Siti tak bisa mencegah sahabatnya berbuat tak senonoh bersama kekasihnya di sebuah pemandian air panas Gunung Keramat.
Kejadian memalukan itu mengundang kemurkaan para penunggu gunung. Masyarakat setempat sejak dulu percaya ada sejenis siluman ular pertapa di tempat itu, yang mana jika menggeliat bangun longsor tercipta, jika membuka mulutnya maka mata air deras membuat banjir bandang melanda desa-desa di bawahnya.
Malam itu Siti yang nekad menyusul temannya ke pemandian air panas mengalami kerasukan. Rohnya ditukar oleh Siluman ular pertapa itu, Roh Siti ada di alam jin, dan tubuh Siti dalam kendali Saraswati Sang Siluman berkelana di alam manusia, berpura-pura menjadi mahasiswi pada umumnya.
Di alam manusia, Saras dikejar-kejar oleh Mekel dan Jordan, wakil presiden BEM dan Presiden BEM itu sendiri. Sedangkan di alam jin, Siti malah membuat seorang Pangeran harimau bernama Bhre Rakha jatuh hati.
Bhre Rakha mau membantu Siti mendapatkan kembali tubuhnya, asal mau menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Lions, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Bhre Rakha
"Citcit cuuuit !" burung-burung bermata 3 atau 4 di atas sana bersiul-siul mencoba membangunkan Siti, tapi Siti tak bangun juga.
'Ketoplak ketoplak ketoplak,' suara lari tapak kaki kuda terdengar tak lama kemudian, burung-burung itu mabur kembali ke angkasa raya yang terlihat tanpa matahari.
Suasana di alam jin memang beda, di alam manusia tampak matahari dan rembulan, di alam jin tidak, ada cahaya tapi tanpa sumbernya yang pasti, suasana tampak singup (singup itu seperti keadaan hari yang cerah tapi sedikit berawan), senja dan subuh tampak keunguan di langit, udara yang berhembus juga tak sesegar di alam manusia, malam di alam manusia artinya siang di alam jin, dan sebaliknya. Jika ini bagian wilayah kerajaan jin jahat, udara terasa seperti saat kemarau, jika di wilayah kerajaan jin baik, udara dingin semriwing.
"Ya Salam, sangkar ini rusak parah, kok bisa semua ini terjadi ?" ucap seorang lelaki gagah di atas pelana kuda jantan putih.
"Pasti telah terjadi sesuatu, Pangeran, sangkar ini sudah dimantrai oleh para empu yang puasa 100 hari," kata Pati Wirajaya.
Pangeran Rakha turun dari kudanya dan berjalan ke tepian, melihat semua kekacauan ini, ia berjongkok kemudian berpikir keras, "mantra ? apa yang bisa membuat mantra para empu padam ?" tanyanya.
Patih Wira pun mendekati dan ikut berjongkok di samping Pangeran Rakha, "saya juga tidak mengerti, Pangeran."
Rakha menatap orang yang seumuran dengannya itu dengan senyuman, yang ikut mumet dengan masalah ini, "sudah berapa kali aku bilang padamu, Patih, panggil aku Bhre saja, aku sekarang diperintahkan Ayah memimpin wilayah Jawa bagian Timur, aku tidak lagi tinggal di istana," katanya.
"Tetap saja, Bhre, kau adalah keturunan satu-satunya Paduka Raja, kelak kau akan menggantikannya dan tidak lagi memimpin wilayah ini, semua wilayah Jawa akan tunduk padamu," kata Wira dengan senyuman.
"Kau sembunyikan dulu berita rusaknya sangkar ini dari masyarakat ya, jika rakyat jin tahu siluman ular ini kabur, mereka pasti akan segera mengungsi ketakutan, dan jika Ayahku tahu... habislah aku," kata Pangeran Rakha bisik-bisik.
"Baik, Bhre," jawabnya.
"Kita harus temukan ular itu sebelum ia mengobrak-abrik alam kita dan juga alam manusia, kalau dia berubah jadi monster, longsor dan banjir bandang akan terjadi, kemudian kita juga harus perbaiki sangkar ini, ayo kita datangi para empu," ucap Rakha sembari berdiri lagi.
Rakha sudah berbalik mau menunggangi kudanya hingga Wira memekik, "Bhre, tunggu dulu ! lihat itu ! sepertinya ada seseorang di sana," katanya menunjuk.
Pria yang bertelanjang dada dengan dua cuping telinga emas itu turun lagi dari kuda kemudian berlari melongok, ia sipitkan matanya, "iya, jangan-jangan siluman itu, ayo kita turun !" ajaknya.
Dengan seutas tali, kedua pria berbadan sixpack ini menuruni jurang yang sangat dalam tempat dimana sangkar raksasa diletakkan untuk mengurung sang siluman selama ratusan tahun lamanya. Rakha turun duluan, sapit urang bermotif batik yang menyelimuti celana pendeknya sedikit menyulitkan dan harus diikat sedikit, setelah sampai di dasar jurang, ia melangkah ke pintu kurungan dan membukanya.
"Perempuan, Bhre !! perempuan bugil itu," pekik Wira sedikit melotot.
"Kau benar," ucap Rakha sembari berlari mendekati Siti.
Rakha dan Wira mengamati tubuh Siti dari belakang, melihat lekukannya yang indah, "mulus sekali, dan dia bukan siluman itu," ucap Rakha.
"Dia pingsan sepertinya, atau tertidur, tapi aromanya lain dengan aroma bangsa jin, saya jadi curiga, Bhre," ucap Wira.
Mata Rakha membulat, hidungnya mekar-mekar membaui badan Siti, "jangan-jangan, dia... manusia," bisiknya.
"Sepertinya sih, tapi bagaimana dia bisa di sini ?" ucap Wira tak habis thingking.
Rakha mengulurkan satu jarinya, ia toel-toel pundak Siti, "hei ! perempuan, hei !! bangunlah !" ucapnya.
Siti tak juga bergerak, Rakha pelan-pelan sekali mulai menyentuh kepala dan tubuh itu, jantungnya berdebar-debar tak karuan, "siapapun kau... apes sekali nasibmu bisa ada di alam ini, hai perempuan," ucapnya.
Begitu Siti ditelentangkan dan rambutnya disibak, wajah Rakha berubah melongo seperti orang dongo, pipinya memerah dan matanya tak bisa kedip sama sekali, "Ya Allah.... cantik sekali," gumamnya.
Burung-burung berhenti berkicau memandangi semua itu, awan pun tampak berhenti berjalan di langit sana, angin pun tak berhembus, dan hati Rakha seperti berhenti berdetak, bunga-bunga yang mekar di seluruh taman istana tak mampu mengalahkan keindahan ini. Sang Pangeran memandangi lagi tubuh itu, dari ujung kuku kakinya hingga ujung rambut kepala, ini adalah ciptaan Allah yang paling indah pernah ia jumpai, ia tak akan pernah berhenti memikirkannya nanti malam, mungkin ia tak akan bisa tidur. Bibir Rakha mengembangkan senyuman saat memandangi bibir yang agak menganga itu.
"Biarpun ngiler kau tetap sangat cantik," ucap Rakha.
"Dia sangat mempersona, tapi dia tetaplah bukan bangsa kita, Bhre," ucap Patih Wira.
Rakha langsung tersadar dari kehanyutannya dan menoleh orang kepercayaannya itu, "kenapa kau diam saja, Wir ? jangan dilihat !! lepaskan sapit urangmu sekarang !"
"Ampun, Bhre, ampun," ucap Wira terburu-buru berpaling badan dan melepaskan sembong jarik yang ia kenakan.
Rakha menjabarkan kain jarik itu dan menutupkannya pada tubuh Siti, "apes nasibmu terdampar di sini, wahai Perempuan, tapi keapesanmu ini juga keberuntungan bagiku, hehehe," ucapnya sembari menggendong Siti dengan kedua lengan kekarnya.
"Sekarang bagaimana caranya kita naik ke atas, Bhre ?" ucap Wira bingung.
Bhre Rakha mengatur posisi agar Siti bisa digendong di salah satu pundaknya, "gak papa, aku bisa naik dengan satu tangan," katanya.
"Nanti kau jatuh, bagaimana kalau aku naik dulu, aku bawakan tali lain untuk menarik perempuan ini ?" ujar Wira menawarkan.
"Tidak usah, tidak usah, aku bisa kok, santai saja," jawab Rakha.
"Ni Pangeran tukang ngeyel dari dulu," batin Wira mendaki duluan.
Dengan susah payah Rakha membawa Siti ke atas bukit, di atas bukit sana memang ada sebuah gubuk kecil tempat penjaga sangkar tinggal dulu, tapi penjaganya sudah lama mati karena usia, sejak saat itu tak ada seorangpun yang menjadi penjaga. Rakha membaringkan Siti di atas amben jelek, ia bersihkan sedikit perkakas di dalam gubuk itu dan membuka jendelanya agar udara segar bisa masuk ke dalam.
"Bhre, saya tidak bisa menunggu perempuan ini sampai sadar, saya mau cari empu untuk memperbaiki sangkar ini sesegera mungkin dulu," kata Wira izin.
"Baiklah, pergilah, bersamaku perempuan ini akan aman sentosa," ucap Rakha sambil menyunggingkan senyuman lebar sekali.
Wira hendak pergi keluar dari pintu gubuk, tapi ia kok jadi ragu melihat senyuman itu, ia berbalik badan lagi, "emmm... Bhre, anu... Bhre tidak akan melakukan hal-hal yang... anu kan pada perempuan ini ?" tanyanya.
"Kau pikir aku pria macam apa ? jika aku semacam itu, sudah tak perjaka aku sekarang, buktinya aku masih perjaka tingting, aku ini kuat iman, jangan meremehkanku !" ucap Rakha cemberut.
"Okeh... okelah kalau begitu, Bhre, saya pergi dulu," ucap Wira dengan seringai.
'Ketoplak ketoplak ketoplak,' kuda coklat itu pun berlari menuruni bukit, dan senyuman kembali menghiasi wajah Bhre Rakha.
Rakha kembali memandangi wajah Siti, ia elus-elus pipinya yang seempuk jemblem, "kau telah menyentuh satu benda kecil nan usang dalam dadaku ini, rasa cintaku, kau hidupkan benda usang itu kembali, aku sama sekali tidak tertarik pada wanita sejak kematian ibundaku, maaf curhat, hehe, kuharap kau tidak kaget setelah sadar nanti, hai perempuan," ucap Rakha mendadak jadi puitis.
Rakha memutar-mutar jarinya, mengucap mantra, tubuh Siti bercahaya, ia tiba-tiba jadi berpakaian, memakai kemben, jarik, stagen berwarna merah lengkap dengan selendang merah yang berani, dua cuping emas menghiasi telinganya, membuatnya seperti dewi yang baru turun dari kayangan. Ini adalah mantra memakai busana praktis ala bangsa jin.
Rakha menyipitkan matanya, "ada 1 lagi yang masih kurang," gumamnya memutar lagi jarinya di dekat bibir Siti, bibir itu jadi merona pinky bak dipulas lipstik alami terbuat dari sari buah naga.
"Sempurna," ucap Rakha sumringah melihatnya.
si bunga kampus kan suka sama Jordan, kenapa nggak diungkap kebenarannya ya... aneh...
dgn berkbeka jualan mas dari raka kan lumayan tuh smpe anak siti mgkin 3th apa 5 th gtu
aku ikut bersedih atas Mekel...
biar pun nggak bisa ngelawan ortu tapi tetep Mekel yang terbaik...
Siti Nggak jujur, suatu saat pasti ketahuan juga kalo itu bukan anak Jordan.
emang ortu Jordan ngijinin Jordan log in ya... sanksi gw...
btw kak apa nanti anaknya berwujud atau gaib ya?
wisss angel2 angel tenan
wahh kasihan siti klo amoe di bunuh yaaa
Siti juga bukannya cari solusi tapi malah mau nambah dosa... ya Tuhan... nggak mikirin nyak babe kayaknya...
cocoklah sama Jordan... sama-sama nggak jelas...
kasihan aja kang mas Mekel...😂😂😂