NovelToon NovelToon
Bisnis Plus Plus

Bisnis Plus Plus

Status: tamat
Genre:Romantis / Nikahmuda / Playboy / Romansa-Solidifikasi tingkat sosial / Aliansi Pernikahan / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Tamat
Popularitas:14.7M
Nilai: 5
Nama Author: Mizzly

"200 juta, ini uang untuk membelimu!"

Pria di depannya melihatnya dari ketinggian, dan aura angkuh memenuhi ruangan.

Dewi Puspitasari kehabisan akal.

Karyawan cafe yang berusia dua puluhan ini telah mencoba berbagai cara, tapi semuanya sia-sia seperti berada di jalan buntu. Ayahnya harus segera menjalani operasi yang memakan biaya besar.

Dari mana dia mendapatkan 200 juta dalam sekejap?
Setelah hampir menghabiskan semua dana, setengah putus asa, dia membuat tawaran gila dengan bosnya, Virata Agastia.

"Oke. Aku setuju."

Dewi Puspitasari hanya bisa menerima kenyataan bahwa dirinya seperti barang yang diperdagangkan dalam transaksi ini.

Akankah pernikahan yang didominasi uang ini akan berakhir dengan bahagia?

Bagaimana nasib pernikahan mereka setelah ayah Dewi Puspitasari sembuh?


Note: Novel ini mengandung unsur dewasa. Harap bijak menyikapinya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ruangan Kelas Tiga

Wira dan Dewi akhirnya sampai di rumah sakit yang tadi diberitahu oleh Dewi. Rumah Sakit Kesehatan Keluarga Itu Penting, rumah sakit langganan keluarganya. Bahkan Wira juga dilahirkan di sana, namun di RSIA bukan di rumah sakit umum seperti yang ada di depannya.

Wira menaruh helm miliknya di bagian belakang motor. Tak lupa Ia pakaikan gembok khusus helm. Jangan sampai helm harga jutaan ini lenyap dalam sekejap.

Kalau helm yang dipakai Dewi Ia taruh sembarangan. Toh kalau hilang paling harganya tak sampai seratus lima puluh ribu. Tak masalah baginya.

"Saya ke dalam dulu ya, Pak!" pamit Dewi.

"Eh nanti dulu! Udah jauh-jauh gue anterin eh gue lo tinggal begitu aja! Emangnya gue tukang ojek!" omel Wira.

"Mm... Bapak mau masuk ke dalam?" tanya Dewi.

"Iyalah. Mau tau aja kata-kata lo bener apa enggak?!" Wira merasa tak perlu lagi bersikap formal karena mereka sudah tidak berada di lingkungan cafe lagi. Bisa ber elo-gue kalau di luar.

"Mari, Pak!" Dewi yang memimpin jalan sedangkan Wira mengikuti dari belakang.

Biasanya kalau ke ruangan VVIP langganan keluarga mereka jika sakit pusing sedikit saja, dari pintu masuk tidak terlalu jauh dan hanya berbelok ke kanan. Kali ini Wira seakan diajak berkeliling rumah sakit dahulu baru sampai di tempat yang dituju.

Yang membuat bulu kuduk Wira meremang adalah Ia harus melewati kamar jenazah dahulu. Wira bukan cowok pemberani. Ia pun mensejajari langkah Dewi yang tak menyadari kalau bos-nya adalah cowok penakut.

"Jauh banget sih! Lo ngajak gue muter-muter dulu ya biar bisa lama jalan bareng sama gue?!" tuduh Wira.

"Eng... Enggak, Pak! Sumpah! Lift yang dekat pintu masuk tadi penuh dan lift sebelahnya rusak. Jadi daripada lama lebih baik kita naik tangga darurat saja. Kebetulan tangganya memang ada di bagian belakang. Bapak... Takut ya?"

"Gue takut? Kata siapa? Jangan sok tau lo! Gue mah biasa jalan begini di tempat gelap. Ikut uji nyali juga gue berani!" sesumbar Wira dengan sombongnya.

Lalu sesuatu yang tak terduga terjadi. Gumprang....

"Astaghfirullah! Apaan tuh!" ujar Wira yang baru saja melompat kaget.

Dewi menahan senyumnya, tak mau Wira tersinggung kalau tahu Ia menertawakannya. "Kayaknya itu nampan yang jatuh deh! Di belakang kan dapur."

Wira berusaha bersikap tenang. Menyembunyikan kekagetannya. Ia pikir Dewi tak tahu kalau Ia kaget dan terkejut dalam waktu bersamaan. Kalau Ia tahu pasti rasa malu-nya akan bertambah.

Mereka lalu melewati beberapa ruang perawatan yang namanya diambil dari nama bunga. Ada ruang Melati, Mawar dan mereka berhenti di ruangan Anggrek. Mereka lalu menuju ke ruang Anggrek Nomor 303.

Di dalam kamar Anggrek Nomor 303 terdapat 6 buah tempat tidur yang letaknya berhadap-hadapan. Tiga di sebelah kiri dan tiga lagi di sebelah kanan. Semua ranjang tempat tidurnya penuh oleh pasien yang di rawat inap.

Wira yang terbiasa satu ruangan seorang diri kini berada di satu ruangan yang harus berbagi kamar dengan 6 orang pasien. Belum lagi ditambah dengan keluarga mereka yang ikutan menunggu, makin terasa sesak saja. Suasana yang seharusnya tenang, malah jadi berisik dan mengganggu kenyamanan pasien kalau begini caranya.

Wira mengikuti langkah Dewi yang menuju ke bagian paling pojok yang bersebelahan dengan kamar mandi. Lagi-lagi Wira tak habis pikir, ruangan dengan banyak orang ini hanya ada satu kamar mandi saja. Kalau pasien ingin buang air, mereka harus menunggu dong? Sungguh tidak nyaman sekali!

Wira lalu menarik tangan Dewi sebelum Ia masuk ke dalam bilik ruangan milik ayahnya. "Ini nggak salah? Kok banyak banget sih orangnya? Biasanya tuh cuma satu orang di dalam kamar, tapi ini banyak sekali?" bisik Wira yang tak mau sampai ada yang mendengar percakapan mereka berdua.

Dewi sampai geleng-geleng kepala mendengar keheranan Wira. Dalam hatinya Ia bergumam, "Dasar orang kaya! Nggak pernah ngerasain hidup susah kali ya? Ini tuh masih untung bisa dirawat di rumah sakit ini yang bersih dan terawat. Kalau di rumah sakit daerah, mungkin lebih penuh lagi dan tidak terjaga kebersihannya." keluh Dewi menyembunyikan isi hatinya.

Dengan sabar Ia memberitahu Wira kenapa ayahnya dirawat di ruangan ini. "Ini namanya ruang inap kelas 3, Pak. Mungkin Bapak terbiasa di kelas VIP yang hanya berisi satu orang saja dengan kenyamanan seperti berada di hotel. Tentu biaya yang Bapak keluarkan akan sangat besar. Kalau di ruangan ini, biayanya jauh dengan yang Bapak keluarkan. Namun tetap saja, ini merupakan beban bagi saya. Biaya rumah sakit ini menurut saya juga sudah besar. Saya tak mampu pindah ke kelas yang lebih bagus lagi dari ini." kata Dewi menjelaskan. "Saya udah boleh masuk nih Pak?"

Wira hanya bisa mengangguk. Ia mengikuti Dewi dari belakang dan tak langsung masuk ke dalam bilik ruangan Bapaknya Dewi. Ia sengaja berhenti di depan agar keluarga Dewi tak ada yang tahu kalau Ia datang.

Kedatangan Dewi disambut oleh suara laki-laki. Dari caranya berbicara, bisa dipastikan kalau Ia adalah adiknya. "Kak Dewi, gimana? Dapat kan uangnya? Kata dokter kita harus deposit lima juta dulu. Bapak harus dioperasi Kak secepatnya! Kakak gak mau kan kalau Bapak sampai cacat seumur hidup?!"

Wira mendengarkan percakapan mereka dalam diam. Terdengar Dewi tidak menjawab pertanyaan adiknya sama sekali. Adiknya lalu bertanya lagi kepada Dewi. "Jangan bilang kalau Kakak belum dapat uangnya?! Kak, cuma Kakak harapan kita satu-satunya! Kakak kan bisa pinjam di kantor Kakak, atau pinjam kek sama temen Kakak! Kita harus cepat mengoperasi Bapak, Kak! Nanti, kalau Bapak sudah sembuh pasti Bapak akan membantu kita mencari nafkah lagi untuk keluarga. Pasti Bapak akan melunasi utang-utangnya. Bilang aja sama temen Kakak, kita pasti akan ganti!"

Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Dewi. Anak itu benar-benar membutuhkan uang untuk biaya operasi Bapaknya. Ia satu-satunya tumpuan keluarga yang diharapkan dapat membawa uang untuk biaya operasi Bapaknya. Namun, kedatangan Dewi tanpa membawa uang sama sekali merupakan sesuatu yang mengecewakan bagi keluarganya.

Wira lalu mendengar suara perempuan yang lebih tua. Sepertinya, beliau adalah Ibunya Dewi. "Apa Ibu pinjam saja ya sama rentenir yang waktu itu Bapak pinjam? Pasti kita akan dikasih! Nanti bilang aja, kita akan bayar beserta bunganya. Yang penting Bapak harus segera dioperasi!"

"Jangan, Bu! Pinjam di rentenir itu bukanmya menyelesaikan masalah, justru kita akan terjerat ke dalam hutang yang lebih besar lagi! Kita mau bayar pakai apa? Kita udah nggak punya apa-apa lagi, Bu! Kita saja tinggal di kontrakan, enggak punya rumah seperti orang lain. Kita mau bayar pakai apa? Kalau mereka sampai mencelakakan kita bagaimana?" kata Dewi yang terdengar ketakutan dan putus asa. Wira mendengar suara Dewi bergetar menahan air mata dan kemarahan dalam dirinya.

Kasihan... Beginilah hidup Dewi sebagai generasi sandwich. Harus kuat demi menopang keluarganya. Beginilah potret hidup keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan. Hidup terlalu kejam, tak segan mencekik orang yang sudah susah.

***

1
Ida Rodiah
Luar biasa
kalea rizuky
kapok kn lu keguguran salah sendiri ngeyel
kalea rizuky
jd ini alasan wira g suka Carmen dket Zaky hahhahah
kalea rizuky
adek g tau diri bisanya nyusain
kalea rizuky
uda miskin np g urus kis aja
MAYZATUN 🥰🥰🥰al rizal
🥰🥰🥰😍
Atoen Bumz Bums
judulnya arah positif
Atoen Bumz Bums
Carmen nikah ma siapa
Atoen Bumz Bums
anak puncak kayaknya😎
Atoen Bumz Bums
Dewi yg di doa' in aku yg terhura
Atoen Bumz Bums
kirim pesantren x
Atoen Bumz Bums
la Dewinta td turun sendirian
ratnanya yg tidur gak diceritain LG tau2 da sampe apart
minum Aqua dulu thor🤭
Ran Aulia
🤣🤣🤣🤣 go wira go 👍👍👍👍
Ran Aulia
romantic comedy love story 🥰🥰🥰🥰

terima kasih ya kak
aryuu
kenyataannya didunia nyata pun sering terjadi yg seperti ini...
aryuu
antara sedih dan pengen ketawa🥲
Jessica
Lumayan
Deistya Nur
keren, semangat terus ka👍💪
Zainatul Ilmiyah
up. I'm t5
Zainatul Ilmiyah
w, z
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!