Niat hati hanya ingin mengerjai Julian, namun Alexa malah terjebak dalam permainannya sendiri. Kesal karena skripsinya tak kunjung di ACC, Alexa nekat menaruh obat pencahar ke dalam minuman pria itu. Siapa sangka obat pencahar itu malah memberikan reaksi berbeda tak seperti yang Alexa harapkan. Karena ulahnya sendiri, Alexa harus terjebak dalam satu malam panas bersama Julian. Lalu bagaimanakah reaksi Alexa selanjutnya ketika sebuah lamaran datang kepadanya sebagai bentuk tanggung jawab dari Julian.
“Menikahlah denganku kalau kamu merasa dirugikan. Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku.”
“Saya lebih baik rugi daripada harus menikah dengan Bapak.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Dada Silikon
Dada Silikon
Alexa langsung menurunkan sebelah kaki, lalu merapatkan kedua pahanya. Sambil tangannya menarik-narik turun ujung dress agar menutupi seluruh paha itu. Namun karena dress yang ia kenakan terlalu pendek, sehingga sebagian pahanya masih terekspose.
“Kamu mau bimbingan skripsi atau mau ke pasar malam?” celetuk Julian lagi sambil matanya fokus pada lembaran kertas di tangannya.
Alexa sempat melongo mendengar celetukan itu, karena tak menyangka penampilan cantiknya malah mendapat ledekan. Ia sedikit kesal. Mulutnya komat-kamit tak karuan, menatap jengkel pada Julian yang tengah menunduk pada tumpukan kertas skripsi.
Namun Alexa kemudian terkesiap menahan napasnya ketika Julian tiba-tiba mengangkat wajahnya dan menoleh kepadanya.
Pria tampan itu mengerutkan dahinya tipis karena sempat menangkap tingkah aneh Alexa.
“Kesurupan kamu? Sudah berapa lama kamu seperti itu?” tanya Julian, kemudian mencampakkan tumpukan kertas yang sedang diperiksanya itu.
Alexa menelan ludah. Lalu meringis karena malu. “Dosen sialan. Cantik-cantik begini masa dibilang kesurupan,” bisiknya dalam hati. Tentu saja ia tidak berani mengatakan hal itu secara langsung. Bisa-bisa skripsinya benar-benar tidak akan di ACC. Otomatis mimpinya untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu akan terkubur.
“Pantas saja kamu bisa kesurupan. Lihat saja bibirmu itu, persis seperti vampir yang baru saja menghisap darah. Penampilanmu sangat mengundang perhatian vampir dan sebangsanya,” cibir Julian, seolah tak suka melihat gincu Alexa yang terlalu merah mentereng mengalahkan lampu merah di perempatan jalan.
Alexa hanya bisa terkaget-kaget dengan celetukan Julian tanpa berani membela diri. Ia tahu, jika ia membela diri atau berani melayangkan protes, Julian malah akan semakin mempersulitnya. Jadi yang bisa ia lakukan hanya menggerutu dalam hati saja sambil menahan jengkel.
Bagaimana Alexa tidak jengkel, dari sekian banyak mahasiswa dan mahasiswi yang dibimbing Julian, mengapa hanya dirinya yang dipersulit tanpa alasan yang jelas seperti ini. Entah kesalahan apa yang sudah ia perbuat. Padahal hanya tinggal merevisi saja, namun rasanya seperti sedang berjuang diantara hidup dan mati.
“Benar-benar nih si Julia. Dia minta ditabok apa?” Alexa menggerutu lagi dalam hati, menahan geram setengah mati. Andai pria di sebelahnya ini bukan seorang dosen, mungkin ia sudah mencekik pria itu sejak tadi.
“Mana ada vampir secantik ini, Pak.” Alexa mencoba bergurau, memaksakan senyum di wajahnya meski hatinya sedang panas. Dosen yang satu ini benar-benar di luar prediksinya. Ia pikir pria itu akan terpukau dengan penampilan seksinya.
Alih-alih mendapatkan perhatian dari Julian, Alexa malah harus kecewa karena pria tidak sedikitpun meliriknya. Lirikan pria itu justru mengandung sindiran. Kalau begini ia harus menuntut Maya, karena ide gila Maya ini samasekali tidak bekerja.
“Cantik?” Julian meninggikan kedua alisnya, seraya matanya merayap turun pelan-pelan, menyisir sepanjang tubuh molek Alexa. Jakunnya terlihat naik turun manakala pandangannya melintas pada sepasang dada Alexa yang hampir tumpah dari belahan rendah dress yang dikenakan gadis itu.
“Sebelum datang ke sini, apa kamu sudah bercermin?” tanyanya kemudian dengan ekspresi membingungkan.
“Sudah dong, Pak. Pakek cermin ajaib lagi,” balas Alexa dengan hati geram.
“Benarkah? Pantas saja, kamu juga ajaib sekali hari ini. Baru kali ini aku lihat ada ondel-ondel di apartemen.”
“O-ondel-ondel?” pekik Alexa dalam hati. Meski wajahnya tersenyum, namun hatinya meringis. Kekesalannya tak bisa tertahankan lagi. Ingin rasanya ia mencekik leher Julian sekuat-kuatnya sampai pria itu tidak bisa bernapas lagi.
“Kurang ajar. Setengah mati aku dandan secantik ini malah dibilang ondel-ondel. Benar-benar dosen yang satu ini minta disantet.” Lagi-lagi Alexa hanya bisa mengumpat dalam hati. Tak pernah berani menampakkan kekesalannya secara langsung. Ia hanya bisa memendam amarah itu.
Julian berdiri dari duduknya, kemudian melenggang masuk ke dalam kamarnya. Tak berapa lama pria itu kembali dengan membawa jaket.
“Aku ada urusan penting sore ini. Kamu silahkan kembali saja nanti,” kata Julian sembari mengenakan jaketnya. Pria itu mengabaikan lembaran skripsi Alexa.
Alexa yang terkejut lalu sontak berdiri. “Terus skripsi saya gimana, Pak?” todongnya dengan wajah tegang.
“Perbaiki lagi pada bagian rumusan masalah. Banyak yang keliru di bagian itu.”
“Bagian itu sudah lima kali saya revisi, Pak. Masa iya sih masih salah lagi?” protes Alexa sudah hilang kesabaran.
“Di sini kamu yang dosennya atau aku? Kalau aku bilang perbaiki, ya, perbaiki. Kenapa ngeyel terus?” Julian melenggang menuju pintu. Meninggalkan Alexa yang terlihat marah.
Cepat-cepat Alexa memungut skripsinya yang diabaikan Julian di atas meja, kemudian bergegas menyusul pria itu.
“Bapak sudah membacanya dengan benar atau tidak sih, Pak? Masa masih harus direvisi lagi,” protes Alexa lagi.
“Aku ini tidak buta huruf, Alexa. Perbaiki saja atau kamu gagal wisuda tahun ini.” Tangan Julian sudah memutar gagang pintu, membukanya lebar-lebar.
“Pak, saya tidak mau merevisi ini lagi. Kepala saya sudah mau pecah karena memikirkan ini setiap hari.”
“Terserah kamu. Sekarang silahkan keluar. Aku mau mengunci pintunya.”
Alexa menurut, sadar ia hanya tamu. Walaupun darahnya sudah mendidih menghadapi sikap Julian yang semena-mena ini, ia berusaha sabar. Meski sabar itu tidak mudah.
Namun, bukannya Julian menanggapi keluhannya, pria itu malah melenggang pergi meninggalkannya. Membuat ia harus berlari mengejar pria itu sampai ikut masuk ke dalam lift.
“Pak, saya mohon, diperiksa sekali lagi dong, Pak. Please ...” Alexa memohon, meredam sejenak amarah yang menggunung di dadanya.
“Melihatmu membuatku sakit kepala, Alexa. Aku benar-benar tidak bisa konsentrasi melihat wujudmu ini.”
“Asal Bapak tahu ya. Kalau saya gagal wisuda tahun ini, saya bakal dinikahkan dengan laki-laki tua bangka yang berkepala botak dan berperut buncit. Kalau sampai itu terjadi, saya akan menuntut Bapak. Gara-gara Bapak mempersulit saya seperti ini, hidup dan impian saya jadi hancur.”
“Bukan urusanku.”
Ting!
Pintu lift terbuka. Julian melangkah lebar keluar dari lift. Alexa sampai harus berlari-lari kecil mengejar pria itu. Tingginya yang hanya sebatas bahu Julian membuat langkahnya tertinggal jauh dalam sekejap.
“Pak, tolong mengerti saya dong, Pak. Saya sudah lelah merevisi berkali-kali. Sebenarnya salah saya apa sih, Pak. Kenapa hanya saya yang Bapak perlakukan seperti ini?” sembur Alexa, terus mengekori Julian sampai ke area parkir.
Langkah Julian pun terhenti. Tangannya urung membuka pintu mobil. Pria itu kemudian memutar tubuhnya hanya untuk melihat Alexa yang tampak menahan amarah.
“Kamu masih tanya salah kamu apa?”
“Apa Bapak punya dendam sama saya? Dari sekian banyak mahasiswa yang Bapak bimbing, kenapa hanya saya yang dipersulit. Padahal saya sudah berusaha melakukan yang terbaik. Saya juga bukan mahasiswi yang bandel. Tapi kenapa saya diperlakukan seperti ini? Bapak tidak adil.” Alexa benar-benar sudah tidak bisa menahan perasaan yang bergejolak dalam dadanya. Matanya sampai berkaca-kaca karena sakit hati.
“Kamu datang menemuiku untuk bimbingan atau untuk hal lain, Alexa. Sebelum datang ke sini, apa kamu sudah memperhatikan penampilanmu itu. Mataku sampai sakit melihatmu. Lain kali pakai pakaian yang lebih sopan. Buat apa memamerkan dada silikonmu itu. Kamu pikir aku akan tertarik?”
Alexa terdiam. Ia sedikit tersinggung sekaligus malu dengan kalimat panjang yang dilontarkan Julian itu. Memang tujuan awalnya selain datang untuk bimbingan skripsi, juga untuk menjalankan ide menggoda pria itu.
Namun rupanya pria itu menyadari tindakan bodohnya ini. Tak ada sepatah kata pun yang bisa ia lontarkan lagi sebagai upaya untuk membela diri.
Brak!
Julian membanting pintu mobil. Membuat Alexa tersentak kaget. Gadis itu kemudian menyingkir, bermaksud memberi jalan untuk dilewati mobil Julian. Tetapi kemudian kaca jendela mobil malah diturunkan.
“Ayo naik!” seru Julian dari dalam tanpa menoleh Alexa sedikit pun.
“Makasih, Pak. Tapi saya bisa pulang naik taksi.”
“Naik atau lupakan saja mimpimu lulus kuliah tahun ini.”
To Be Continued ...
nanti setelah nikah
kamu jerat dia dengan perhatian tulusmu
Maka cinta Akan melekat dalam hati alexa
jangan lupa
sering Bawa ke panti asuhan
melihat bagaimana kehidupan kecil tanpa ibu /ayah
akhirnya menerima pernikahan
kamu gak tau alexa, klo pak Julian anak tunggal perusahaan yg kau incar ditempat lamaranmu kerja
selamat buat nona kecil/Rose//Rose//Rose/
kaget gak tuh Al