NovelToon NovelToon
Khilaf Semalam

Khilaf Semalam

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwidia

Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -


Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.

Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.

Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.

Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.

'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 3 Cara Berjalan

Happy reading

Suasana rumah tampak sepi ketika Dira menginjakkan kaki di ruang tamu.

Hanya terdengar suara Milah yang sedang bersenandung.

Suara itu berasal dari arah dapur. Tapi menggema sampai ke ruang tamu.

Dira berjalan pelan sambil menahan sensasi perih yang masih tersisa.

Ia berharap Milah tidak mendengar langkah kakinya.

Tapi sayang, wanita paruh baya itu tiba-tiba muncul dan menyapa, sehingga membuatnya terkesiap.

Dira berusaha menghalau rasa takut yang kini memenuhi ruang pikir.

Ia takut jika Milah menyadari cara jalannya yang berbeda dan bertanya macam-macam.

"Mbok, Ayah dan Bunda sudah berangkat ke kantor?" Dira sekedar berbasa-basi.

"Sudah, Mbak. Baru saja."

"Oh. Simbok lanjut masak gih. Aku mau ke kamar."

"Simbok sudah selesai masak dari tadi, Mbak. Sudah nyuci piring dan ngepel juga."

"Eng, ya udah Simbok istirahat saja sambil nonton TV."

"Waduh, biasanya 'kan jam segini Simbok menemani Mbak Dira ngobrol, kalau Mbak Dira ndak berangkat ke rumah sakit."

"Tapi, Mbok ... aku --"

"Oya, Mbak. Semalam Tuan dan Nyonya bingung. Mereka ndak tau harus mencari Mbak Dira ke mana. Tuan dan Nyonya khawatir karena nomor Mbak Dira ndak aktif. Ditelepon ndak nyambung, di chat cuma centang satu. Mau lapor polisi harus nunggu dua puluh empat jam. Minta tolong Damkar, nanti malah mengganggu tetangga yang sedang tidur nyenyak," ujar Milah panjang lebar, memangkas ucapan Dira.

"Jam berapa mereka menelepon, Mbok?"

"Sekitar jam satu malam, Mbak. Begitu pulang dari Jakarta, Tuan dan Nyonya mencari Mbak Dira. Ya Simbok bilang saja kalau Mbak Dira baru ketemuan sama Mas Aldi."

"Terus --"

"Karena nomor Mbak Dira ndak bisa dihubungi, Nyonya menelepon Mas Aldi. Eh ternyata hp Mas Aldi ketinggalan di rumah dan baru menelepon balik pagi tadi."

"Kata Bunda, Aldi ngomong apa saja, Mbok?"

"Kata Nyonya, Mas Aldi bilang ... semalam ndak jadi ketemuan sama Mbak Dira karena ada meeting mendadak dengan klien. Sialnya, hp Mas Aldi malah ketinggalan di rumah dan Mas Aldi lupa ndak ngabarin Mbak Dira dulu sebelum berangkat meeting."

Dira menghela napas dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar.

Kesal, marah, dan kecewa.

Ia serasa lelah mempertahankan hubungannya dengan pria yang teramat egois.

Bukan kali pertama Aldi memperlakukannya seperti itu.

Membiarkannya menunggu tanpa memberi kabar.

"Semalam, sebenarnya Mbak Dira ada di mana? Dan dengan siapa?"

Dira terdiam dan tampak berpikir. Ia bingung harus menjawab apa.

"Mbak --"

"Mbok, aku ingin istirahat. Simbok istirahat juga ya, tapi di kamar Simbok sendiri. Sambil menonton drama kesukaan Simbok," ucapnya. Kemudian mengayun langkah dan menaiki anak tangga. Pelan dan sedikit mengangkang, sehingga membuat Milah menaruh curiga.

"Kenapa cara jalan Mbak Dira seperti itu ya? Apa jangan-jangan --" Milah bermonolog lirih, lalu bergegas menyusul Dira yang sudah sampai di ujung tangga.

Pikirannya menjadi tak tenang saat melihat cara berjalan Dira yang berbeda dan mencurigakan.

Seperti cara berjalan seorang wanita yang baru saja di unboxing.

"Mbak, sebenarnya apa yang sudah terjadi pada Mbak Dira?"

Milah memberanikan diri bertanya pada Dira setelah berhasil menyusulnya.

Pandangan netranya fokus tertuju pada manik mata Dira dan menyiratkan rasa khawatir.

Bagi Milah, Dira bukan sekedar putri sang majikan.

Ia sudah menganggap Dira seperti putrinya sendiri, yang selalu dijaganya sejak masih bayi.

Dira mendaratkan bobot tubuh di sofa yang berada di pojok kamar dan meminta Milah untuk turut duduk bersebelahan dengannya.

"Mbak, apa yang sebenarnya terjadi?" Milah kembali bertanya dan menggenggam tangan Dira.

"Mbok, semalam aku menunggu Aldi sampai larut di tempat yang sudah kami sepakati berdua, Sunshine Cafe.Tapi Aldi nggak datang dan nggak memberi kabar. Karena kafe mau tutup, ditambah lagi hujan deras, aku meminta Dariel untuk menjemput ku." Dira menjeda ucapannya dan sedikit menundukkan wajah.

Ia teramat takut dan malu mengakui khilaf yang telah dilakukannya bersama Dariel.

"Lalu apa yang terjadi, Mbak?"

"Mbok, aku dan Dariel bermalam di penginapan. Lalu ... kami melakukan khilaf terlarang." Dira menjawab dengan suaranya yang terdengar bergetar dan tertahan.

Tentu saja pengakuan Dira membuat Milah teramat syok.

"Ya Allah, Mbak," ucapnya lirih.

"Aku berdosa, Mbok. Aku sudah kotor."

"Simbok mengerti apa yang Mbak Dira rasakan saat ini. Mbak Dira harus kuat, harus tabah, dan ndak boleh menyalahkan diri sendiri." Milah merengkuh tubuh Dira dan membawanya ke dalam pelukan.

Tangannya mengusap punggung Dira dengan lembut, seraya menenangkan putri majikannya itu.

"Mbak, bagaimana khilaf itu bisa terjadi? Selama ini, Mas Dariel selalu menjaga Mbak Dira dengan baik dan ndak pernah berbuat macam-macam." Milah sedikit mengurai pelukan dan menatap manik mata Dira yang terbingkai kristal bening.

"Mbok, aku yang salah. Aku yang membuat Dariel melakukan itu --"

Dira menceritakan semua yang terjadi semalam, tanpa ada satu pun yang terlewat.

Sementara Milah mendengarkan dan memperhatikan Dira, tanpa menyela.

"Mbak, bukankah Mas Dariel sudah berniat untuk bertanggung jawab. Kenapa Mbak Dira ndak bersedia? Apa karena Mbak Dira sangat mencintai Mas Aldi? Menurut Simbok, Mas Dariel lebih sayang dan pengertian sama Mbak Dira ketimbang Mas Aldi," tutur Milah.

"Mbak, benih-benih cinta bisa tumbuh seiring waktu. Simbok yakin Mbak Dira akan hidup bahagia jika menikah dengan Mas Dariel," sambungnya.

"Mbok, aku dan Dariel nggak akan pernah bisa menikah. Tembok yang menghalangi kami terlalu tinggi."

"Maksud Mbak Dira apa?"

"Mbok, keyakinan kami berbeda. Aku nggak akan pernah memaksa Dariel untuk mengorbankan iman yang diyakininya demi menikahi aku. Begitu juga sebaliknya. Iman yang aku yakini, tidak akan pernah aku korbankan demi menikah dengannya." Dira menekankan kata 'tidak'.

Yang berarti bahwa, Dira bersungguh-sungguh tidak akan mengorbankan iman yang diyakininya.

Dira sadar bahwa ia seorang pendosa dan jauh dari kata saleha. Namun tidak ada setitik pun keinginan untuk meninggalkan Tuhan-nya.

"Astagfirullah, maafkan Simbok. Simbok benar-benar lupa kalau Mas Dariel ndak seiman dengan kita, Mbak."

Milah mempererat pelukannya dan menangis tergugu. Ia teramat prihatin dengan nasib malang yang dialami oleh Dira.

"Mbok, tolong jangan beri tau Ayah dan Bunda. Simpan sebagai rahasia di antara kita."

"Tapi, Mbak. Tuan dan Nyonya berhak tau."

"Meski Ayah dan Bunda berhak tau, tapi ... tolong jangan beri tau mereka, Mbok. Aku takut jika mereka syok dan marah. Bahkan mungkin menyalahkan Dariel."

Milah terdiam dan sejenak berpikir.

"Baiklah, Mbak. Simbok mengerti. Simbok berjanji, ndak akan memberi tau siapapun, terutama Tuan dan Nyonya," ucapnya kemudian.

"Makasih, Mbok."

Cukup lama Dira dan Milah saling berpeluk diiringi isak tangis. Meluapkan kesedihan.

Namun tiba-tiba terdengar suara nada dering yang berasal dari gawai dan memecah suasana.

Setelah mengurai pelukan, Dira menyeka wajahnya yang basah dengan jemari tangan, lalu mengambil gawai yang tersimpan di dalam tas.

Ia tampak ragu untuk menggeser layar gawai dan menerima telepon yang ternyata dari Dariel.

"Telepon dari siapa, Mbak?"

"Dari Dariel, Mbok."

"Kenapa ndak segera diangkat?"

"Nggak pa-pa, Mbok. Aku ingin istirahat." Dira beralibi dan Milah memahaminya.

"Ya sudah. Sekarang Mbak Dira istirahat dulu. Ndak usah banyak pikiran." Milah mengusap punggung tangan Dira, lalu membawa tubuhnya bangkit dari posisi duduk.

"Simbok tinggal dulu, Mbak," pamitnya.

"Iya, Mbok." Dira mengangguk lemah dan membiarkan Milah beranjak pergi.

Mbak Dira, tetaplah tersenyum. Lewati ujian ini dengan ketabahan. Insya Allah, kelak Mbak Dira akan bahagia. Entah bersama Mas Dariel, atau pria lain yang mencintai Mbak Dira dengan tulus dan menerima Mbak Dira apa adanya tanpa menuntut kesucian.

Batin Milah berbisik, melangitkan doa tulus untuk Dira.

🌹🌹🌹

Bersambung

1
Hikari Puri
dtgu up nya lg thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Najwa Aini
karya yg bagus. dikemas dengan tatanan bahasa yg apik, rapi, enak dibaca dan mudah dipahami..
sukses selalu buat Autor yg maniiiss legit kayak kue lapis.
Ayuwidia: Uhuk, makasih Kakak Pertama
total 1 replies
Najwa Aini
Dariel aja gak tau perasaannya senang atau sedih, saat tau Dira putus dgn Aldi.
apalagi aku..
Najwa Aini
perusahaan Dejavu??
itu memang nama perusahaannya..??
Ayuwidia: Iya, anggap aja gitu
total 1 replies
Najwa Aini
Ayah bundanya Dira kayak sahabatnya ya
my heart
semangat Thor
Machan
simbok aja tau klo Dariel lebih sayang timbang Aldi😌
Machan: amiiin


berharap🤣🤣
Ayuwidia: Dari Gold jadi diamond ya 😆
total 6 replies
Najwa Aini
ooh jadi Dira itu seorang dokter ya..
wawww
Ayuwidia: huum, Kak. Ceritanya gtu
total 1 replies
Najwa Aini
Amiin..
aku aminkan doamu, Milah
Najwa Aini
kalau dari namanya sih, kayaknya mang lbh ganteng Dariel daripada Aldi
Najwa Aini
ooh..jadi gitu ceritanya..
ya pastilah hasratnya langsung membuncah
Ayuwidia: uhuk-uhuk
total 1 replies
Najwa Aini
Tapi tetap aja keliatan kan Riel
Najwa Aini
omah kenangan yg asri banget itu ya
Najwa Aini
jadi ceritanya Dira lupa dengan ritual naik turun Bromo semalam gitu??
Machan
🤭🤭🤭
Machan
aku tutup mata, tutup kuping, tutup hidung juga😜
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!