NovelToon NovelToon
Kisah Singkat Chen Huang

Kisah Singkat Chen Huang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: DANTE-KUN

Chen Huang, seorang remaja berusia 15 tahun, menjalani hidup sederhana sebagai buruh tani bersama kedua orang tuanya di Desa Bunga Matahari. Meski hidup dalam kemiskinan dan penuh keterbatasan, ia tak pernah kehilangan semangat untuk mengubah nasib. Setiap hari, ia bekerja keras di ladang, menanam dan memanen, sambil menyisihkan sebagian kecil hasil upahnya untuk sebuah tujuan besar: pergi ke Kota Chengdu dan masuk ke Akademi Xin. Namun, perjalanan Chen Huang tidaklah mudah. Di tengah perjuangan melawan kelelahan dan ejekan orang-orang yang meremehkannya, ia harus membuktikan bahwa mimpi besar tak hanya milik mereka yang berkecukupan. Akankah Chen Huang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dan menggapai impiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 21 — Arena

Langkah Tetua Yan mantap saat memimpin rombongan 30 kandidat menuju sebuah arena besar di Akademi Xin. Bangunan megah dengan arsitektur khas benua Dong itu memancarkan aura kekuatan dan kedisiplinan. Suara langkah kaki para kandidat menggema di lorong-lorong batu menuju arena, menunjukkan kombinasi rasa tegang dan antusiasme.

Saat mereka tiba di arena, para kandidat tertegun melihat tempat itu. Arena ini lebih besar dari yang mereka bayangkan, dengan tribun yang penuh dengan murid Akademi Xin yang tampak penasaran melihat ujian kelayakan ini. Di tengah-tengah arena, sebuah lingkaran besar terbuat dari batu hitam kokoh menjadi pusat perhatian.

Tetua Yan berhenti di tepi arena, lalu menoleh ke arah para kandidat. “Ujian ini adalah puncak dari semuanya. Gaya bertarung kalian akan menjadi penentu akhir. Bukan hanya teknik yang akan dinilai, tetapi juga kreativitas, strategi, dan efisiensi kalian dalam mengelola energi. Keempat tetua akan mengevaluasi secara menyeluruh.”

Saat itu, ketiga tetua akademi muncul satu per satu, berjalan dengan aura yang mendominasi. Mereka duduk di kursi yang menghadap langsung ke arena, memberi tekanan besar pada para kandidat.

Tetua Yan melanjutkan penjelasannya. “Instruktur yang akan kalian hadapi adalah praktisi berpengalaman. Mereka tidak akan menyerang, hanya bertahan. Tugas kalian adalah menunjukkan semua kemampuan terbaik kalian untuk menekan mereka sebanyak mungkin. Jangan menahan diri, tetapi juga jangan sembrono.”

Kemudian, Tetua Yan menunjuk seorang pria berbadan besar dengan jubah instruktur berwarna biru tua. “Inilah instruktur pertama. Dia akan menghadapi sepuluh kandidat pertama. Setelah itu, instruktur lain akan bergantian.”

Para kandidat mulai merasa gugup, tetapi Tetua Yan melanjutkan dengan tenang, “Semua gaya bertarung kalian akan dinilai secara komprehensif, jadi manfaatkan setiap detik dengan baik.”

Murid-murid Akademi Xin di tribun mulai bergosip, membicarakan kandidat yang menurut mereka menarik. Nama seperti Chen Huang, Ning Xue, dan Shen Lu kembali menjadi bahan perbincangan.

“Menurutmu, siapa yang bakal bersinar di ujian ini?” bisik seorang murid.

“Aku bertaruh pada Chen Huang. Dia punya akar spiritual superior. Tapi Shen Lu juga tidak bisa diremehkan,” jawab temannya.

Chen Huang dan Ning Xue berdiri berdampingan, memperhatikan suasana sekitar. Ning Xue berbisik, “Tekanan di sini berbeda. Semua mata tertuju pada kita.”

Chen Huang menoleh padanya, memberikan senyum yang menenangkan. “Anggap saja seperti ujian sebelumnya. Lakukan yang terbaik, dan biarkan hasilnya berbicara.”

Tetua Yan akhirnya memberikan aba-aba kepada kandidat pertama untuk maju ke arena. Dengan napas yang berat tetapi penuh tekad, ujian dimulai. Para kandidat akan menunjukkan kemampuan mereka satu per satu, di bawah pengawasan ketat keempat tetua.

Seorang pria bertubuh kekar melangkah ke tengah arena. Sorotan mata para murid Akademi Xin tertuju padanya. Di tangannya tergenggam erat sebuah tongkat merah yang terlihat berat, seolah dibuat khusus untuk menonjolkan kekuatannya. Langkahnya mantap, dan auranya yang kasar membuat suasana di sekelilingnya sedikit tegang.

Tetua Yan mengamati dengan seksama. "Silakan mulai," katanya dengan suara lantang.

Pria itu mengangkat tongkat merahnya tinggi-tinggi. "Huaaah!" teriaknya, meluapkan semangatnya sebelum menyerang instruktur yang sudah siap menahan di ujung arena. Dengan langkah cepat, dia maju sambil mengayunkan tongkatnya ke bawah dengan kekuatan penuh. BAM! Suara benturan keras terdengar saat instruktur menahan tongkat itu dengan pergelangan tangannya yang bersarung pelindung.

"Serangannya kuat, tapi terlalu kasar," komentar salah satu murid yang menonton.

Pria itu tidak menyerah. Dia memutar tongkatnya dengan cepat, mencoba menghantam sisi kiri tubuh instruktur. SWOSH! BAM! Lagi-lagi instruktur menahan serangan itu dengan santai, tetapi tongkat itu cukup berat hingga meninggalkan jejak kecil di lantai arena.

Tetua Yan mencatat sesuatu di catatan kecilnya. "Stamina bagus, tetapi dia kehilangan efisiensi dalam menyerang."

Setelah beberapa menit, pria itu kelelahan dan memberi salam kepada instruktur, tanda bahwa waktunya telah habis. Ia kembali ke tempatnya dengan nafas tersengal, tetapi ekspresi wajahnya puas.

Giliran berikutnya adalah seorang wanita bernama Yu Qiao. Tubuhnya ramping, rambut hitamnya diikat ke belakang dengan rapi, dan pedang tipis berkilauan tergenggam di tangannya. Sorak-sorai kecil terdengar dari beberapa murid yang mengagumi kecantikannya.

"Giliran saya," katanya lembut namun penuh percaya diri.

Dia berdiri di tengah arena dengan sikap tenang. Mata tajamnya mengamati instruktur di depannya. Saat tetua Yan memberi isyarat untuk mulai, dia langsung melangkah maju dengan elegan. Pedangnya bergerak cepat, menciptakan kilatan cahaya di udara.

"Clang! Clang! Clang!" Suara logam beradu terdengar saat instruktur menangkis serangannya dengan gerakan terukur. Tidak seperti pria sebelumnya, Yu Qiao tidak menggunakan tenaga berlebihan. Sebaliknya, setiap serangannya terarah dan presisi. Dia memutar tubuhnya dengan gesit, menebaskan pedangnya dari sudut yang sulit ditebak.

"Indah sekali," gumam Ning Xue yang menonton dari pinggir arena.

Instruktur mencoba menekan Yu Qiao dengan langkah maju, tetapi dia segera mundur dengan gerakan ringan, menjaga jarak tanpa kehilangan ritme. Sesekali, dia berputar untuk menambah momentum pada tebasannya, yang membuat beberapa penonton terkesima.

Tetua Yan tersenyum kecil. "Dia tahu bagaimana mengontrol ritme pertarungan. Luar biasa untuk seorang pemula di ranah Pengumpulan Energi."

Setelah waktu habis, Yu Qiao memberikan salam hormat kepada instruktur. Ia berjalan kembali ke tempatnya, disambut tepuk tangan pelan dari beberapa murid yang terpesona dengan penampilannya. Tetua Yan mencatat sesuatu dengan serius sebelum memanggil peserta berikutnya.

1
angin kelana
tahap selanjutnya
angin kelana
mc nya brp bintang yah?
afifo maning
gassspoll thor
angin kelana
lanjut
angin kelana
cape pastinya
angin kelana
gasss jangan kendorrr
angin kelana
semangatttt...
angin kelana
lawan lawan apapun musuhnya..
angin kelana
satu pukulan
angin kelana
semangat menggapai mimpi
G Wu
Novel DRAMA ANAK ANAK 90% ,, 10% sisa nya tidak jelas,MC nya yang mana !! ???
Saodah Xiaomi
alurnya menarik, cuma bab nya pendek. dan cepat habis, harus minta up, padahal baru bab 21, hadeuh,,,,,,,,,,,,,,. mungkin lanjut bacanya seminggu lagi, agar bisa puas bacanya, jika tiap hari up nya keluar
juharto delle
Memang top author ini kalau yang namanya bikin penasaran, lanjutkan
Darotama
seiring waktu tahap demi tahap jalan cerita lebih menarik semangat thor lanjut terus
Rusdi Udi
Luar biasa
angin kelana
lanjut
angin kelana
up
angin kelana
lanjut up
angin kelana
up up
angin kelana
lanjut up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!