Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 : The Kingdom
...****************...
“Tanggal perang, Inflasi, Kegoyahan ekonomi di Aethermere...” Gumam Serein pelan, mencoba mengingat-ingat setiap kejadian penting yang pernah ia lewati di masa depan—masa yang kini menjadi ingatannya sendiri, rahasia yang hanya ia ketahui seorang diri.
Ia tengah menuliskan berbagai hal yang harus ia hindari, rencana yang sudah ia susun untuk bertahan hidup, dan hal-hal penting yang sudah terjadi di masa depan nanti. Tentunya ia memilah apa yang akan Serein ikut campur dan apa yang harus ia jauhi karena berbahaya.
Tak lupa, Serein juga mulai memikirkan orang-orang yang berkontribusi di kehidupannya dulu, entah dalam hal baik atau pun buruk.
“Sepertinya semuanya sudah cukup untuk hari ini.” Ujar Serein menutup buku bersampul coklat tua itu dan meletakkan pena bulunya.
Tok tok tok...
“Masuklah,” ujar Serein menjawab ketukan di pintu kamarnya.
“Permisi, Nona. Tuan Duke memanggil Anda untuk makan malam.” Ujar Rara sopan.
“Baiklah, aku akan segera turun, Rara.” Jawab Serein tersenyum tipis pada pelayannya itu.
Setelah kepergian Rara, Serein berdiri. Ia melirik bayangan dirinya di cermin tinggi yang berdiri anggun di sudut kamar. Jemarinya merapikan kerah bajunya, memastikan tidak ada yang kusut. Setelah puas dengan penampilannya, ia melangkah keluar dari kamar dan berjalan menyusuri koridor menuju ruang makan utama.
“Salam ayah dan ibu,” Sapa Serein dengan tata krama bangsawan yang sempurna, seperti yang sudah diajarkan untuknya sejak kecil.
Duke Draka terlihat mengangguk, “Duduklah, Serein.”
Serein mengambil tempatnya di sebelah kiri sang ayah, sementara di sisi lainnya di tempati sang ibu tiri. Lucy datang tak lama kemudian, memberikan salam pada ibu dan ayahnya, tapi tidak memberikan sapaan pada Serein. Yang mana adab kerajaan ini seharusnya harus menyapa yang lebih tua atau yang memiliki kedudukan lebih tinggi.
Valencia terlebih dahulu membuka suara menatap putrinya, “Lucy, kenapa tidak menyapa kakakmu? Kau lupa ya?”
Serein terlebih dahulu menyahut, “Mungkin adik tidak melihat keberadaanku, ibu.”
Mendengar itu, Valencia dengan segera mengode putrinya. Mengisyaratkan sebelum Duke Draka yang sangat bertata krama memberikan teguran. Dengan wajah sedikit terpaksa yang terlihat, Lucy mengulang sapaannya.
“Sebenarnya aku sedikit kesal dengan kakak,” ujar Lucy setelah duduk di tempatnya.
Ketiga orang itu memusatkan perhatian kepada Lucy, “Kenapa? Kalian bertengkar?” Tanya Duke Draka.
“Ayah, kakak tidak mau memberikan kamarnya. Padahal kan, aku sangat ingin di sana.”
“Benarkah? Serein, mengapa tidak mengalah dengan adikmu?” Tanya Duchess Valencia lembut.
Serein tersenyum tipis ketika kini pandangan teralih padanya, “Aku berpikir, bukankah wajar aku menempati kamar yang lebih luas karena aku lebih tua, benarkan, Ayah?” Ia menatap sang ayah.
Duke Draka sendiri mengangguk, “Benar, ayah sudah memikirkan itu sebelum membaginya.” Ia beralih menatap putri keduanya, “Lucy, bukankah ayah mengatakan tadi untuk berdiskusi? Jika alasanmu tidak kuat, wajar jika kakakmu menolak.”
Lucy yang di todong pertanyaan oleh ayahnya kini menatap ibunya, yang sepertinya tudak bisa membantunya untuk menjawab.
“Lucy ternyata masih kekanakan, aku mewajarkannya, ayah.” Ujar Serein menjawab.
“Ah, benar. Lucy, lain kali jangan memaksakan kehendakmu, ya.” Sahut Duchess Valencia menatap putrinya, yang mana mengisyaratkan agar Lucy mengangguk.
Lucy akhirnya mengangguk, “Baiklah, Ibu.”
“Ya sudah, kalau begitu tidak perlu di bahas lebih lanjut. Mari nikmati makan malamnya.” Ujar Duke Draka memulai acara makan malam keluarga itu.
Usai makan, Duke Draka menyeka mulutnya dengan sapu tangan, lalu memulai bicara lagi.
“Besok, kita akan mengunjungi kerajaan untuk menyapa Raja Hilton. Persiapkan diri kalian semua sejak pagi.”
“Baik, Ayah,” jawab Serein dan Lucy hampir bersamaan,
***
Kereta kuda yang membawanya berhenti di depan halaman istana. Serein dan Lucy yang satu kereta turun bergantian.
Pandangan Serein langsung menyapu bangunan megah di hadapannya. Istana itu—masih sama. Sama seperti dalam ingatannya. Pilar-pilar tinggi menjulang menghias gerbang utama, patung singa bersayap berdiri kokoh di kanan dan kiri, lambang kekuatan dan keagungan Kerajaan Aethermere.
Kerajaan Aethermere, salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di benua ini. Ia tidak bisa memungkiri keindahannya. Arsitektur megah, ukiran yang rumit di tiap dinding, serta cahaya matahari yang menyinari permukaan istana membuatnya terlihat seperti tempat tinggal dewa-dewi.
Tapi, di balik kemegahan itu, Serein tahu betul... terlalu banyak kegelapan tersembunyi di balik dinding-dinding indah ini. Kebusukan yang dibungkus dengan lapisan emas dan sutra. Ia mengingatnya, dan luka-luka lama terasa seperti baru saja disayat kembali.
Serein mengikuti langkah panjang ayahnya dengan tenang. Duke Draka, dengan postur tegap dan langkah penuh wibawa, memimpin mereka masuk ke dalam istana. Seorang butler istana menyambut mereka dengan membungkuk hormat, lalu menuntun mereka melalui lorong panjang yang dindingnya dihiasi lukisan raja-raja terdahulu, menuju ruang audiensi tempat sang raja menunggu.
Begitu memasuki ruangan yang luas dan terang benderang oleh cahaya lampu gantung kristal, Duke Draka berhenti sejenak. Ia lalu menundukkan tubuhnya dalam salam penuh hormat.
“Saya, Duke Draka de Fàcto, memberikan salam pada yang mulia Raja Hilton II, Cahaya dan Perisai Aethermere,” ucap ayahnya lantang namun penuh kehormatan.
Raja Hilton membalas dengan anggukan kecil yang anggun, bibirnya membentuk senyum ramah. “Selamat datang kembali di istana, Duke Draka dan keluarga sekalian,” balasnya, suaranya tenang namun berwibawa.
Raja kemudian melangkah ringan menuju tempatnya, lalu memberi isyarat pada mereka untuk duduk. “Duduklah. Kau bisa bersikap lebih santai, Duke Draka. Ada banyak hal yang harus kau ceritakan.”
“Tentu, Yang Mulia,” jawab Duke dengan anggukan, sebelum mengambil tempat duduk bersama sang Duchess.
Raja Hilton de Thanases II. Pria itu adalah pemegang tahta tertinggi di Kerajaan Aethermere. Dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana, Raja Hilton lah yang membawa kerajaan ini mencapai masa keemasannya. Yang luar biasa, ia sudah naik tahta sejak usia belasan, menggantikan ayahnya—Raja Hilton I—yang wafat mendadak.
Raja berbincang banyak hal dengan Duke dan Duchess, pandangannya kemudian beralih pada kedua putri Duke Draka, terlebih Serein. Yang terlihat sudah dewasa di banding terakhir kali ia lihat.
“Jika Putri-putri mu bosan, mereka bisa berkeliling istana dari pada mendengar perbincangan orang dewasa,” Saran Raja Hilton, “Pelayan istana akan memandu mereka.”
Serein dan Lucy mengangguk menyetujui. Lucy lah yang paling bersemangat, ia tidak sabar mengelilingi istana yang begitu megah ini. Tadinya, ia pikir mansion Fàcto adalah bangunan termewah yang pernah ia lihat. Kastil istana yang besar kini benar-benar menarik perhatiannya.
“Mari, Lady. Saya akan menuntun Anda.” Ujar salah satu pelayan yang bertugas memandu Serein. Sedangkan Lucy sudah tak terlihat.
“Bisa kita ke taman istana lebih dulu? Aku ingin melihat tempat itu setelah cukup lama tidak kemari.” Ucap Serein.
Pelayan itu mengangguk, “Tentu, Lady.”
Serein akhirnya menuju salah satu taman di sebelah sayap kiri istana. Semua ini benar-benar familiar, persis seperti apa yang juga terjadi di masa lalu.
“Lady Serein?”
Dan panggilan yang menyapanya dari sisi lain itu, juga tidak berubah.
...****************...
tbc.
Like untuk lanjut!!!