Sumpah Pemuda, adalah nama sekolah buangan dan terkenal buruk norma dan etikanya. Sekolah yang tidak perlu mengeluarkan sepeserpun biaya untuk masuk ke dalam sekolah tersebut.
Sementara itu, seorang anak yang bernama Arka Bimantara yang terlahir dari keluarga yang terbuang harus bisa beradaptasi di lingkungan keras di sekolah itu di karenakan buruknya latar belakang keuangan keluarganya.
Namun di balik sekolah dan kisah kota tersebut, ada sebuah fakta busuk dari pemerintah dan para konglomerat negara.
Kisah ini bukan hanya sekedar cerita anak berandal saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yo Grae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekolah Sumpah Pemuda (1)
"Hei Rahul, kamu gak mau ngerjain pr ?" Seorang anak gadis berseragam sekolah menengah Pancasila sedang mengejar seorang anak laki-laki yang sedang berjalan santai ke arah trotoar untuk membeli jajanan pinggir jalan.
"Ah, aku malas ngerjain. Aku lebih suka pelajaran olahraga atau kegiatan karate " jawab anak laki laki yang bernama Rahul itu.
"Emangnya di otak mu itu taunya cuman berkelahi apa? Memangnya apa serunya sih berkelahi?" si gadis berteriak sambil menghentak hentakkan kakinya ke tanah.
"Awas Wulan!" sesaat sesudah Rahul berteriak, si gadis pun tersungkur jatuh ke aspal akibat tertabrak sepeda yang di kendarai anak sekolah menengah dari sekolah lain.
GUBRAK!!!
"Hahahhaaaaa Bodoh ah firman, masa naik sepeda aja jatuh hahahaa" tawa beberapa anak sekolah menengah lainnya pecah ketika melihat dua orang tersebut tersungkur ke aspal.
Anak laki laki yang mengendarai sepeda tadi bergegas membenarkan sepedanya dan segera memeriksanya apakah ada yang patah atau lecet, dan benar saja ia mendapati bahwa pelak sepeda itu patah.
"Hey ! Ganti rugi!" Teriak anak bernama firman itu.
"Nggak ah, aku kan yang kena tabrak" sahut anak gadis itu sembari mencoba berdiri yang di bantu oleh Rahul.
"Gak mau tau, atau mau ku hajar hah!" Si firman tersebut mendekati Wulan dengan penuh emosi.
Ketika firman hampir memukul kepala Wulan, Rahul membadani Wulan dan berdiri tegak di hadapan Wulan .
"Hey, kalau berani jangan mukul wanita! Lagian dia gak salah, kamu yang salah karna kamu yang deluan menabrak orang di trotoar, harusnya kamu minta maaf !!" Rahul berbicara dengan tegas kepada firman .
"Hoo anak SMP Pancasila ya?" tanya firman setelah melihat seragam SMP Pancasila.
Spontan Rahul melirik seragam milik firman, dan ia mendapati lambang beruang madu yang sedang menggenggam padi dan kapas . Itu adalah lambang seragam dari sekolah Sumpah Pemuda.
Rahul meneguk liur, karna konon katanya anak sekolah dasar sekolah itu saja sudah setara sekolah menengah yang lain, dan ini yang ia lawan adalah anak seusianya.
"Mau apa? Mau hajar aku? " dengan tegas Rahul menantang. Ini adalah bentuk pertahanan terakhir Rahul, bukan merasa ingin keren di depan Wulan , akan tetapi jika ia mundur maka mereka berdua akan terkena dampaknya.
Jadi biarlah dirinya yang bonyok di kroyok anak SMP Sumpah Pemuda dari pada ia melihat Wulan menangis .
Ia pun menarik nafas dan memasang kuda kuda karate, ia sudah siap dengan segala gerakan serangan dari si firman. Namun sedetik setelahnya pandangan Rahul memudar dan kepalanya pun memusing. Tubuhnya sempoyongan hampir terjatuh ketanah, jikalau tidak ada Wulan di belakangnya yang menopang tubuhnya agar tak jatuh ke tanah.
"Kamu gak papa?" tanya Wulan .
Sebentar, apa yang terjadi barusan ?
Rahul bingung dengan apa yang terjadi.
"Baru sekali pukul tuh.. Hahaha"
"Firman mah emang cepet kalau mukul, counter nya dia cuman si Rizki. Hahaha"
Anak anak di belakang firman saling beradu argumen tentang apa yang baru saja terjadi .
"Kamu gak ngeliat pikulan ku barusan? Dan kamu dengan percaya diri mau nantangin aku berkelahi?" ucap firman sambil mengusap usap buku buku jarinya.
Hah? Gila, aku ini yang terkuat di kelas 2 b. Aku yang jago main basket dan dapat nilai bagus di karate, kenapa bisa kalah telak begini?
Pemikiran itu terus menghantui Rahul , apakah sebesar ini perbedaan kekuatan antara sekolah biasa dan sekolah berandal?.
Ketika Rahul sedang sibuk dengan pemikirannya sendiri, si Wulan maju lebih dulu dan menunjuk batang hidung si firman.
"Woi! Kamu kalau nyakitin Rahul lagi lebih dari ini, aku bakalan laporin kamu ke pak polisi!!" teriak Wulan dengan tegas .
Anak anak di belakang firman saling adu pandang sesaat, lalu di susul dengan ketawa lepas yang sangat ribut.
"Hahahahaahaaa lawak bet anak ini mau kena hajar juga dia man" kompor satu dari temannya firman .
"Hajar dua duanya man, bikin jadi sambel ulek" kompor lagi yang satu.
"Heh bocah tengik, kamu mau ku Gilas sampe rata sama aspal ya?" firman dengan amarah memuncak akibat kompor dari teman temannya pun berjalan kasar ke depan Wulan dan hendak menjambak rambutnya. Namun sesaat sebelum hal itu terjadi, sebuah tangan menengahi mereka berdua sembari memberikan sebuah plastik yang berisikan pentol bakar.
"Ini dek pesanan nya" ujar sang pemilik tangan keriput tersebut.
Sang penjual pentol bakar di trotoar itu, sang kakek tua renta yang memilki huban dan banyak sekali kerutan di dahinya kini telah berdiri di samping mereka berdua.
Dua anak dari SMP Pancasila merasa aman karna sudah di tengahi.
Namun berbeda dengan reaksi dari anak Sumpah Pemuda .
Ada dua faktor yang membuat mereka terdiam mematung, yang pertama adalah kedatangannya tak terlihat. Dan yang kedua sang kakek memiliki bekas tato huruf m yang di kelilingi lumbung padi dan kapas .
Itu kan, Familiy millioner Balikpapan !
Firman menenggak liur dan berkedip sebentar.
Ia menatap kedua anak tersebut dan kakek tersebut secara bergantian. Ia ingin memastikan bahwa yang ia lihat itu benar atau tidak. Sebelum ia memantapkan tekat untuk menerjang, ia menengok ke arah teman temannya untuk meminta persetujuan. Dan mereka pun mengangguk.
Setidaknya aku harus memastikan bahwa itu bukan mitos.
Setelah berfikir demikian, firman pun melayangkan tinjuannya yang sangat cepat itu ke arah Wulan. Namun siapa sangka bahwa kepala firman terbaik ke bawah dan berakhir dengan tubuhnya terbanting ke trotoar.
Kejadian yang sangat cepat itu tidak terlihat sama sekali oleh siapapun . Rahul dan Wulan hanya saling menatap tak tau apa yang terjadi, yang mereka lihat hanyalah orang bernama firman tersebut tiba tiba saja terbanting dengan gaya salto depan .
Dengan panik anak anak di belakang firman membantu firman untuk bangkit berdiri .
"Hmmm... Anak anak Sumpah Pemuda ya?" tanya sang kakek penjual pentol bakar.
"Maaf kek, kami cuman bercanda kok hehehe, cuman gurauan" ujar salah satu teman firman.
"Gak papa, candaan kalian selalu seperti itu kan dari bertahun tahun yang lalu. Tidak apa apa tidak apa apa" sang kakek kembali duduk di bangku kayu yang kecil itu di balik gerobak pentol bakarnya.
"Kalau begitu kembali ke sekolah kalian masing masing, aku masih ingin berkerja, atau jika kalian ingin membeli pentol bakar? Biar aku buatkan" sang kakek tersenyum kepada dua anak SMP Pancasila.
"Ah nggak kek, lagi gak ada duit. Mari... hehehe" Para anak anak Sumpah Pemuda kini bergegas meninggalkan tempat itu.
"Terima kasih kek, pontol bakarnya" ucap Wulan.
"Iya sama sama, ngomong ngomong ini punya si cowok " kata si kakek.
"ah dia udah kenyal kek, gak apa apa"
Begitulah akhir dari pertunjukan di sudut jalan trotoar pada pagi hari pukul tujuh kurang sepuluh menit di hari Senin ini.
...****************...