Akira, cinta masa kecil dan satu-satunya cinta di hati Elio. Ketika gadis itu menerimanya semua terasa hangat dan indah, layaknya senja yang mempesona. Namun, di satu senja nan indah, Akira pergi. Dia tidak perna lagi muncul sejak itu. Elio patah hati, sakit tak berperih. Dia tidak lagi mengagumi senja. Tenggelam dalam pekerjaan dan mabuk-mabukan. Selama tiga tahun, Elio berubah, teman-temannya merasa dia telah menjadi orang lain. Bahkan Elio sendiri seolah tidak mengenali dirinya. Semua bermula sejak hari itu, hari Akira tanpa kata tanpa kabar.
3 tahun berlalu, orag tua dan para tetua memintanya segera menikah sebelum mewarisi tanah pertanian milik keluarga, menggantikan ayahnya menjadi tuan tanah.Dengan berat hati, Elio setuju melamar Zakiya, sepupunya yang cantik, kalem dan lembut. Namun, Akira kembali.Kedatangan Akira menggoyahkan hati Elio.Dia bimbang, kerajut kembali kasih dengan Akira yang perna meninggalkannya atau tetap menikahi sepupu kecilnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jawaban Di Bandes-Bandes
Seminggu seperti selamanya. Elio menghitung hari, menanti sore itu dengan jantung berdebar. Akira janji memberi jawaban di bandes-bandes. Seminggu berlalu dengan pelasan napas. Elio tak bisa fokus pada apa pun, hanya menanti.
Sore itu, Elio tiba lebih awal. Duduk di ujung tembok, matanya tak lepas dari jalan masuk rumah Akira, berharap gadis itu muncul. Orang-orang mulai berdatangan, obrolan santai tentang panen dan gosip desa mengalir. Elio tersenyum tipis, tapi pikirannya jauh.
Biasanya Akira datang awal, dia nongkrong dulu di balai-balai dibawah rumah panggung bibinya, begitu melihat orang berkumpul dia akan bergabung. Namun hari ini, separuh sore telah berlalu dia belum juga menampakkan batang hidungnya. Elio menundukkan kepala, kecewa, cemas dan takut merajai hatinya.
Akira akhirnya muncul. "Kok baru nongol, kemana aja?."Sambut si Tissa pacar Lionel, seolah mewakili Elio.
"Baru nyampe dari rumah nenek."
Ibu Akira berasal dari desa sebelah, dia memang sering ke rumah orang tua ibunya dan teman-teman tahu.
"Ada acara apa?."
"Nganterin kue buat kakek."
Elio menggeser tubuhnya membiarkan Akira duduk di sebelahnya karena tempat hampir penuh, Akira segera menempatkan tubuhnya di samping cowok itu.
"Gimana?."Bisik Elio ketika yang lain sibuk membicarakan hal lain. Sebenarya, Lionellah yang mengalihkan perhatian orang-orang agar Elio bisa berbicara secara pribadi degan Akira.
"Apa?." Akira berbalik, menemukan tatapan teduh Elio.
"Jawaban yang kamu janjikan di pantai."
"Oh...."Lenguh Akira. Dia sebenarnya melupakan janji itu. Dia bahkan melakukan penyelidikan lebih jauh tentang Elio. Mereka baru berkenalan beberapa bulan ini. Dia hanya tahu kalau Elio kakaknya Enni, anak tuan tanah, orangnya baik nan ramah. Apa dia punya pacar? karakternya bagaimana? dia belum tahu. Tapi, dia tidak mungkin berterus -terang kalau dia belum memikirknnya apalagi mengatakan kalau dia justru lupa. Elio akan kecewa berat, bukan?. Hati Akira bergolak dengan kebimbangan. Dia tidak mau menyakiti Elio.
"Kita coba jalani saja dulu. Kalau kita cocok, kita akan bertahan. Kalau nantinya kita nggak cocok satu sama lain, kita akan pisah baik-baik dan tetap berteman."
Meski jawaban itu abu-abu, hati Elio tetap berbunga-bunga. perasaan yang selama ini tumbuh subur dalam dirinya kini bisa diluahkan dan disambut. Sekarang dia hanya perlu merawat pohon cintanya agar tetap tumbuh dengan baik berbuah ranum.
Sore itu, senja begitu indah dan hangat dari biasanya bagi Elio. Senyum bahagia terus mengembang di wajahnya yang merona samar dibalik kulit kecoklatannya yang selalu tersengat matahari. Lionel dan Reimon bertukar sinyal, mereka ikut bahagia melihat perahu cinta teman mereka menemukan pelabuhan untuk berlabuh. Sejuta ide usil muncul di benak mereka untuk menggoda Elio nanti yang tengah berbahagia gayung cintanya tersambut.
Bandes-bandes dan senja menjadi saksi jawaban lembut Akira yang menenangkan kegelisahan hati Elio.
Elio berbaring di tempat tidur mengubur kepalanya dengan guling, seolah ingin mengubur kenangannya manis yang bersama Akira yang kini terasa pahit. Akira menghilang entah kemana meninggalkan kekosongan.
Ketika Elio bergelut dengan kenangan mereka, Akira menggenggam pasport di tangannya, penerbangannya malam ini. Dia menggerek koper perlahan berjalan meninggalkan kenangan bersama Elio, bertolak jauh di negeri lain untuk mencoba keberuntungan dan mencari jalan keluar dari belenggunya. Tradisi dan adat yang membelenggu kaum wanita di desanya untuk merdeka. Merdeka memilih masa depan dan cinta.
*****
Dini hari, Akira mendarat di negeri Formosa bersama sejumlah pejuang devisa lainnya. Suara pengumuman penerbangan dan gemuruh mesin pesawat memenuhi udara. Dia menggerek kopernya mengikuti rombongan mencoba menyembunyikan kegulitan.
Dibandara, mereka disambut sekelompok orang. Diberi label tertentu dan dikelompokkan. Sebuah mobil mini bus membawanya ke rumah berlantai dua dimana semua pekerja migran dari berbagai negara berkumpul. Disana, dia dan lainnya tidur bermodal selimut dan atas dipan keras yang berhimpitan. Nyaris pagi, dia dibangunkan untuk bersiap-siap. Seorang ex, bangun mandi dan melakukan shalat,Akira mengikutinya. Ketika lainnya masih kasak-kusuk, Akira dan mbak Nem, si Ex yang baru dikenalnya sudah rapi.
"Kita akan medikal dulu, nanti akan diantar ke agency masing-masing." Jelas mbak Nem.
Akira menghela nafas sebelum mengikuti mbak Nem menuju mobil yang akan membawa mereka. Diatas mobil, mereka diberi sekotak susu dan sebungkus roti sebagai sarapan.
Siang hari, mereka kembali diberi sekotak makanan. Para pekerja migran itu kembali dibagi, sebagian dijemput. Hanya Akira dan Tala, ibu muda asal Filipin yang tersisa.
"Where are you from?." Tala mengambil inisiatif memulai percakapan.
"Indonesia. And you?."
"Filipina. First time working here?."
"Yes. You? first time too?." Balas Akira dengan bahasa inggris pas-pasan.
"No, I have been here before, and I came back to give birth. My child is now three years old. And now I am back here again."
"Is your job here as a caregiver or working in a factory?"
"I used to be an elderly caregiver; now I'm trying to find work in a factory. And you?."
"Caregriver."
"Jiào tǎ lā?." Pria botak menyela obrolan mereka. "Wo." Tala mengangkat tangannya. "Zhǔnbèi hǎo, nǐ de zhǔrén hěn kuài jiù yào láile". "Ni Akila, ma?." Si botak berbalik ke Akira. Mendengar namanya ditanyakan, Akira cepat mengangguk. "Shì de." "Xiànzài, wǒ jiāng dài nǐ qù gāi zhōngjiè." Akira tidak terlalu paham yang dikatan bapak botak itu, dia hanya mengira-ngira kalau dia akan diantar ke agensinya sekarang seperti yang dikatakan mbak Nem sebelum pergi. "Sekarang kamu akan dibawa ke agensi. santai saja." Tala berbisik. "Kalau bahasa mandarinmu belum terlalu lancar, pakai bahasa inggris saja. itu juga boleh." Tala menepuk lembut bahu Akira. "Kalau sesuatu terjadi seperti pekerjaanmu tidak sesuai perjanjian kerja, kamu bisa minta bantuan agensimu atau lapor polisi. Jangan mengorbankan diri untuk pekerjaan yang seharusnya kita tidak kerjakan."Tala mengeluarkan alat tulis dan menulis nomor telponnya. "Hubungi aku kalau kamu butuh bantuan. Aku akan membantu memberi solusi. Aku juga perna menjadi pekerja baru dan tahu kalau pekerja baru kadang dimanfaatkan oleh pemberi kerja dan agensi." Akira mendengarkan secara seksama. Ada ketakutan di hatinya. " Don't forget! Call me if you need helf. We were all new once." Tala menekan kertas itu di telapak tangan Akira sebelum pergi. Mereka berpisah di siang menjelang sore hari itu. Akira dibawa kesebuah kantor kecil yang apik dan unik. "Aku mr. Chen, agensi kamu disini." Pria kemayu berlesung pipi itu menyambutnya. "Tunggu sebentar. Akan kusiapkan berkasmu dan mengantar ke rumah bosmu." Akira hanya megangguk samar mengamati mr Chen sibuk mengatur berbagai kertas ke dalam map. Honda Civic membawa mereka ke rumah besar di tengah kota Kaohsiung. Seorang penerjemaah, biasa dipanggil laose menjadi penengah antara agensi dan majikan serta Akira. Perkenalan singkat, Majikan Akira adalah keluarga Wang, seorang pebisnis. Akira sendiri harus rela dipanggil Ila karena orang-orang disini tidak familiar pelafalan R. Pasiennya adalah Wang siensen sendiri, pria 70an itu perna menjalani operasi di kepalanya dan perlu perhatian khusus. Sedang anak istrinya sibuk bekerja setiap hari. Karena itu mereka menyewa perawat pribadi. "Mbak, mulai sekarang, kamu akan bekerja disini. Kalau ada apa-apa, kamu bisa nelpon atau chat ke aku." Sang Laose membuka hp. "Disini tuh nggak ada WA, adanya Wechat." Laose membantu Akira membuat akun Wechat. "Aku sudah menyimpan nomor Wechatku." "Ingat untuk tidak bertindak gegabah kalau ada masalah, hubungi aku saja atau polisi. 1955 juga bisa." "Oke... kami pergi. Tiap bulan, mr Chen akan datang mengecekmu. Oh.. depnaker juga akan datang mengunjungimu untuk memastikan kalau kamu memang bekerja disini dengan baik tanpa ada masalah." Akira mengangguk, menelan rasa asing.
Konsisten dan tetap percaya