Kayla Anak Yang Tak Diinginkan
Hujan turun pelan-pelan di luar jendela rumah sakit sore itu. Langit mendung seakan ikut menyelimuti duka yang tidak terlihat oleh mata siapa pun. Di dalam ruang bersalin, seorang bayi mungil baru saja lahir, masih merah, masih menggeliat pelan, dengan suara tangis yang belum reda.
Retno menatap bayi itu dengan mata berkaca-kaca. Ia menyentuh pipi lembut anak perempuannya, membisikkan doa-doa dalam hati. Tapi kebahagiaannya tidak utuh. Di sisi tempat tidur, berdiri seorang pria dengan wajah dingin, rahangnya mengeras, dan tangan terlipat.
"Mas... ini anak kita..." ujar Retno
Arman mengalihkan pandangannya. "Aku nggak pernah minta anak."
"Tapi... dia darah dagingmu. Setidaknya... lihat dia sebentar." jawab Retno
"Sudah cukup, Retno. Jangan paksa aku. Aku bahkan menikahimu karena terpaksa. Anak itu... tidak penting buatku." ujar Arman marah
Perawat yang baru masuk membawa selimut tambahan hanya bisa menunduk. Suasana di ruangan itu kaku, seperti tak ada yang baru lahir, seolah bukan nyawa baru yang datang ke dunia.
Retno menahan air mata. Ia memeluk bayinya erat. "Namanya Kayla, Mas. Kayla Retno Armanda..."
"Jangan pakai nama belakangku. Aku nggak mau namaku disandingkan dengan anak itu." ujar Arman
"Tolong, Mas... Jangan benci dia. Benci aku, silakan. Tapi dia... dia tidak bersalah." tangis Retno dengan permohonan
Arman mendekat, tapi bukan untuk menyentuh bayi itu. Ia hanya mengambil ponselnya dari meja dan melangkah ke pintu.
"Urus sendiri anakmu itu. Aku pergi." ujar Arman lalu pergi dari sana
Pintu tertutup dengan suara keras. Retno akhirnya tak bisa menahan tangis. Bayi Kayla masih menangis, seolah tahu bahwa ia baru saja ditolak dunia. Tak ada pelukan ayah, tak ada sambutan hangat. Yang menyambutnya hanya isak lirih dan pelukan seorang ibu yang ditinggalkan.
Dua hari kemudian, Retno duduk lemah di kursi roda. Ia menatap bayi Kayla yang tidur pulas di boks kecil rumah sakit. Tubuhnya masih lemah, namun pikirannya sudah jauh berlari—tentang bagaimana cara membesarkan Kayla tanpa cinta dari sang ayah.
"Bu Retno, bayinya sehat sekali," kata perawat muda dengan senyum hangat.
Retno mengangguk pelan. "Iya... dia kuat. Walau dari awal sudah ditolak, tapi dia kuat..."
Perawat itu ragu sejenak sebelum bicara lagi, "Suami Ibu... tidak datang-datang lagi ya?"
Retno tersenyum getir. "Dia tak ingin anak ini. Bahkan saat pertama kali Kayla menangis, dia menutup telinganya dan pergi."
Perawat itu menunduk. "Maaf, Bu... Saya hanya bisa mendoakan semoga Ibu diberi kekuatan."
Retno menatap bayinya dalam-dalam. Lalu membisikkan sesuatu di telinga mungil itu.
"Nak, kamu mungkin lahir tanpa pelukan ayah. Tapi kamu lahir dari cinta. Dan Mama janji... akan jaga kamu sekuat yang Mama bisa." ujar Retno
Tangisan Kayla pelan-pelan mereda, seolah tahu bahwa satu-satunya tempat paling hangat di dunia ini... hanyalah pelukan sang ibu.
Sementara itu, di luar rumah sakit, Arman duduk di dalam mobilnya sambil menelepon seseorang.
"Iya, aku udah lihat bayinya. Tapi aku tetap nggak bisa terima dia." ujar Arman
"Mas Arman, bukannya dia anak kandungmu?" ujar orang di sebrang sana
"Anak dari perempuan yang dipaksa jadi istriku. Aku nggak cinta sama Retno. Dan sekarang dia bawa-bawa bayi. Aku muak." jawab Arman marah
"Mas... tapi dia istrimu yang sah." jawab orang itu lagi
"Hanya di atas kertas. Di hatiku, dia nggak pernah jadi siapa-siapa." jawab Arman kejam
Sambungan telepon itu terputus. Arman menyandarkan kepalanya ke kursi mobil. Hatinya dingin. Tak sedikit pun ada rasa iba, bahkan setelah tahu anaknya sendiri lahir.
Sementara itu, di lantai dua rumah sakit, Kayla terlelap dalam pelukan ibunya. Dunia luar belum menyambutnya, tapi setidaknya ia punya satu cinta yang nyata.
Dan itulah awal dari hidup seorang gadis... yang sejak detik pertama bernapas, sudah ditolak oleh darah dagingnya sendiri.
...----------------...
Lima Tahun Berlalu.
Rumah besar di ujung gang itu selalu tampak gelap. Bukan karena lampunya padam, tapi karena tidak ada kehangatan di dalamnya. Di ruang tengah, Arman duduk di sofa sambil merokok. Televisi menyala, tapi tak ada yang benar-benar ia tonton.
Di dapur, Retno sedang memasak bubur untuk Kayla yang mulai demam.
"Ibu, aku haus..." seru Kayla kecil pelan
Suara kecil itu terdengar dari kamar belakang. Retno buru-buru menaruh sendok dan masuk ke kamar.
"Ini, sayang. Mama ambilkan air dulu, ya" Kayla yang baru berusia lima tahun menggeliat lemah di tempat tidur. Pipinya merah. Keningnya panas.
Retno keluar kamar, tapi baru dua langkah ia berhenti. Di depan dapur, berdiri seorang wanita muda dengan pakaian ketat dan wajah tak ramah.
"Mbak, itu anak siapa sih? Kok cerewet banget?"Tanya seorang wanita yang menjadi tamu Arman
Retno menunduk sopan. "Anak saya, Mbak. Lagi sakit."
Wanita itu memutar bola matanya. "Tolong disuruh diem deh. Lagi pengen nonton, malah kedengaran anak nangis. Ganggu banget."
Arman muncul dari arah ruang tengah. "Retno! Sini sebentar!"
Retno menghampiri. "Iya, Mas?"
"Bawa anakmu itu ke mana kek. Dia ganggu tamuku." ujar Arman
"Apa mas bisa antar aku dan Kayla kerumah sakit? Tanya Retno
"Bilang aku suruh bawa dia ke dokter? Kamu pikir uang dari mana?!" jawab Arman dengan kemarahan
"Saya... saya bisa pinjam tetangga. Yang penting Kayla cepat sembuh. Jadi tolong anterin kami ya taksi gak bisa masuk" ujar Retno
"Sudahlah. Urus sendiri, aku tidak mau ikut campur bukan urusanku . jangan ganggu tamuku." tolak Arman
Wanita di sebelah Arman tertawa kecil. "Kalau anakmu cerewetnya nurun dari ibunya sih, pantes..."
Retno menggenggam erat gelas air di tangannya. Tapi ia tak membalas. Ia hanya kembali masuk ke kamar Kayla, menutup pintu perlahan, dan menangis dalam diam.
Kayla menatap ibunya.
"Bu... Ayah marah ya? Aku ganggu ya, Bu?" tanya Kayla dengan sedih
"Enggak, Nak. Kamu nggak ganggu siapa-siapa. Kamu anak ibu, Ibu sayang banget sama kamu." jawab Retno
"Tapi... Ayah nggak pernah lihat aku... Nggak pernah peluk aku kayak di film..." ujar Kayla
Retno menahan air mata. "Nggak semua orang bisa tunjukin sayangnya dengan pelukan. Tapi ibu, ibu selalu peluk kamu, kan?"
Kayla mengangguk.
"Aku cuma pengen Ayah lihat aku... Sekali aja." ujar Kayla sedih
Beberapa hari berlalu Kayla sudah sehat kembali. Di dapur, Retno sedang menyuapi Kayla yang masih berusia lima tahun. Tubuh kecil itu duduk di kursi plastik dengan bubur hangat di hadapannya.
"Pelan-pelan makannya, Sayang. Nanti seret," ucap Retno sambil meniupkan bubur.
"Mama nggak makan?" tanya Kayla.
Retno tersenyum. "Mama udah kenyang. Tadi Mama udah nyicipin garam di dapur."
Kayla tidak mengerti. Ia hanya melanjutkan makan. Dari ruang tengah, terdengar suara pintu dibanting keras.
"RETNO! Mana kopi pagiku?!"
"Iya, Mas! Ini Retno buat dulu."
"Lambat banget kerja kamu! Apa gunanya tinggal di rumah kalau nggak bisa layani suami?!" marah Arman
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Aisyah Putri Angel
paling sebel aq jika ada suami seperti di Arman itu
2025-07-01
0