Di tengah masalah pelik yang menimpa usaha kulinernya, yang terancam mengalami pengusiran oleh pemilik bangunan, Nitara berkenalan dengan Eros, lelaki pemilik toko es krim yang dulu pernah berjaya, namun kini bangkrut. Eros juga memiliki lidah istimewa yang dapat membongkar resep makanan apa pun.
Di sisi lain, Dani teman sedari kecil Nitara tiba-tiba saja dianugerahi kemampuan melukis luar biasa. Padahal selama ini dia sama sekali tak pernah belajar melukis. Paling gila, Dani tahu-tahu jatuh cinta pada Tante Liswara, ibunda Nitara.
Banyak kejanggalan di antara Dani dan Eros membuat Nitara berpikir, keduanya sepertinya tengah masuk dalam keterkaitan supernatural yang sulit dijelaskan. Keterkaitan itu bermula dari transfusi darah di antara keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OMIUS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang Ketujuh Belas
Tadi pagi aku kembali terlambat tiba di tempat kerja. Mungkin karena mulai kelewat sering atasanku akhirnya mendampratku. Apalagi atasanku menilai kinerjaku yang dianggap menurun. Semua dikarenakan fokus konsentrasiku yang terganggu akibat kurang tidur.
Rencananya sehabis pulang kerja aku hendak kongkow-kongkow sebentar di kafe bareng teman. Masih di jalan menuju kafe tahu-tahu ponselku berdering. Nitara mengontakku.
“Ada yang sedang butuh darahmu segera. Tara tunggu di rumahmu, buruan pulang!”
Nitara tidak menyebutkan siapa yang tengah membutuhkan darahku. Dia cuma menuturkan, katanya hari ini bank-bank darah di Bogor, bahkan Jabodetabek tengah kosong menyimpan golongan darah B rhesus negatif. Aku sendiri belum berencana mendonorkan darahku, padahal luka sayatan di tubuhku sudah semakin membaik. Terbukti aku kini sudah bisa beraktivitas lagi.
Sampai tiba di rumah kulihat Nitara tengah duduk-duduk di kursi teras depan, menanti kedatanganku.
“Semakin kemari rumahmu sudah semakin mirip studio lukis saja. Perabotan rumah pada menghilang ke mana diganti alat-alat lukis,” ujarnya, menyambutku di teras depan rumah.
“Keren, kan?”
“Keren apa, jorok yang ada!” sungutnya, “tuh lantai rumahmu, sudah warna-warni sama ceceren cat minyak, belum sampah di mana-mana!”
Aku cuma menyengir sembari duduk di kursi teras rumah, bersebelahan dengan Nitara duduk.
“Ada apa sih dengan isi kepalamu belakangan ini? Dani berubah seratus delapan puluh derajat! Kamu sekarang sudah mirip-mirip seniman yang enggak peduli tampilan.”
Kembali aku cuma menyengir saja.
“Dan, Tara lagi diminta bantuan cari-cari darah B negatif untuk seseorang. Malam ini juga dia harus selekasnya dioperasi.”
“Kecelakaan?” sahutku sembari mengepulkan asap rokok.
“Iya, kecelakaan di Tol Japek tadi siang. Dani bisa, kan sekarang juga pergi bareng Tara ke Siloam Bekasi?”
“Itu sih kewajiban namanya. Sekarang juga kita pergi, tapi boleh tahu siapa yang mengalami kecelakaan itu?”
Entah kenapa Nitara tak seketika menjawab pertanyaanku. Ada kesan ragu dia berkata.
“Kenalanku.”
“Iya siapa namanya, orang mana, apa profesinya? Boleh, kan aku tahu sosok penerima darahku?”
“Mas Eros ....”
Nitara akhirnya menjawab juga. Hanya saja nada suaranya terdengar pelan, seperti berbisik saja. Kentara kalau dia lebih berharap aku tidak menanyakan identitas calon penerima darahku.
Tentu saja aku mengenal sosok lelaki yang barusan disebutkan namanya. Bahkan sebelum lelaki itu tahu-tahu menjalin kedekatan dengan Nitara. Lelaki yang dulu merebut istriku, tapi enggan kupedulikan, apalagi sampai harus kubenci. Aku pun hanya bersikap santai manakala mencium kedekatannya dengan Nitara.
“Haruskah aku mendonorkan darahku pada Eros?”
“Barusan Dani berkata kewajiban,” timpalnya, “ayolah, Dan, ini murni soal kemanusiaan, jangan sangkut pautkan dengan masa lalu!”
“Apa Eros nyinggung-nyinggung juga sisi kemanusiaan waktu nidurin istri orang?”
“Dan, ada yang belum kamu ketahui. Dulu itu Mas Eros sebenarnya sedang tidak sadarkan diri. Sebelum kamu datang, Mas Eros sudah diberi obat tidur sama Melan. Mas Eros masuk jebakan Melan agar dicerai olehmu.”
“Mau dijebak, atau memang sudah diniatkan, tapi faktanya Eros terus kawin bareng Melan.”
“Dan, Tara mengerti kalau Mas Eros pernah menyakitimu. Tapi, tolong Dani cukup melihat pada diri Tara saja! Kita sudah seperti saudara, sementara Mas Eros calon suamiku.”
Aku cuma tersenyum kecut dengan pernyataannya. Sekali lagi aku sudah enggan memikirkan lagi perselingkuhan Eros dulu bareng mantan istriku, lebih-lebih sampai harus memendam sakit hati. Tetapi, aku kecewa akan sikap yang barusan diperlihatkan Nitara. Dia hanya menganggap angin lalu saja dosa-dosa Eros padaku.
“Seberapa dalam Tara mencintai calonmu itu?”
“Untuk apa tanya-tanya hal pribadi seperti itu?”
“Untuk apa pula kamu sampai memohon-mohon padaku?”
“Kepribadian Mas Eros senantiasa sejalan dengan pemikiran Tara. Itu yang meyakinkan Tara untuk menerima Mas Eros.”
“Berarti kamu tidak mencintainya.”
“Tara sedang belajar mencintai Mas Eros. Seiring berjalannya waktu, Tara yakin kalau cinta akan menyusul datang kemudian. Apalagi Mas Eros sangat mencintai Tara.”
“Coba kebalikannya, Tara yang saat ini sedang jatuh cinta, bukan Eros.”
“Kok jalan pikiranmu seperti itu?”
“Soalnya aku akan mensyaratkan pengorbananmu jika Eros mau darahku. Tapi, karena Tara ternyata tidak mencintai Eros, sepertinya syaratku ini terlalu gampang dipenuhimu.”
Kulihat kulit dahinya mengerut.
“Sebutkan syaratnya!”
“Tara mesti bersedia putus dengan Eros! Terlarang menikah dengannya!”
Terkesiap Nitara mendengar persyaratanku. Sampai beberapa detik mulutnya hanya menganga.
“Dan, apa tidak ada syarat lain?” Lirih kemudian terdengar mulutnya berkata.
“Aku tidak memaksa. Tara bersedia, sekarang juga kudonorkan darahku! Tapi, kalau merasa berat ... silakan Tara tinggal cari pendonor lainnya!”
“Tapi, Mas Eros mesti harus segera beroleh transfusi darah. Soalnya dia mengalami pendarahan.”
“Itu pilihan.”
“Kenapa kamu sekejam itu, Dan? Kenapa kamu tidak melupakan saja dendam yang terus membakar jiwamu.”
“Aku cuma mau beri pelajaran pada Eros. Biar dia merasakan juga, seperti apa sakitnya saat dikhianati pasangan sendiri.”
“Tara enggak menyangka, sampai sedemikian dalamnya Dani menyimpan sakit hati.”
“Sekali lagi aku tak akan memaksamu. Silakan Tara berjuang mencari pendonor darah B negatif.”
Nitara hanya termangu. Binar bola matanya yang berganti nanar menunjukkan, betapa syaratku ternyata berat untuk dijalankannya.
“Kamu masih muda, Tara. Dagumu bikin semua pria betah memandangimu. Aku yakin, dan memang benar terbukti ada banyak pria suka padamu. Kalau saja dari kecil dulu otakku tidak menyebutmu saudara, sudah pasti aku pria pertama yang akan memilikimu.”
Masih juga Nitara larut dalam ketermanguan.
“Mumpung kamu belum jatuh cinta sama Eros, Tara tak bakalan merana gagal menikah dengan Eros. Ingat, enggak gampang loh cari darah B negatif dalam kondisi gawat darurat macam sekarang! Nyawa Eros jauh lebih berharga dibanding ditinggal kawin!”
Tahu-tahu Nitara beranjak berdiri. Wajahnya tampak merengut. Tetap enggan berkata-kata dia lalu berpaling, dan berjalan menuju pintu pagar tanpa pamit padaku. Kelihatannya dia tak sanggup menerima syarat yang diajukanku.
o17o