan Sinta. Ketika Yanuar sampai di meja yang dipesan Sinta, Sinta sudah berada di sana. Ia sedang mengetik di layar telepon selulernya sehingga tidak tahu kalau Yanuar sudah datang.
“Assalamualaikum,” sapa Yanuar.
Mendengar seseorang mengucapkan salam Sinta mengalihkan pandangannya dari layar telepon seluler. Ia melihat Yanuar berdiri sebelah meja. Ia memperhatikan Yanuar dari kepala sampai kaki. Yanuar masih menggunakan pakaian kantor. Kemejanya ia gulung sampai siku. Wajah Yanuar masih terlihat masih tampan walaupun sudah terlihat lelah.
“Waalaikumsalam. Silahkan duduk,” jawab Sinta sambil menunjuk ke kursi di depannya.
Yanuar duduk di depan Sinta. Seorang pelayan restaurant datang menghampiri mereka. Ia meletakkan buku menu di atas meja.
“Kita pesan makanan dulu.” Sinta mengambil buku menu yang berada di atas meja. Yanuar juga mengambil buku menu. Mereka berdua sama-sama memilih makanan yang hendak mereka pesan. Setelah selesai memesan makanan Sinta melanjutkan pembicaraannya.
“Saya lihat Amanda dekat dan akrab dengan anak Pak Yanuar. Dia juga cukup akrab dengan Pak Yanuar,” ujar Sinta. Yanuar diam dan mendengarkan kata-kata Sinta.
“Saya tidak tau bagaimana perasaan Pak Yanuar kepada Amanda. Tapi saya tau perasaan Amanda kepada Pak Yanuar,” lanjut Sinta.
“Yang ingin saya tekankan. Jauhi Amanda, jika Pak Yanuar tidak memiliki perasaan apa pun kepada Amanda! Saya tidak ingin Pak Yanuar mempermainkan perasaan Amanda!” tegas Sinta sambil memandang tajam ke Yanuar.
Yanuar menghela napas mendengarkan perkataan Sinta. Cepat atau lambat Sinta pasti akan melakukan hal ini. Semua terlihat ketika Sinta mengatur kencan buta Amanda. Sinta pasti sudah memilihkan jodoh untuk Amanda.
“Saya rasa saya tidak bisa menjauhi putri Bu Sinta,” jawab Yanuar dengan tenang dan penuh percaya diri.
Sinta kaget mendengar jawaban Yanuar. “Kenapa? Apa kamu sudah menghamili Amanda?” Sinta masih menatap Yanuar dengan tajam.
Yanuar kaget mendengar pertanyaan Sinta. Dia bukan laki-laki brengsek yang berani berbuat ku'rang a'jar kepada para wanita. Ia memiliki seorang anak perempuan, ia akan marah jika ada laki-laki yang berani berbuat ku'rang a'jar kepada putrinya.
“Astaghfirullahaladzim. Saya tidak berani berbuat kurang ajar kepada Mbak Amanda. Saya sangat menghormati Mbak Amanda,” ucap Yanuar. Ia berusaha tenang menghadapi Sinta.
“Kenapa? Karena dia cucu sambung Pak Sultan adik sambung Pak Rendi?” tanya Sinta menatap Yanuar dengan tajam.
“Bukan karena itu, Bu. Tapi karena Mbak Amanda bersikap seperti wanita yang patut dihormati. Dia memang mendekati saya tapi dia tidak bersikap agresif,” jawab Yanuar.
“Percayalah Bu Sinta, putri Ibu adalah perempuan terhormat,” lanjut Yanuar.
“Saya tahu Amanda tidak akan bersikap seperti perempuan murah, karena dia adalah putri saya,” ujar Sinta dengan tegas.
“Lalu kenapa kamu tidak mau menjauhi Amanda?” tanya Sinta sekali lagi.
“Karena saya menyukai Mbak Amanda. Hanya saja saya takut Mbak Amanda kecewa jika hubungan kami ditentang oleh Pak Bobby dan Ibu Sinta. Jadi saya memilih untuk diam,” jawab Yanuar.
“Pengecut sekali kamu, sampai tidak berani menghadapi kenyataan!” seru Sinta dengan nada mengejek.
.
.
.
Hai pembaca, hari ini Deche hanya bisa update 1 bab. Karena hari ini adalah hari libur. Deche ingin berleha-leha dengan keluarga. Mohon pengertiannya.
lha wong sampeyan aja "samen leven" laki² yg bukan mahrom gitu lho /Sweat/