Instagram; Tantye005
Tiktok: Cepen
Juara dua lomba anak Genius S4
"Sejatinya, gadis yatim piatu sepertiku tidak akan mendapatkan cinta dari siapa pun, termasuk suamiku sendiri."
Alea harus menelan pil pahit di detik-detik menantikan kelahiran buah hatinya. Wanita itu tidak sengaja mendengar pembicaraan sang suami dengan wanita di masa lalunya. Di mana Rocky, akan menikahi Arumi setelah Alea melahirkan anak yang tidak sengaja tertanam di rahimnya.
Tidak ingin dipisahkan oleh buah hatinya, Alea memutuskan untuk pergi jauh dari kehidupan sang suami hingga 6 tahun lamanya. Selama itu pula dia selalu mendapatkan hinaan lantaran mempunyai anak tanpa suami.
Namun, persembunyian yang dia lakukan akhirnya tercium juga ketika anak kembar yang dia besarkan bertemu dengan Rocky secara tidak sengaja di ajang pencarian bakat cilik.
Akankah Alea dan Rocky dipersatukan oleh anak-anak mereka, ataukah mungkin anak itu akan menjadi pemicu perselisihan karena hak asuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 - Dari hati ke hati
"Jangan pura-pura tidak tahu Rocky. Aku tahu semua yang kamu sembunyikan 6 tahun lalu. Kau bersikap baik pada saya hanya karena anak yang ada di rahim saya. Di luar rumah, kau bersenang-senang dengan wanita masa lalu mu bukan? Wanita yang kau sebut saat merebut kesucianku!"
"Al-Ale." Lidah Rocky terasa keluh mendengar penuturan itu. Mungkinkah ini jawaban dari segala pertanyaannya selama bertahun-tahun? Alea kabur darinya karena telah mengetahui hubungannya dengan Arumi.
"Kau menjanjikan pernikahan yang bahagia padanya di saat saya sedang menunggu kelahiran anak-anakmu."
"Cukup!" pinta Rocky tidak ingin mendengar keluhan Alea lagi, terlebih jika bercerita sambil berlinangan air mata. Ia lebih suka melihat jika Alea menentangnya dan berdebat tanpa air mata.
"Saya tahu pernikahan kita bukanlah keinginan masing-masing. Perjanjian pernikahan pun ada, saya mengingat semuanya, terlebih tentang hak asuh si kembar. Tapi apa kau tahu? Perempuan seperti saya juga memiliki hati yang bisa merasakan sakit saat tahu suaminya menjanjikan pernikahan dengan wanita lain."
Rocky menunduk, entah mengapa matanya terasa perih dan panas melihat Alea tidak berdaya seperti ini. Ia bergerak dan memeluk tubuh yang masih bersujud tersebut.
"Maaf jika selama ini saya selalu menyakitimu. Saya tahu kamu sangat membenci saya dan tidak senang dengan pernikahan ini. Saya membuat perjanjian pernikahan itu karena tidak ingin membelenggumu dengan pernikahan tanpa cinta. Kamu yang meminta berpisah dan memberikan hak asuh pada saya setelah melahirkan, salahkan jika saya menerimanya, hm?" bisik Rocky masih memeluk tubuh bergetar Alea.
Hal itu tidak dilewatkan oleh si kembar yang sedang dijaga oleh Adrian.
"Harusnya saat kau mengetahui semuanya, kau datang pada saya dan memaki saya habis-habisan, bukan malah pergi dan hidup sengsara di luar sana."
"Saya tidak sanggup."
"Kenapa?"
"Saya takut kamu akan memaksa saya untuk menyerahkan anak-anak saya."
"Saya tidak akan mengambil mereka darimu, tapi berjanjilah satu hal!"
Alea langsung mendongak mendengar ucapan itu keluar dari mulut Rocky, ia melerai pelukan dan menatap pria kaku di hadapannya.
"Apa? Saya akan melakukan apapun."
"Jangan jauhkan saya dari mereka, jangan buat anak-anak saya menderita! Pulanglah ke rumah kamu dan besarkan mereka di sana. Terima semua nafkah yang saya berikan."
"Bagaimana jika istrimu keberatan?"
"Saya tidak mempunyai istri."
"Arumi?"
"Arumi?" Kening Rocky mengerut.
"Cintamu, wanita yang kau janjikan akan menikah dan hidup bahagia."
"Saya tidak menikah dengannya, saya tidak bisa melupakan .... Sudahlah saya sibuk. Pulangkah ke rumahmu bersama Adrian."
Rocky langsung berdiri dan merapikan jasnya yang sedikit kusut. Untung saja warna setelan kerjanya hitam, sehingga bekas air mata Alea tidak terlihat.
"Adrian, antar mereka! Saya akan menyusul nanti," perintah Rocky kemudian berlalu. Ia tidak menyapa anak-anaknya lantaran tidak tahu harus mengatakan apa. Rasa bersalah lebih mendominasi sekarang, terlebih setelah mendengar semua curahan hati Alea. Wanita yang selalu mengeluarkan unek-unek di hatinya jika tidak bisa ditahan lagi.
"Kamu dari mana? Kenapa rambut kamu sedikit berantakan dan mata kamu memerah?" tanya Arumi ketika Rocky memasuki ruang rapat untuk semua juri yang hadir. Mereka akan mendiskusikan pemenangnya. Tadi saat di atas panggung, mereka hadir hanya untuk menyaksikan.
"Duduklah, rapat akan segera di mulai!" ujar Rocky, menepis tangan Arumi yang hendak menyentuh rambutnya.
...
"Mungkin anda membutuhkannya, Nona," ujar Adrian memberikan topi pada Alea.
"Terima kasih." Alea menunduk untuk memasang topi itu guna menyembunyikan matanya yang bengkak karena menangis. Ia berjalan sambil menggandeng tangan anak-anaknya yang diam seribu bahasa hingga sampai di dalam mobil Adrian.
"Ibu, ini mobil siapa? Kita harus turun atau pemiliknya akan marah," ujar Davino menarik tangan ibunya. Di kampung, ia sering mendapatkan perlakuan kasar jika memasuki mobil kepala desa.
"Tidak ada yang akan marah Tuan Muda, bahkan jika anda merusak semua isinya," celetuk Adrian yang mulai melajukan mobil perlahan.
"Tuan muda?" beo Davino dengan mata membola.
"Kalau begitu adek tuan putri?" Devina tersenyum lebar. Alih-alih protes, ia malah menikmati kenyamanan di dalam mobil tersebut. Ia bahkan tidak memedulikan apapun meski akan diculik sekalipun.
"Ibu, apa setiap hari kita bisa naik mobil ini? Adek suka."
"Kakak juga!"
Adrian yang mendengarnya hanya bisa tersenyum mendengar ucapan demi ucapan anak-anak mengemaskan tersebut. Namun, senyuman itu memudar menyadari raut wajah Alea, terlebih saat memperhatikan tangan yang terus saling meremas seperti mengkhawatirkan sesuatu.
"Nona membutuhkan sesuatu?" tanyanya.
"Saya mengira kamu baik karena benar-benar tulus, ternyata karena di suruh seseorang."
"Maaf karena telah membohongi Nona, tetapi percayalah bantuan tadi hingga saat ini tulus dari hati."
Alea terdiam, ia tidak berniat menyahuti ucapan Adrian lagi, terlebih ketika pria itu memutar arah padahal jalur menuju stasiun seharusnya lurus.
"Kamu mau membawa saya ke mana?"
"Ke rumah nona."
"Tapi rumah saya di Bogor."