Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Penyesalan
Seminggu sudah berlalu semenjak Tatiana yang tiba-tiba menghilang bagai ditelan bumi. Ariana memang sudah tidak menangis lagi, tapi ia kini menjadi anak yang pemurung. Tidak ada keceriaan di wajahnya. Setiap hari, sepulang sekolah, sore hari, bahkan terkadang malam hari ia meminta ditemani bi Una duduk di teras berharap Tatiana tiba-tiba pulang ke rumah. Ariana dengan sabar menunggu. Kerinduan makin menggebu-gebu, tapi yang dirindu tak kunjung menampakkan kehadirannya.
Setiap hari Samudera selalu menyempatkan diri mencari Tatiana. Ia sudah mencari kemana-mana, tapi Tatiana seolah-olah benar-benar menghilang dari bumi ini.
Samudera menjatuhkan kepalanya pada stir mobil. Matanya terpejam. Ia benar-benar bingung harus menemukan Tatiana dimana. Rasa rindu dan penyesalan bercampur aduk menjadi satu. Hatinya sakit. Perih tak terkata. Penyesalan menghantam dadanya bertubi-tubi. Tak adakah kesempatan untuk dirinya menjelaskan segalanya?
Pulang ke rumah, Samudera melangkah dengan gontai. Hari sudah cukup larut. Selama seminggu ini Samudera pulang lebih larut sebab sepulangnya bekerja Samudera akan melajukan mobilnya ke mana saja, berharap ia bisa menemukan jejak Tatiana walau sedikit saja.
"Ana sudah tidur, Bi?" tanya Samudera pada Bi Una. Padahal sebenarnya ia hanya ingin mempekerjakan Bi Una sementara saja sebab saat itu kondisi Tatiana sedang tidak baik-baik saja. Namun setelah kepergian Tatiana yang tanpa ia duga, Samudera meminta Bi Una bekerja di sana lebih lama. Sampai ia bisa menemukan sang istri, Tatiana.
"Neng Ana sudah tidur, Den. Tapi den, Neng Ana sejak tadi demam. Memang tadi belum terlalu tinggi. Sepertinya neng Ana sangat merindukan mbak Tiana," ujar Bi Una yang turut sedih dan merasakan kehilangan. Meskipun saat bekerja di rumah orang tua Samudera bi Una jarang bertemu dengan Tatiana, tapi setiap berkunjung ke sana, Tatiana selalu memperlakukannya dengan begitu baik. Tidak seperti yang ada di sinetron-sinetron dimana menantu akan bersikap sok berkuasa dan sok mengatur terhadap asisten rumah tangga mertuanya, maka sebaliknya Tatiana memerlukannya seperti keluarganya sendiri.
"Ana demam? Apa dia sudah minum obat?"
"Tadi sih awalnya nggak mau, tapi bibi bujuk nanti bunda sedih lho liat neng Ana sakit jadi neng Ana akhirnya mau minum obat," tutur Bi Una membuat Samudera menghela nafas lega.
"Syukurlah. Kalau ada apa-apa, tolong segera kasi tau saya ya, Bi!"
"Iya, Den." Samudera pun segera melangkah menuju kamarnya setelahnya. Namun baru saja Samudera melangkah beberapa langkah, tiba-tiba Bi kembali memanggilnya.
"Oh ya, Den, tadi ada kurir yang nitipin surat buat Aden. Sebentar bibi ambilkan."
Tanpa menunggu respon Samudera, Bi Una segera beranjak mengambil surat beramplop coklat yang ia simpan di atas lemari hias lalu menyerahkan pada Samudera. Samudera bergeming melihat surat beramplop coklat tersebut . Tiba-tiba ia memiliki firasat buruk. Apalagi setelah melihat nama pengirim di atasnya.
"Pengadilan agama."
Dengan dada yang bergemuruh, Samudera pun membawa surat beramplop coklat itu ke kamarnya. Dengan kasar ia merobek tepi amplop dan mengeluarkan isinya. Dibukanya kertas berlipat itu.
Dada Samudera kian bergemuruh. Sudut matanya seketika basah. Tungkainya lunglai. Tubuhnya tiba-tiba terhuyung ke belakang hingga kakinya membentur sisi tempat tidur. Tubuhnya seketika merosot dan terduduk di tepi tempat tidur. Perlahan, isakannya pun terdengar seiring remasan di kertas yang tadi dipegangnya.
"Tiana ... Apa ini? Kenapa kau tega meninggalkanku secara tiba-tiba seperti ini? Tidakkah kau mau memberiku kesempatan untuk menjelaskan? Maaf, maaf, maafkan aku. Tiana, aku mohon kembalilah. Kembalilah!"
Samudera menangis tergugu. Saat ini Samudera belum sadar kalau kepergiannya bukan serta merta karena melihat ia yang berpelukan dengan Triani, tapi masih banyak lagi.
Kepalanya terangkat, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Bahkan tak ada jejak Tatiana sedikitpun di sana. Matanya kian basah. Titik-titik bening itu kini mengalir begitu deras.
Seketika ia mengingat pesan terakhir Tatiana untuknya.
"Selamat tinggal, Mas. Mohon maaf atas kehadiranku yang tak pernah kau inginkan ini."
Samudera menjambak rambutnya frustasi. Perlahan ia mulai memikirkan bagaimana sikapnya pada Tatiana selama ini. Ia selalu bersikap dingin. Tak pernah hangat pun tersenyum. Ia tidak pernah mempraktekkan Tatiana sebagaimana mestinya. Padahal Tatiana sudah melakukan segala cara untuk menyenangkannya, untuk membuatnya menganggap keberadaannya, tapi apa yang ia lakukan? Ia justru mengabaikan Tatiana. Ia tak pernah benar-benar ada di sisinya.
Lalu mata Samudera kembali mengedar. Bahkan foto pernikahan ia dan Tatiana pun tak ada di dalam sana. Semua masih sama seperti dua tahun yang lalu. Foto-foto dan segala yang ada di dalam sana hanya ada segala tentang Triana. Padahal Tatiana sudah membersamainya selama dua tahun lebih, tapi ... ia seperti tak pernah ada di sana.
Padahal Tatiana pernah menjadi ratu di istana itu, tapi ia memperlakukannya bagai selir yang tak dianggap.
Samudera kembali mengingat kata-kata ibunya,
' ... Kalaupun mama yang menjadi Tiana, mungkin sudah sejak dulu Mama pergi. Tapi Tiana terlalu baik dan penyabar. Ia terus berusaha bertahan meskipun kau selalu bersikap dingin padanya. Dan jangan lupakan, kau tidak pernah menganggapnya benar-benar ada. Lihat di sekeliling rumahmu? Istri mana yang sanggup bertahan bila setiap sudut rumahnya saja berisi segala hal tentang mendiang istri pertama suaminya. Bahkan untuk menggantung foto pernikahan di tempat semestinya saja kau tidak membolehkan ... '
Samudera kembali tergugu dalam penyesalan. Dipukulnya dadanya yang seketika sesak. Bagaimana ia sudah terlampau dzalim pada Tatiana, istri yang sudah bersamanya lebih dari dua tahun. Jangankan mengatakan cinta, memberikan sedikit saja perhatian saja ia tak pernah.
Samudera dapat merasakan betapa sakit yang Tatiana alami selama ini. Namun ia selalu diam. Tatiana memendam segala kesakitan dan kesedihannya. Ia selalu berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Ia selalu melayaninya sepenuh hati. Namun apa balasannya? Hanya kesakitan dan air mata.
Kini, Tatiana telah menyerah. Ia pergi dengan rasa sakit yang membelenggu. Mampukah ia menemukan Tatiana dan membawanya kembali? Sedang jejaknya saja tak ada sedikitpun.
"Tiana, maaf, maafkan, Mas, Tiana. Mas salah. Mas jahat dan Mas benar-benar menyesal. Kembalilah, Tiana. Mas mohon, kembalilah! Tiana, maafkan atas kebodohan yang Mas lakukan selama ini. Mas membutuhkanmu, Sayang. Mas membutuhkanmu," raungnya sambil memukul-mukul dadanya yang kian terasa sesak.
Saat sedang tergugu dalam penyesalan, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dengan nyaring. Samudera awalnya hendak mengabaikan sebab ia benar-benar lemas. Ia seakan kehilangan tempat untuk berpijak. Namun saat mendengar Bi Una meneriakkan kalau demam Ariana makin tinggi, Samudera pun berusaha untuk bangkit. Ia memang sedang larut dalam penyesalan, tapi ia pun tidak bisa mengabaikan keadaan putrinya yang sebenarnya juga sangat terpukul atas kepergian Tatiana.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
𝐝𝐥𝐮 𝐚𝐪 𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐮𝐬𝐢𝐚 𝟐𝟎𝐭𝐡 𝐦𝐬𝐡 𝐛𝐨𝐜𝐢𝐥 𝐡𝐞𝐡𝐞𝐡𝐞𝐡𝐞 𝐰𝐣𝐡 𝐣𝐠 𝐦𝐬𝐡 𝐥𝐮𝐠𝐮 𝐤𝟑𝐤 𝐛𝐨𝐜𝐚𝐡
𝐦𝐥𝐦𝟐 𝐠𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐚 𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢𝐪𝐮 𝐲𝐠 𝐬𝐤𝐫𝐧𝐠 𝐮𝐝𝐡 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐧, 𝐞𝐡 𝐝𝐢𝐠𝐚𝐫𝐮𝐤 𝐬𝐚𝐭𝐩𝐨𝐥 𝐏𝐏 𝐝𝐨𝐧𝐠
𝐩𝐚𝐬 𝐝𝐢𝐤𝐧𝐭𝐫 𝐝𝐢 𝐁𝐀𝐏 𝐚𝐪 𝐛𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐚𝐦𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐮𝐭𝐫𝐢 𝐦𝐫𝐤𝐚 𝐠𝐤 𝐩𝐫𝐜𝐲 𝐤𝐫𝐧 𝐦𝐬𝐡 𝐩𝐝 𝐛𝐨𝐜𝐢𝐥 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐓𝐏 𝐚𝐥𝐦𝐭 𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐥𝐦 𝐬𝐞𝐫𝐦𝐡 𝐚𝐥𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢𝐪𝐮 𝐩𝐥𝐧𝐠 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐚𝐦𝐛𝐢𝐥 𝐛𝐮𝐤𝐮 𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐝𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐛𝐞𝐛𝐚𝐬𝐢𝐧 𝐬𝐭𝐥𝐡 𝐦𝐫𝐢𝐤𝐬𝐚 𝐛𝐮𝐤𝐮 𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 🤣🤣🤣
𝐡𝐚𝐝𝐞𝐡...
𝐬𝐨𝐤𝐨𝐫 𝐛𝐣𝐨𝐦𝐮 𝐬𝐞𝐥𝐢𝐧𝐠𝐤𝐮𝐡 𝐥𝐚 𝐥𝐚𝐦𝐛𝐞𝐦𝐮 𝐧𝐲𝐢𝟐𝐫
𝐚𝐩𝐚𝐥𝐚𝐠𝐢 𝐓𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧𝐚 𝐣𝐠 𝐥𝐧𝐠𝐬𝐧𝐠 𝐤𝐫𝐣
𝐩𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤 𝐦𝐨𝐛𝐢𝐥 𝐩𝐮𝐥𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞 𝐫𝐚𝐭𝐮𝐬𝐚𝐧 𝐣𝐮𝐭𝐚 𝐥𝐨 𝐭𝐡𝐨𝐫