Dara

"Hahaha, kau sudah tak berharga lagi Dara sayang. Kau tak ubahnya wanita rendahan sekarang"

"Apa maksudmu berkata seperti itu?"

"I-ibra!"

Ibra menatap istrinya tajam. Setelah kejadian tadi, Ibra berpikir untuk mencari keberadaan istrinya. Sayangnya, ia tak berhasil menemukan Cantika. Jelas hal ini membuat Ibra khawatir. Ia Cantika akan berbuat hal nekat yang akan menyakiti Dara

"JAWAB CANTIKA!!! APA YANG KAU LAKUKAN PADA DARA!!"

"AKU MENJUALNYA PADA PEDRO!"

Deg

Jantung Ibra bergemuruh keras. Tangannya terkepal kuat. Ibra jelas tahu siapa Pedro. Produser mata keranjang yang suka bermain dengan banyak wanita

"KAU SUDAH GILA!! APA SALAH DARA PADAMU, HAH!! KAU SUDAH SANGAT KETERLALUAN CANTIKA!!"

Ibra mengangkat tangannya hendak menampar sang istri, namun tertahan di udara

Cantika tersenyum miris, "Kenapa tidak jadi? Tampar Ibra! Tampar!"

Ibra menggeram marah, dia menatap Cantika tajam, "Dimana mereka sekarang?"

"Aku tidak tahu!"

"Kau mau berbohong padaku?!" suara Ibra terdengar begitu dingin, "Kau mau mengatakan dimana mereka atau-"

"Aku sungguh tidak tahu! Kau paksa seperti apapun, aku benar - benar tidak tahu!"

Ibra mengusap rambutnya frustasi, "Kalau sampai terjadi apa - apa dengan Dara, aku pastikan kau akan menyesal, Cantika!"

Ibra langsung pergi mengendarai mobilnya. Ia menelpon seseorang untuk melacak keberadaan Dara. Ia juga menyusuri jalanan mencari Dara. Terkesan bodoh memang, tapi sungguh sekhawatir itu Ibra pada Dara.

"Kalau terjadi sesuatu padamu, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri, Ra"

Ibra mengepalkan tangan. Semua ini terjadi karena ketidaktegasan dirinya. Ya, dirinya yang plin plan dan pengecut inilah yang membuat hidup Dara hancur.

"Bodoh, kau Ibra! Bodoh!"

Menyusuri jalanan tanpa tujuan, membuat Ibra tampak seperti orang gila. Orang suruhannya pun tak berhasil melacak dimana Dara berada. Bayangan Pedro menyentuh Dara membuat darah Ibra mendidih.

"AARRGGGHHH!! SEMUA INI KARENAMU, IBRA. KARENA SIKAP PENGECUT KAMU!!" teriak Ibra, "Maafkan aku, Ra. Maaf"

Tes

Tes

Ibra menitikkan air mata. Dia menyesal. Dia bersalah dan merasa jadi orang paling jahat atas Dara.

Jika saja dulu ia bisa bersikap tegas, mungkin kini mereka sudah bahagia.

Flash Back Dua Tahun Yang Lalu

"Silahkan kau menjalin hubungan dengan Dara. Tapi jangan harap Papa akan merestui kalian. Kau hanya akan menikah dengan Cantika!"

"Papa tidak bisa mengatur hidupku! Papa juga tidak berhak melarangku memilih Dara sebagai calon istriku kelak!"

Indra tertawa, "Sebagai anak dari wanita malam, kau harusnya sadar diri! Kau harus tahu cara berterima kasih. Kau tidak akan bisa berada di rumah ini, menyandang nama belakangku dan menikmati semua fasilitas mewah ini jika bukan karena Mamamu, Indira. Apa susahnya kau menuruti permintaan kami!"

Ibra mengepalkan tangan, dadanya bergemuruh hebat. Ia tak meminta dilahirkan sebagai anak siapa. Terlepas dari Mamanya yang seorang wanita malam, semua diluar kuasanya. Lalu, jika Mama tirinya yang memiliki hutang budi pada keluarga Cantika, kenapa harus dirinya yang ditumbalkan. Bukankah ini tidak adil?

Dulu, kakak Cantika mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Di saat yang sama Indira juga mengalami kecelakaan yang menyebabkan dirinya buta. Indra mencari pendonor untuk istrinya dan kebetulan dokter mengatakan ada pasien kecelakaan yang baru meninggal dunia. Indra mendatangi keluarga Cantika, meminta dengan hormat agar mereka bersedia mendonorkan mata anak mereka. Awalnya keluarga menolak, namun pada akhirnya mereka setuju saat Indra menawarkan perjodohan sebagai imbalan. Dan setelah di lakukan pemeriksaan, ternyata cocok. Akhirnya mereka sepakat melakukan operasi.

Ibra mengetahui perjodohan ini sejak lama. Namun karena waktu itu ia mengira Indira adalah perusak rumah tangga Mamanya, dia menolak keras perjodohan ini. Hingga akhirnya jati dirinya terbongkar. Ibra jelas tak terima. Semua tidak ada sangkut pautnya dengan Ibra.

"Aku tidak ada hubungannya dengan balas budi yang kalian lakukan! Dan aku menolak menuruti keinginan kalian!"

"Bagus. Sekarang saat sudah dewasa, kau berubah jadi pria tak tahu diri! Tidak ingatkah betapa baiknya Mamamu? Kau bahkan membencinya dan memusuhinya hingga besar! Pernahkah dia menaruh marah padamu? Dia dengan lapang dada masih menerima semua kebencianmu! Kau tentu tidak lupa, Indira rela mendonorkan darahnya saat kau kecelakaan dan sekarat. Jadi, sebagai bentuk balas budimu, terima perjodohan ini. Lupakan cucu dari pembunuh itu!"

Deg

"A-apa maksud Papa?"

Indra menatap putranya, "Kau tahu? Karena Brama, Kakekmu meninggal karena serangan jantung! Jadi, lupakan Dara dan menikahlah dengan Cantika. Karena sampai kapanpun, Papa tidak akan pernah merestui hubungan kalian! Kalau kamu masih nekat, Papa akan melenyapkan Dara!"

Flash Back Off

"Bodoh! Harusnya kamu tidak termakan hasutan Papa! Dia bahkan tidak akan bisa membunuh Dara! Haha, kau bodoh Ibra! Bodoh! Jangankan membunuh, menyentuh sehelai rambutnya saja, Papamu tidak akan berhasil!"

Ibra jelas tahu kekuatan seorang Axelio. Tapi saat itu ia malah berpikir jika Papanya bisa saja membunuh Dara.

Ibra terkekeh perih, lagi - lagi kebodohan telah membuatnya menyesal. Ia tak hanya kehilangan Dara, tapi juga hidupnya.

"Aku tidak bisa seperti ini! Walau terlambat, setidaknya aku akan berjuang sekali lagi. Tunggu aku, Dara. Aku akan menebus semuanya!"