Bertahun-tahun Nayla Larasati menyimpan rasa pada Nathan Anderson Decland, teman masa kecil sekaligus kakak angkat Nayla.
Namun.. hingga Nayla menamatkan pendidikan sebagai dokter, Nay masih memendam perasaan itu sendiri pada Nathan yang sudah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter spesialis jantung di London.
Saat kembali ke Indonesia, Nathan telah memilih gadis lain sebagai pendamping hidupnya.
Perasaan Nayla hancur, gadis itu memilih kembali ke kampung halamannya, mengabdikan diri sebagai dokter umum di kota terpencil.
Apakah Nayla mampu menghapus Nathan dalam hidupnya?
Sementara Nathan tidak mengetahui perasaan Nayla untuknya yang sangat mendalam.
Ikuti terus kelanjutan kisah Nayla-Nathan. Semoga kalian suka 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERMINTAAN MAAF
Keesokan harinya...
Seperti hari-hari yang lalu, Nayla bangun pagi-pagi sekali.
Pagi ini wajah cantik itu terlihat tidak semangat. Pucat seperti orang sakit, bahkan kantung mata terlihat jelas. Wajar saja karena semalaman ia tidak bisa tidur. Begitu banyak yang ia pikirkan.
Pada akhirnya Nayla mencurahkan perasaannya dengan derai air mata di atas pembaringan.
Hari ini pun Nayla ingin menghindar bertemu Nathan. Nay yakin Nathan juga tidak ingin bertemu dengannya karena ia dan Keira akan segera bertunangan, lalu menikah membina rumah tangga mereka.
Kemarin Nayla bisa melihatnya dengan jelas, Nathan sangat mencintai Keira, memeluk mesra wanita itu di hadapannya. Bahkan Nay mendengar kata-kata intim Nathan untuk kekasihnya tersebut.
Nayla menghela nafas mengingat kejadian kemarin. Nayla nampak tidak bersemangat menikmati sepotong roti bakar yang tersaji di atas meja. Sementara Yatmi menuang susu coklat ke atas gelas gadis itu.
"Bik, sore nanti tante dan om Yoga pulang. Tolong ingatkan pak Amin untuk menjemput di bandara".
"Iya mbak. Saya juga akan bersih-bersih kamar ibu", jawab Yatmi.
Nayla menganggukkan kepalanya.
Tidak butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan makan paginya, Nayla pamit pergi bekerja. Ia hendak bangkit dari duduk dan terdengar bel berbunyi.
Yatmi hendak membuka pintu, namun Nayla mencegahnya. "Bibi lanjutkan saja pekerjaan, biar Nay yang buka pintu. Siapa bertamu pagi-pagi begini", ucap Nayla melangkahkan kakinya ke depan.
Tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang datang, Nayla langsung membuka pintu di hadapannya.
Wajah tampan Nathan terpampang dihadapannya kini.
"Aku ingin sarapan bersama mu. Bik Yatmi bikin apa pagi ini?"
Tanpa Nayla menjawab laki-laki itu langsung masuk melewati Nayla yang berdiri mematung di belakang pintu.
Seketika aroma maskulin memenuhi penciuman Nayla. Sesaat Nay memejamkan matanya. Tersadar dan menatap punggung Nathan. Gadis itu mengikuti Nathan masuk ke dalam namun bukan ke ruang makan, melainkan mengambil tas dan map berisi berkas penting di meja sofa ruang keluarga.
Sekilas Nayla melihat Yatmi melayani Nathan yang sudah duduk di kursi makan. Tanpa pamit, Nayla hendak pergi menunggu taksi online yang ia pesan datang di depan rumah. Sebelum Nathan menyadarinya.
Nayla berdiri di depan pagar rumah. Gadis itu sedikit menggerutu karena mobil pesanannya tak kunjung datang. "Huhh...Kenapa lama sekali", gumamnya.
Wajah itu tersenyum kala mobil berwarna putih pesanan nya datang dan berhenti tepat di depannya. Tanpa pikir panjang Nayla langsung melangkah menuju mobil itu, namun baru selangkah tubuhnya tertahan.
"Kita pergi bersama!". Nathan menahan Nay. Laki-laki itu mendahului Nayla, memberi supir sejumlah uang.
Kedua mata Nayla melotot melihat tindakan Nathan. Berlaku seenaknya seperti itu.
"Tunggu pak...jangan pergi!!", ucap Nayla sedikit berteriak pada supir, namun mobil berwarna putih itu telah melaju meninggalkan keduanya.
Nathan tersenyum puas. Sementara Nayla terlihat begitu kesal, terutama melihat wajah Nathan.
"Kamu apa-apaan. Kenapa selalu bertindak semau mu!", seru Nayla marah.
"Kau pergi bersama ku, Nay", jawab Nathan dengan entengnya.
Nayla tidak menggubris, ia memesan taksi online yang lain. Namun karena telah membatalkan mobil pertama membuat ia kesulitan mendapatkan driver.
Nathan tersenyum melihat Nayla nampak begitu kesal. "Kau tidak akan mendapat driver. Ayo kita pergi, nanti kita terjebak macet", ujar Nathan.
Nayla tak bergeming dari tempatnya, kini ia mendengar Nathan sedang berbicara melalui handphonenya terdengar serius. Beberapa saat yang lalu ada panggilan masuk.
"Oma Grace pasien ku telah meninggal dunia", ucap Nathan berdiri di samping Nayla.
Spontan Nayla menoleh pada Nathan. Kaget. Dan mengucap doa.
"Mengalami sesak sejak semalam, sudah di beri obat namun takdir berkata lain, ia tidak bertahan", ujar Nathan sedikit sedih.
Nayla tahu perasaan seperti itu, seorang dokter pasti menginginkan semua pasiennya agar sembuh dari sakit yang di derita. Namun tak takdir berkata lain.
Tanpa bicara apapun Nayla melangkahkan kakinya mendekati mobil Nathan. Nathan menghela nafasnya. Laki-laki itu menekan remote. Nay masuk mobil tanpa di minta. Begitu juga Nathan segera masuk mobil.
Beberapa menit berlalu, tidak ada yang mulai bicara. Nayla lebih banyak mengalihkan perhatiannya keluar jendela.
"Kamu masih marah pada ku, Nay? Maafkan aku kemarin bicara keras pada mu Nay", ucap Nathan memulai pembicaraan sambil melirik Nayla sebentar. Nayla tidak menjawab apapun.
Kini jalanan menuju klinik sudah mulai macet parah. Membuat perjalanan itu terasa lama sekali.
Kini keduanya diam, yang terdengar hanya tarikan nafas masing-masing.
"Bisakah aku pindah ruangan saja?", ucap Nayla terdengar sangat pelan namun masih bisa di dengar Nathan dengan jelas.
Laki-laki itu menoleh wajahnya pada Nayla. "Apa maksud mu?".
Nayla menghela nafasnya. Gadis itu merubah posisi duduknya sedikit menghadap Nathan. "Aku tidak nyaman satu ruangan dengan mu. Biarkan aku berbagi ruang kerja dengan dokter umum lainnya di lantai tiga", jawab Nayla memberi alasan.
Sesaat Nayla terdiam seraya menundukkan kepalanya dengan jemari tangan saling bertautan, saling meremas.
Nathan tahu, Nayla akan melakukan itu jika sedang gugup. Nathan menarik tangan Nayla dalam genggamannya. Namun Nayla segera melepaskannya.
"Sebenarnya aku belum siap mengemban jabatan menjadi wakil direktur. Banyak yang lebih pantas di kursi itu. Aku masih harus banyak belajar", ucap Nayla bernada tegas.
*
Beberapa hari kemudian..
"Desi, kamu berhenti di rumah berwarna putih itu", tunjuk Nayla ke depan.
"Oke", jawab temannya Desi yang juga bertugas di klinik milik Nathan. Ia mengantar Nayla pulang karena mereka searah. Keduanya baru pulang bekerja.
Gadis itu menatap fokus ke arah rumah mewah yang di maksud Nayla.
"Ini rumah mu, Nay?", tanya gadis itu kagum melihat bangunan dengan tema modern berdiri kokoh di tanah yang luas.
Mobil Honda jazz berwarna merah berhenti tepat di depan pagar ukir berwana gold.
"Bukan rumah ku, ini rumah dokter Yoga dan tante Yulia", jawab Nayla tersenyum.
"Sama saja dengan rumah mu, Nay. Kamu tinggal bersama mereka sedari kecil", balas Desi.
"Tapi sepertinya sedang ada tamu ya", sambung Desi lagi. Melihat banyak mobil di rumah mewah itu.
Nayla mengalihkan perhatiannya. "Sepertinya iya sedang ada tamu. Kalau begitu aku turun dulu ya. Terimakasih atas tumpangan nya, Desi. Sampai jumpa besok ya", ujar Nayla melambaikan tangannya sebelum mobil temannya tersebut melaju.
"Malam mbak Nayla", sapa satpam yang sedang berjaga.
"Malam Heri. Hm..sedang ada tamu ya, sepertinya ramai sekali?"
"Itu loh mbak Nay...calon mertuanya mas Nathan yang berkunjung. Mas Nathan dan mbak Keira ada juga di dalam", jawab Heri memberi tahu Nayla.
Nayla menganggukkan kepalanya dengan senyuman getir di sudut bibirnya.
"Ohh iya", ujar Nayla singkat sambil melihat mobil Nathan yang baru ia sadari ada di garasi.
"Nggeh mbak Nayla", jawab Heri sedikit membungkukkan badannya dengan hormat.
Nayla hendak masuk melalui pintu samping rumah yang terhubung dengan kolam renang, nanti bisa langsung ke lantai dua, jadi kehadirannya tidak akan di ketahui.
"Naylaa, kamu sudah pulang? Ayo kemari.."
...***...
To be continue
sama-sama cinta tp gak sadar....