Seira Adam Hanida adalah Ayi Mahogra atau Ratunya Kharisma Jagat yang harus memimpin pasukan kharisma jagat di zaman modern untuk melawan Bagaskara yang menggunakan makhluk ghaib untuk mengendalikan manusia agar menyembah iblis yang dia sembah.
Untuk melawan balik, Bagaskara hendak menculik anak kedua Ayi dan menggunakannya agar bisa mewujudkan kutukan kuno, kutukan itu adalah, setiap Ayi Mahogra atau ratunya kharisma jagat, kerajaannya akan runtuh digulingkan oleh anak perempuannya sendiri. Karena itu Ayi Mahogra meminta suaminya Malik Rainan dan juga pasukan kharisma jagat membawa kabur anaknya agar selamat dari penculikan dan dia bisa menjaga umat manusia dan kerajaannya dari serangan Bagaskara.
Selama proses pelarian ini, Malik dan pasukan kharisma jagat menemui banyak kesulitan karena serangan dari Bagaskara dan pasukannya, lalu apakah mereka berhasil melindungi anak perempuan Ayi Mahogra atau dia akan menjadi anak yang terkutuk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muka Kanvas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 2 : Penyelamatan Fani
Ayi duduk berdua dengan Fani di aula AKJ, Ayi memakai gaun semata kaki serba hitam yang menutup seluruh tubunya serta kerudung yang menutup rambut indahnya, sehari-hari setelah berpisah dengan anaknya, Ayi memang membenci banyak warna, karena itu mengingatkannya pada ketidakmampuannya menggendong anaknya sendiri, karena warna yang cerah dan meriah, khas bayi yang baru lahir, itu menyakitinya.
Ayi harus mendengar kisahnya, siapa Sandi dan keluarganya, walau Ayi tak berharap banyak, karena kebanyakan Kharisma Jagat menyembunyikan identitasnya jika menikah dengan orang biasa, seperti Mulyana ketika menikahi ibunya Adit.
“Saya di mana?” Fani menangis, karena yang dia ingat hanya kabur, sudah! Setelahnya dia tak ingat.
“Kamu sedang di rumahku, tenanglah, aku berasal dari suku pasundan, nama suku kami adalah Kharisma Jagat, kau takkan menemukan kami di buku sejarah mana pun karena kami bukan suku biasa, tapi aku tak bisa ceritakan sampai aku tahu sejauh mana yang kau ketahui, karena ini soal keselamatanmu dan anakmu.” Ayi menunjuk anaknya Fani.
“Apa keluarga Sandi berhutang pada suku kalian sampai kalian memburuku?” Fani bertanya dengan sedih.
“Hutang?”
“Oh, jadi kau bukan penagih hutang? Hutang ayanya Sandi sebesar sebelas milyar, kakak laki-laki dan adik perempuannya juga sudah kabur, kakak laki-lakinya kabur bersama istri dan anaknya, sedang adik perempuannya kabur sendirian, kami berpisah di jalan itu dan berjanji takkan memberit kabar satu sama lain agar jejak tak diketahui.
Lalu saat kami kabur, ada beberapa orang yang mengejar, kami bersembunyi di sebuah lorong, saat itulah kami bertemu dengan seorang nenek yang mau membantu, kami masuk ke rumah nenek itu dan … dan … aku … aku tidak ingat apa yang terjadi setelahnya.
Ayi melihat ke arah Fani, rupanya dia benar tak tahu apapun soal Sandi, Ayi telah meminta Hanif mencaritahu latar belakang keluarga Sandi.
“Baiklah, kau bisa tenang karena kami bukanlah penagih hutan, kami ini satu suku dengan keluarga suamimu, bisa kamu ceritakan, awal mula bertemu dengan Sandi?” Ayi kembali menggali infomasi yang mungkin saja dia bisa dapatkan dengan mendengar ceritanya dari Fani secara detail, dari sudut pandang Fani.
“Kami bertemu saat bekerja, dia itu dulu sudah jadi supervisor di perusahaan keluarganya sendiri, dia dari keluarga yang berada.
Sementara saya, saya adalah admin finance, oh ya maaf, nama kakak siapa?” Fani baru bertanya.
“Namaku Ayi, kau bisa panggil aku Ayi saja.”
“Baiklah Ayi, saat itu aku hanya ingin mengumpulkan uang buat kuliah, tapi ternyata kami jatuh cinta, Sandi pria yang sangat baik, dia seorang yang perhatian, lembut dan bertanggung jawab, meski ketika kami pacaran dan aku berkunjung ke rumahnya, karena lokasi kantor cukup jauh dari ruma, aku jadi tahu kalau keluarga Sandi berbeda.”
“Berbeda?”
“Ya, aku melihat begitu banyak patung dan lukisan yang cukup mengerikan di rumah itu, keris-keris bahkan dipajang dengan cara seperti ini.” Fani menegakkan tangannya, bermaksud memberitahu kalau keris-keris yang dipajang di atas meja itu berdiri tegak, Fani berpikir pasti keris itu ditancap ke meja, padahal jika diperhatikan dengan baik, keris itu melayang tapi tak terlihat dengan jelas jika kau melihat sekilas.
“Kenapa kau pikir mereka berbeda hanya dengan pajangan yang ada di ruma mereka? Bisa saja mereka memang suka sesuatu yang tradisional berasal dari budaya dan adat kita, itu tidak berbeda, itu hanya masalah hobi kan.”
“Tidak Ayi, itu berbeda karena beberapa malam aku diharuskan ikut ritual, katanya itu ritual pembersihkan.” Fani membela asumsinya.
“Baiklah kalau begitu, maukah kau membawaku pada ingatan itu?” Ayi mengulukan tangannya, jika kalian lupa, bahwa Ayi bisa mengintip masa lalu, dia ingin melihat ritual apa yang mereka lakukan.
Fani mengulurkan tangannya, Ayi menggenggam tangan Fani dan dia masuk ke ingatan Fani pada masa lalu, Ayi melihat semua orang memakai pakaian adat, yang perempuan memakai kebaya dan kain jarik, mereka duduk di suatu ruangan yang ada di dalam rumah, ruangan itu terbuka tanpa atap, itu adalah bagian belakang rumah, taman kecil dengan rumput buatan yang nyaman saat duduk di atasnya.
Mereka duduk bersisian, paling tengah Ada orang tua Sandi, kakak Sandi beserta anak dan istrinya, lalu ada Sandi dan Fani, terakhir adik bungsu Sandi yang ada di samping Sandi.
Di hadapan mereka ada meja altar, Ayi melihat di depan meja itu ada dupa dan keris, di sekeliling rumah Fani melihat banyak jin dengan berbagai rupa dan jenis serta energi yang tak seragam, ada yang cukup tinggi ada juga yang sangat rendah.
Fani terlihat khawatir, dia terlihat lebih muda, mungkin ini sekitar 4 tahun sebelumnya.
Ayi berjalan mengelilingi mereka, melihat apa yang digumamkan oleh bapaknya Sandi.
Ayi semakin mendekat agar terdengar, ketika Ayi dengar, rupanya mantra pemagaran.
Ayi jadi sadar, kalau bapaknya Sandi sedang memagari rumah.
“Pemagaran, mereka pasti bersembunyi dari para tetua.” Ayi menyimpulkan.
“Kalian harus selalu melakukan ritual ini tak peduli apapun yang terjadi ya, hapalkan mantranya agar kita semua selamat.” Bapaknya Sandi berkata dengan wajah serius, kakaknya Sandi hanya mengangguk.
Ritual butuh waktu sekitar satu setengah jam, setelah selesai, mereka semua duduk di bagian belakang rumah yang ada atapnya, sepertinya tempat itu sering digunakan untuk tempat menikmati sore karena menghadap taman yang indah tanpa atap, Fani terlihat membantu ibunya Sandi di belakang, dia terlihat kikuk, sepertinya dia ingin mengambil hati ibunya Sandi.
Fani memotong tomat untuk hiasan lalapan yang dibuat.
“Kau pasti kaget ya? Tenang saja, ini bukan mengikuti aliran sesat ya, ini hanya ritual adat saja, ritual turun temurun keluarga, kamu kan sebentar lagi menikah dengan Sandi, jadi harus tahu lebih jauh soal keluarga ini.”
“I-iya bu, kaget tapi tidak apa-apa.”
“Ya, karena ritual ini harus terus berjalan, tidak peduli apapun.” Ibunya Sandi melihat ke keluarganya.
Fani bingung, tapi dia tak berani bertanya, dia fokus pada pekerjaan yang dia sedang lakukan.
Masakan selesai, semua orang allu berkumpul di meja makan, Ayi masih di sana memperhatikan satu persatu anggota keluarga.
Makan selesai, Fani lalu pamit pulang diantar Sandi.
Ayi ikut masuk ke dalam mobil, dia masi ingin tahu lebih jauh.
“Kamu takut nggak?” Sandi bertanya di dalam mobil.
“Sedikit.” Fani jujur sambil menunjukan telunjuk dan jempol yang menandakan ukuran rasa takut yang kecil itu.
“Tenang aja, itu ritual sederhana saja, nggak ada tumbal-tumbalan, hanya adat turun temurun buat keluarga, perusahaan dan kesejahteraan.” Sandi tidak bisa memberitahu hal yang sebenarnya.
“Iya, tadi ibu juga udah bilang gitu kok, tenang aja, aku nggak bakal mundur.” Fani tersenyum dengan bahagia.
Mobil berjalan menyusuri jalan, Fani sampai di rumah, Sandi langsung pulang dan ketika sampai rumah, Sandi melihat ayahnya masih ada di ruang tamu, padahal sudah cukup malam, Sandi duduk lalu bertanya.
“Kenapa Yah?” Sandi hanya menebak kalau bapaknya sedang ingin bicara.
“Kau yakin tidak ingin memberitahunya soal keluarga kita?”
“Yakin! Karena aku takut Fani tidak setegar ibu, aku sangat mencintainya, Yah.” Sandi memohon.
“Gagra masih tertidur di dalam tubuhmu bukan? maafkan ayah karena menolak karuhun itu dan langsung menurunkannya padamu begitu kau lahir, dia mau ditidurkan selama ini karena tahu kalau ayah tidak sekuat itu, mungkin dia mengincar keturunanmu kelak, karena Gagra bisa mengintip masa depan tuannya.”
“Aku kira masih, karena aku tidak pernah melihatnya.”
“Mungkin sesekali dia akan datang atau memperlihatkan wujudnya, kau harus bersiap, kau akan menikah dan kelak akan punya anak, hati-hatilah, karuhun tidak bisa ditolak jika kau tak menurunkan pada tuan baru, maaf ayah dulu membebani karena ingin membangun keluarga ini dengan sejahtera, usaha keluarga yang bebas, tidak diatur adat para tetua, mereka menjijikan, kami para kharisma jagat bahkan harus menyetor uang pada mereka agar tidak diteror.”
“Yah, apakah ritual itu akan mampu melindungi kita?”
“Tidak tahu Sandi, tapi kata Mulyana, dengan menaruh banyak jin dengan berbagai energi di sini, itu akan mengaburkan energi kita satu keluarga yang berstatus kharisma jagat, tapi Mulyana telah tiada, jadi aku tak tahu lagi, apakah perlindungan kita juga akan tetap mampu melindungi.” Bapaknya Sandi terlihat khawatir.
“Tenang saja Yah, kita semua akan baik-baik saja, Fani tidak perlu tahu.” Sandi menenangkan ayahnya.
Ayi lalu terdiam, dia memasang kuda-kuda, dia perlu untuk pergi ke ingatan masa lalu Fani lebih dekat dengan tahun nyata mereka.
Ayi lalu berpindah pada masa di mana Bapaknya Sandi meninggal dunia, Fani dan Sandi sudah menikah selama 2 tahun.
“Jangan lupa selalu lakukan ritual pemagaran itu ya Nak, jangan lupa selalu saling menjaga, jaga istri anak dan adikmu, jangan sampai mereka menangkap kalian.” Bapaknya Sandi sudah sangat lemah, tapi masih memberi wejangan, di ruang ICU itu hanya ada Sandi dan kakaknya.
Tak lama kemudian bapaknya Sandi meninggal dunia.
Ayi kembali berpindah lagi pada masa di mana ritual itu akhirnya dilakukan tanpa bapaknya Sandi, Fani telah hamil seperti sekaran, berarti ini waktunya cukup dekat, ritual itu hanya dilakukan Sandi dan kakaknya, mereka terus membaca mantra tapi saat membaca, ada suara ledakan yang cukup besar, Ayi melihat sekitar, para jin yang tadinya ada di sana kabur semuanya.
Rupanya keberadaan keluarga Sandi sudah diketahui pasukan Bagaskara. Ayi melihat ritual mereka tak lagi mampu menahan pagarnya karena keburu sudah ketahuan.
“Tidak bisa! Kita harus pergi sekarang.” Kakaknya Sandi berkata dengan putus asa.
“Kita coba terus!” Sandi tak mau menyerah.
“Kau tak lihat, mereka yang melindungi rumah sudah kabur semua, kita sudah ketahuan!” Kakaknya Sandi lalu menarik anak dan istrinya lalu meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa.
Sedang adiknya Sandi juga lari dengan mengendarai mobilnya sendiri.
Sandi melihat istrinya dan berkata, “Ayahku hutang 11 milyar untuk usaha kami, mungkin rumah ini akan didatangi penagih hutang, kita harus kabur, karena kami tak bisa membayar.”
Fani mendengar itu terlihat sedih, tapi menurut, mereka juga akhirnya lari dari rumah itu dan mengendarai mobil.
Saat mengendari mobil, mereka dicegat oleh beberapa orang yang tinggi besar, Fani mengira itu pasti preman penagih hutang, Sandi menabrak mereka dan mengedarai mobil lebih cepat lagi, setelahnya, dia menghentikan mobil di pinggir jalan, lalu mengajak Fani keluar dari mobil.
Mereka bersembunyi dan kejadian selanjutnya kalian sudah tahu, saat bersembunyi Fani dan Sandi bertemu dengan nenek-nenek yang membawa masuk mereka ke dunia gendam.
Ayi keluar dari masa lalu Fani dan akhirnya melepas tangan Fani.
Ayi menyeka keringat dari keningnya karena energi yang dia gunakan cukup banyak karena masa mengintipnya juga cukup jauh.
“Fani dengar, Sandi tak ingin kau tahu soal asal-usulnya, tapi aku harus memberitahumu agar kau bisa kami lindungi, ini soal anakmu juga. Tapi itu semua terserah kau, jika kau tidak ingin tahu, aku takkan memaksa.”
“Aku sangat khawatir Ayi, aku ingin bisa bertemu suamiku, aku butuh tahu soal asal-usulnya dan aku juga ingin anakku selamat.” Fani memutuskan untuk tahu.
Saat Ayi akan menjelaskan semuanya, Aam masuk ke ruangan itu dan membisiki Ayi sesuatu, ekspresi Ayi jadi sangat marah.
“Mereka memang brengsek!” Ayi sampai memukul bangku karena geram.
Apa yang sebenarnya Aam bisiki? Ada yang bisa menebak?
penasaran kelanjutannya besok hehe
selalu jadi moodbooster buat aku, emak2
yg tiap hari berjibaku di rumah
hehee
semngat 💪💪