Setelah hubungannya tidak mendapat kejelasan dari sang kekasih. Kapten Prayoda, memutuskan untuk menyerah. Ia berlalu dengan kecewa. Empat tahun menunggu, hanyalah kekosongan yang ia dapatkan.
Lantas, ke dermaga mana akan ia labuhkan cinta yang selama ini sudah berusaha ia simpan dengan setia untuk sang kekasih yang lebih memilih karir.
Dalam pikiran yang kalut, Kapten Yoda tidak sengaja menciprat genangan air di bahu jalan pada seorang gadis yang sedang memarkirkan motornya di sana.
"Sialan," umpatnya. Ketika menoleh, gadis itu mendapati seorang pria dewasa tampan dan gagah bertubuh atletis memakai baret hijau, berdiri resah dan bersalah. Gadis itu melotot tidak senang.
Pertemuan tidak sengaja itu membuat hari-hari Kapten Prayoda tidak biasa, sebab bayang-bayang gadis itu selalu muncul di kepalanya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Ikuti juga ya FB Lina Zascia Amandia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Dokter Baru Di Batalyon
Malam itu, Amira duduk menghadap meja belajarnya. Laptop yang sempat tertinggal, kini sudah kembali ke pangkuannya, setelah melalui drama pertemuan kedua dengan pria tentara itu.
Jemarinya menari di atas keyboard, tapi pikirannya justru melayang pada sosok Yoda. Tatapan teduhnya, caranya bersikap tegas sekaligus hangat, dan kalimat-kalimat sederhana yang entah kenapa terus terngiang di telinga.
“Kenapa jadi kepikiran begini, sih?” Amira bergumam, menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Ia mendesah, meneguk air putih, mencoba kembali fokus. Namun setiap kali ia mengetik, bayangan Yoda seakan ikut menyelinap.
"Aku sudah boleh jatuh cinta, kan?" tanya Amira pada laptop di depannya sambil tersenyum nggak jelas. Karuan saja, Amira selama ini belum pernah pacaran.
Sementara itu, di rumah dinas sederhana yang tak jauh dari markas, Kapten Prayoda duduk termenung. Laptop Amira yang sempat ia selamatkan kini berganti menjadi sebuah kenangan kecil di benaknya. Ia tidak bisa memungkiri, gadis itu berbeda. Sikap cueknya, caranya menghindar namun tetap menarik perhatiannya, membuat Yoda sulit mengalihkan pandangan.
Namun, malam itu ia tak hanya memikirkan Amira. Ada sebuah kabar dari atasannya yang membuatnya terdiam cukup lama. Keesokan harinya, dokter batalyon yang baru ditugaskan akan datang, dan nama itu bukan asing di telinganya.
Dokter Serelia Prameswari.
Nama itu menyentak dadanya. Beberapa hari lalu mereka bicara. Membicarakan niat empat tahun lalu yang pernah direncanakan mereka. Namun, lagi-lagi Dokter Serelia menolak ajakan Yoda, dia memutuskan untuk menunda rencana pertunangan itu sampai tahun depan. Yoda kecewa. Padahal dokter Serelia telah menyelesaikan studi dokter spesialisnya.
***
Pagi menjelang. Langit masih sedikit berawan, jalanan komplek basah sisa hujan semalam. Amira menjalankan motornya terburu-buru menuju kampus dengan tas sampir hitam tergantung di bahu. Di sisi lain, Yoda sudah bersiap di markas, menunggu kedatangan dokter baru.
Suara mobil dinas berhenti di depan. Dari balik pintu, seorang wanita berwajah anggun turun, mengenakan kemeja putih rapi dan celana bahan krem. Senyumnya profesional, namun tatapan matanya bergetar saat bertemu pandangan Yoda.
“Kak Yoda ...." Suaranya lirih, nyaris tak terdengar.
Yoda terdiam, wajahnya datar, meski dadanya bergolak. “Selamat datang, Dokter Serelia.” Yoda bersikap formal dan profesional.
Dokters Serelia tersenyum tipis. Ada jeda panjang, seolah ribuan kata yang ingin diucapkan terhenti begitu saja. Pria tampan di hadapannya, kini nampak berbeda, dingin dan seperti berusaha asing terhadapnya.
***
Hari itu berjalan kaku. Yoda berusaha menjaga sikap formal, sementara dokter Serelia tampak berulang kali mencari celah untuk mengajaknya bicara lebih pribadi. Namun, Yoda selalu berhasil menghindar.
Hingga sore hari, Yoda memutuskan singgah sebentar di kafe tempat pertama kali ia bertemu Amira. Langkahnya terasa lebih ringan ketika melihat gadis itu sudah duduk di pojok ruangan, sibuk dengan laptopnya.
“Lagi ngerjain tugas?” Suara Yoda membuat Amira menoleh.
Amira mengangkat alis, menutup layar laptopnya setengah. “Kebetulan. Jangan-jangan Kakak ini sengaja ngikuti aku, ya?” tuduh Amira, matanya menatap lekat.
“Kalau iya, kenapa?” Yoda menahan senyum yang menggoda.
Amira mendengus, mencoba menutupi rona merah di pipinya. “Kakak ini ya … tentara apa stalker, sih?”
"Ishhh, mulai berani nih bocah. Ok, kalau kamu ngajak aku kamu, aku turut senang," batin Yoda girang mendengar perubahan kata panggilan yang digunakan Amira.
Suasana mencair. Mereka berbincang ringan, saling menyindir, bahkan sempat tertawa. Yoda merasa ada kenyamanan yang tak ia temukan lagi sejak lama.
Namun, tawa itu terhenti ketika suara tumit sepatu mengetuk lantai mendekat.
“Kak Yoda?”
Keduanya menoleh bersamaan. Dokter Serelia berdiri di sana, menatap Yoda dengan ekspresi terkejut sekaligus penuh tanda tanya. Tatapannya lalu beralih pada Amira, yang langsung merasa heran penuh tanya.
“Eh … saya duluan aja deh.” Amira buru-buru berkemas. Tapi Yoda menahan lengannya lembut.
“Amira, jangan pergi!" Suara Yoda tegas, membuat Amira terdiam.
Serelia terbelalak. "Jadi, ini yang bikin kamu nggak pernah jawab pesanku?” Suaranya bergetar, campuran marah dan sedih. “Seorang gadis muda?” lanjutnya menuduh.
Amira tercekat. Ia ingin menjelaskan, tapi bagaimana? Ia bahkan belum sepenuhnya mengerti hubungan apa yang mengikatnya dengan pria tentara ini.
Yoda menatap dokter Serelia tajam, kali ini tidak lagi menyembunyikan ketegasan hatinya. “Ini teman baru aku. Kami kebetulan bertemu di kafe. Aku ikut duduk di meja yang sama. Lagipula ini tempat umum. Jadi, wajar aku ikut gabung dengan orang yang aku kenal," tutu Yoda.
Dokter Serelia menatap Yoda sekilas. Dia merasa tidak senang dengan kebersamaan Yoda dengan gadis yang jauh lebih muda darinya itu.
"Pantas saja setelah pembicaraan kita tempo hari, Kak Yoda tidak mau lagi membalas pesanku," protes Dokter Serelia mengulang ucapannya tadi.
"Serel, bukankah kamu sendiri yang memutuskan untuk menunda lagi, bukan?" tukas Yoda.
"Maaf, sepertinya saya harus pergi. Saya tidak mau melihat pertengkaran di depan saya. Selesaikan urusan kalian. Tapi, jangan di sini. Ini tempat umum." Amira berdiri, menyela perdebatan mereka. Setelah berkata, ia segera angkat kaki keluar dari kursi kafe.
"Amira, tunggu, Dik!" tahan Yoda. Namun sayang, Amira keburu menuju pintu keluar.
Dokter Serelia menahan lengan Yoda, tapi Yoda menepis. Dia lebih memilih mengejar Amira.
NB: Bab 3 ada yang saya revisi. Boleh dicek ya. Makasih.
sabar bang Yoda..cinta emang perlu perjuangan.
hmm..Amira ujianmu marai koe kwareken mangan.aku seng Moco Karo mbayangke melok warek pisan mir.🤭
kk othor akuh kasih kopi biar melek bab selanjutnya 😁.
iqbal gk cocok
rnak yg lebih tua iya kan ehhh mapan buka n tua ding🤣😁😁☺️