Gricelin Noah Fallon ingin merayakan ulang tahun Calon Tunangannya Harley Gunawan dihotel, tak disangka Harley yang ditunggu tidak datang dan malah tiga pria lain yang masuk ke dalam kamar hotel yang dia pesan.
Dia yang sudah diberikan obat perangsang oleh ibu kandungnya tidak bisa menolak sentuhan pada kembar dan sangat hebat diatas ranjang.
Tak disangka, semua hal yang terjadi malam itu adalah konspirasi ibu kandungannya Marina Fallon, yang ingin menghancurkan hidupnya dan membuat Harley berpaling pada anak tirinya Diandra Atmaja.
Semua itu, ibunya lakukan untuk mendapatkan cinta dari suami dan anak tirinya.
Tapi takdir berkata lain, Gricelin yang hamil anak ketiga kembar itu malah dicintai secara ugal-ugalan, bahkan ketiga kembar itu membantunya balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitria callista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
Gricelin dan Rava pun menghentikan ciuman mereka, lalu mereka menoleh ke arah sumber suara.
Ternyata disana sudah ada Rivan dan Regan yang duduk disofa dengan santai.
Dan suara-suara tadi berasal dari mulut Rivan.
Hal itu sontak membuat kedua pipi Gricelin memerah.
Dia langsung memalingkan pandangannya ke arah lain.
"Apakah kalian berdua iri?" tanya Rava dengan nada datar.
Keduanya menjawab bersamaan, "nggak."
"Oh begitu ... " Rava menjeda ucapannya berpikir sejenak. "Apakah kalian berdua ingin merubah perjanjian kita? Untuk berbagi istri?"
Melihat kedua adiknya yang memasang wajah bingung, Rava melanjutkan ucapannya. "Maksudnya, jika kalian nggak ingin berbagi? Gricelin akan menjadi milikku seutuhnya."
Rivan dan Regan saling berpandangan, mereka tidak menyangka kakaknya akan menanyakan hal itu.
Sementara Gricelin tanpa sadar menatap Rava penuh tanda tanya, tapi Rava hanya menunjukan senyuman seraya memegang salah satu pipi Gricelin dengan lembut.
"Bagaimana?" tanya Rava ulang, dia ingin kembali menggendong Gricelin.
Tapi Gricelin berkata dengan nada lirih, "aku bisa sendiri."
Rava tidak memaksa, dia mengangguk.
Regan ingin menjawab, tapi Rivan sudah berbicara lebih dulu. "Perjanjian itu dibuat sudah lama didepan kedua orang tua kita saat mereka masih hidup. Karena sudah berjanji, tidak semudah itu untuk dibatalkan."
"Perpecahan diantara kita bisa terjadi karena hasutan para istri kita di masa depan, untuk sekarang kita masih harus memikirkan dengan matang, dampak buruk yang bisa terjadi kalau merubah isi perjanjian itu."
Rava tidak banyak banyak berbicara, "baiklah!"
Sementara Regan merasa lega, setelah mendengarkan perkataan Rivan.
Ia kira kakak keduanya yang sebelumnya tidak menyukai Gricelin akan langsung menyetujui pertanyaan Rava.
"Ayo kita sarapan bersama!" titah Regan.
Sementara Gricelin menatap Rava dengan tatapan yang sulit untuk dideskripsikan, dia berharap suaminya hanyalah Rava.
Dia sendiri malah merasa ngeri, jika setiap hari harus melayani ketiga kembar itu diatas ranjang.
Rasa tidak sanggup dan lelah sudah memenuhi pikirannya.
Sekarang mereka berempat sudah berada ruang makan.
"Apakah kamu ingin melihat video ini?"
Gricelin sontak bertanya, "video apa sayang?"
Walaupun panggilan "sayang" yang di ucapkan dengan nada canggung, tapi hal itu membuat Rivan dan Regan sedikit tidak nyaman.
Regan sendiri bingung, saat dirinya melihat sekeliling.
Rivan sering sekali mencuri pandangan ke arah Gricelin.
"Bukankah sebelumnya dia sangat tidak menyukai gadis itu, tapi kenapa sekarang tatapannya ... ?"
Tapi Regan memilih abai.
Rava lansung menunjukan video di laptop miliknya.
Ternyata di video itu menampilkan acara ulang tahun Aurora malam itu, dimana terjadi kekacauan.
Orang yang menjadi biang kerok dari acara itu adalah, Diandra, Norman dan juga Marina.
Kedua mata Gricelin membelalak sempurna, melihat ketiga orang yang menyakitinya itu dipermalukan didepan umum.
Bahkan banyak sekali media yang meliput acara itu.
"Berita ini menjadi headline dan trending topik dalam beberapa hari," imbuh Rava.
Tapi walaupun begitu, Gricelin nampak tidak bahagia.
"Apakah ini ulahmu, sayang?" tanya Gricelin dengan mata berkaca-kaca, dia melihat Rava dengan tatapan yang begitu menyedihkan.
Kedua alis Rava mengkerut. "Kenapa? Apakah kamu nggak suka?"
"Bukankah mereka bertiga pantas mendapatkannya?" Imbuhnya.
Sementara Rivan dan Regan hanya menyimak percakapan keduanya.
Gricelin menjelaskan dengan nada sedih. "Nyonya Aurora sangatlah baik padaku, walaupun kamu membalaskan dendam pada orang yang menyakiti ku. Tapi kamu malah membuat orang yang aku sayangi sakit hati dengan menghancurkan pestanya."
Wajah Rava mulai gelap, saat melihat Gricelin yang begitu peduli pada keluarga Harley.
"Aku nggak ingin kamu terlibat dalam masalah ku!"
Semakin mendengarkan penjelasan Gricelin, wajah Rava terlihat semakin buruk dan suram.
"Aku takut, jika kamu banyak terlibat dalam masalah ku. Kamu akan mendapatkan karma, bukankah kita akan menikah? Dan katamu aku akan segara hamil anakmu, aku nggak mau pernikahan kita menjadi bencana dan calon anak kita nantinya akan ikut merasakan karma juga," imbuh Gricelin.
Ekspresi wajah Rava berangsur-angsur membaik.
Saat mengetahui alasannya, ia kira sebelumnya.
Gricelin melarangnya balas dendam karena masih peduli dengan keluarga Rava, ternyata wanita polos itu hanya takut akan mendapatkan karma buruk.
Ternyata Gricelin sangat peduli pada dirinya, itulah yang sekarang ini ada didalam pikiran Rava.
Rava mengelus pucuk kepala Gricelin penuh cinta, tentu saja ia tahu.
Maksud dari gadis yang sangat dia cintai itu.
Gricelin nggak ingin kalau dia sampai mengalami karma dan kesialan dengan repot-repot membalaskan dendamnya.
"Karena calon istriku sudah berbicara seperti itu, baiklah aku akan menurut."
Gricelin merasa sangat bahagia, mendengar respon Rava.
Sebelumnya dia kira Rava akan marah dan menyalahkannya karena sok tahu, seperti yang biasanya Harley lakukan padanya.
Tapi ternyata, sosok Rava yang seperti kulkas 10 pintu malah hatinya jauh lebih baik dari yang dia bayangkan.
Gricelin langsung memeluk Rava, "makasih banyak sayang, karena kamu mengerti apa yang aku maksud."
Tanpa diminta, Rava langsung membalas pelukan Gricelin.
Sementara Rivan dan Regan yang ada didepan mereka terlihat seperti obat nyamuk.
"Ehhem, kami berdua sudah selesai makan! Kami berangkat dulu," titah Rivan dan Regan bersamaan, berusaha menyembunyikan wajah kesal mereka berdua.
"Kalian berdua bukankah hari ini ada kelas mengajar di universitas Utara, bisakah kalian berdua berangkat bersama Gricelin?" Ucap Rava dengan nada suara yang terdengar lumayan tinggi.
"Maksud kakak, aku dan Regan harus berangkat ke kampus sendiri atau satu mobil bersama dengan Gricelin?" tanya Rivan, dia yang sudah berencana untuk menggoda para gadis di kampus.
Tapi mendengar permintaan Rava, dia merasa rencananya pasti akan gagal.
"Nggak perlu satu mobil, kalian boleh pergi dengan mobil sendiri-sendiri!"
Rivan dan Regan kembali bertukar pandang, mereka tercengang.
Rava kembali menambahkan, "Gricelin biar berada satu mobil denganku. Aku ada urusan dikampus Utara."
Rivan dan Regan setuju tanpa banyak berkomentar, setelah menyelesaikan sarapan.
Mereka semua masuk ke dalam mobil menuju ke universitas Utara.
Ketika gerbang besar Universitas Utara perlahan terbuka, deru mesin dari tiga mobil Bentley yang masing-masing berwarna hitam, putih, dan abu-abu, terdengar menggema di antara deretan pepohonan yang menghiasi jalan masuk.
Satu per satu, mobil tersebut memasuki halaman universitas dan berhenti dengan rapi berjejer di area parkir VIP yang jarang sekali digunakan.
Tidak butuh waktu lama bagi kabar tentang kedatangan ketiga mobil mewah tersebut untuk menyebar seperti api di musim kemarau.
Mahasiswa yang tadinya sibuk dengan aktivitasnya, berhamburan keluar dari kelas, mencoba mendapatkan pandangan lebih baik terhadap apa yang terjadi.
Bisikan dan cibiran langsung berseliweran, mengingat Universitas Utara adalah tempat bagi anak-anak orang kaya dan berpengaruh.
Dengan langkah yang penuh percaya diri, Rava yang mengenakan blazer biru tua dan celana khaki, turun dari mobil Bentley berwarna hitam.
Dia kemudian berjalan mengitari mobil dan dengan sopan membukakan pintu untuk Gricelin.
Gricelin, yang hari ini memakai gaun berwarna pastel dan rambutnya yang panjang terurai, melangkah keluar dari mobil dengan anggun.
Wajah-wajah tercengang dan mulut yang menganga menyambut penampilannya, mengingat biasanya Gricelin menjadi sasaran ejekan dan bully di kampus ini.
Sesaat kemudian, dua sosok lainnya, Rivan dan Regan, juga turun dari Bentley berwarna putih dan abu-abu.
Rivan, dengan setelan jas hitam dan kacamata hitam, serta Regan dengan jaket kulit dan jeans, melengkapi trio yang tampaknya siap untuk mengubah dinamika kebiasaan di kampus tersebut.
Kegemparan di kalangan mahasiswa tidak terelakkan.
Ada yang berbisik kagum, ada pula yang membicarakan perubahan drastis sikap terhadap Gricelin.
Tiga mobil Bentley, tiga pewaris kaya, dan satu pagi yang tidak akan pernah terlupakan bagi banyak orang di Universitas Utara.