NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Tersiksa

Pembalasan Istri Tersiksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Menantu Pria/matrilokal / Penyesalan Suami / Selingkuh / Dijodohkan Orang Tua / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Monster-Monster Kejam Di Mansion

Cahaya matahari yang pucat menyelinap masuk melalui celah gorden, menyinari sisa-sisa kehancuran di ruang kerja itu. Rahayu masih meringkuk di lantai, setiap tarikan napasnya terasa seperti sayatan sembilu pada paru-parunya. Aroma tembakau murah dan keringat menjijikkan dari kelima pria semalam seolah masih melekat erat di kulitnya, membuatnya ingin menguliti dirinya sendiri.

​"Bi... Nina..." suara Rahayu hampir tak terdengar, parau karena jeritan yang tersumbat semalam.

​Bi Nina, yang sejak tadi terisak di sudut ruangan, segera mendekat.

"Iya, Non... Bibi di sini."

​"Mandikan aku, Bi," bisik Rahayu. Matanya yang buta menatap kosong ke langit-langit, namun ada kilat dingin yang mengerikan di sana.

"Cuci semua kotoran ini dari tubuhku. Aku tidak sudi membawa bekas sentuhan binatang-binatang itu sedetik pun lagi."

​Dengan tangan gemetar, Bi Nina membantu Rahayu berdiri. Tubuh Rahayu limbung, namun ia memaksakan kakinya untuk melangkah. Setiap inci tubuhnya menjerit kesakitan, terutama luka bakar di lengannya yang kini meradang hebat.

Di dalam kamar mandi kecil yang terhubung dengan ruang kerja, Bi Nina menyalakan air hangat.

​Saat air menyentuh kulit Rahayu, wanita itu tidak meringis. Ia membiarkan Bi Nina menyabuni tubuhnya dengan gerakan yang sangat lembut, seolah-olah ia adalah porselen yang retak seribu.

Air yang mengalir di lantai berubah menjadi keruh, membawa pergi debu, darah kering, dan noda-noda jahanam dari malam tadi.

​"Bi," kata Rahayu di tengah suara gemericik air.

"Beri aku obat. Apapun yang bisa menghilangkan rasa sakit ini untuk sementara. Aku butuh kesadaran yang tajam, bukan rintihan."

​Setelah tubuhnya kering dan dibalut jubah mandi bersih yang ditemukan Bi Nina di lemari cadangan, Rahayu duduk di tepi kursi. Bi Nina mengeluarkan kotak obat darurat. Dengan hati hancur, pelayan tua itu melihat memar-memar keunguan yang memenuhi punggung dan paha Rahayu, serta luka bakar yang kini bernanah.

​"Ini akan perih, Non," isak Bi Nina saat meneteskan antiseptik ke luka bakar Rahayu.

​Rahayu mencengkeram pinggiran kursi hingga buku-buku jarinya memutih. Alih-alih berteriak, ia justru tersenyum tipis sebuah senyum yang membuat bulu kuduk Bi Nina berdiri.

"Rasa perih ini adalah pengingat, Bi. Setiap tetes obat yang kamu berikan, setiap kain kasa yang kamu balutkan, akan kubayar dengan nyawa mereka. Aku berjanji padamu, Bi Nina... Kamu adalah satu-satunya cahaya di neraka ini. Jika aku berhasil bangkit, aku akan membalas kebaikanmu seribu kali lipat. Kamu tidak akan pernah kekurangan sepeser pun seumur hidupmu."

​"Bibi sekarang tidak butuh uang, Non. Bibi hanya ingin Non selamat. Bibi merasa dijebak oleh Bu Citra." tangis Bi Nina pecah.

​Namun, ketenangan itu hanya berlangsung sesaat. Suara langkah kaki yang angkuh terdengar dari luar koridor.

​"BI NINA! KELUAR KAMU!"

​Suara Andika menggelegar, penuh dengan kemarahan yang tidak pada tempatnya. Bi Nina tersentak, wajahnya pucat pasi. Ia segera merapikan sisa-sisa obat dan bergegas keluar sebelum Andika mendobrak pintu.

​Di atas, di kamar utama yang mewah, Andika berdiri dengan kemeja hitam yang setengah terbuka, wajahnya merah padam karena amarah. Di sampingnya, Santi, adik tiri Rahayu yang licik, duduk di tepi tempat tidur sambil mengikir kuku, senyum sinis menghiasi bibirnya yang merah darah.

​"Siapa yang memberimu izin memberi makan dan mengobati pelacur itu, hah?!" bentak Andika begitu Bi Nina masuk.

Ia melayangkan tamparan keras hingga pelayan tua itu tersungkur ke lantai.

​"Tuan... Nyonya Rahayu sangat menderita... dia istri Anda..." rintih Bi Nina.

​"Istri?" Santi tertawa renyah, suara yang terdengar seperti lonceng kematian.

"Mas Andika, lihatlah betapa setianya pelayan ini pada 'ratunya' yang sudah jatuh. Dia pikir dia pahlawan."

​Andika menatap Bi Nina dengan pandangan jijik.

"Kamu udah melanggar perintah Ibu. Dan siapa pun yang membantu Rahayu adalah musuhku." Ia kemudian menoleh ke arah pintu dan berteriak, "JONI! RIO! KALIAN SEMUA KE MARI!"

​Kelima pria yang semalam menyiksa dan menodai Rahayu muncul. Mereka tampak segar, seolah-olah tidak baru saja melakukan kejahatan kemanusiaan.

​"Bawa tua bangka ini ke ruang bawah tanah," perintah Andika dingin.

"Hajar dia sampai dia tahu siapa majikannya yang sebenarnya. Jangan biarkan dia mati terlalu cepat, aku ingin dia merasakan apa artinya pengkhianatan."

​"TIDAK! TUAN, TOLONG!" jerit Bi Nina saat tangan-tangan kasar Joni mencengkeram rambutnya yang beruban dan menyeretnya keluar.

​Di bawah, Rahayu yang mendengar jeritan Bi Nina. Dengan sisa tenaga yang ada, ia merangkak keluar dari ruang kerja, meraba-raba dinding koridor menuju arah suara.

​"ANDIKA! LEPASKAN BI NINA!" teriak Rahayu dengan suara yang serak dan pecah.

​Ia sampai di kaki tangga tepat saat Andika dan Santi turun dengan langkah santai.

Rahayu memegang kaki Andika, memohon dengan sisa-sisa martabatnya.

"Dia gak salah apa-apa, Andika! Siksa aku saja, bunuh aku saja! Tapi lepaskan Bi Nina!"

​Andika menendang tangan Rahayu hingga terlepas.

"Oh, lihatlah sang putri yang buta ini mencoba menjadi pelindung," ejeknya.

​Santi melangkah maju, menjambak rambut Rahayu dan memaksa wajah wanita itu menengadah ke arahnya.

"Kamu ingin menolongnya, Kak? Sayang sekali. Suara tulang yang patah di bawah sana akan menjadi musik pengantar tidurmu pagi ini."

​Santi kemudian mengambil gelas air panas dari meja pajangan di dekat tangga dan dengan sengaja menuangkannya sedikit demi sedikit ke punggung Rahayu yang penuh luka memar. Rahayu memekik, tubuhnya melengkung menahan panas yang membakar kembali kulitnya.

​"Sakit, Kak? Ini belum seberapa dibanding rasa sakitku yang harus berpura-pura baik padamu selama bertahun-tahun demi harta ayahmu," bisik Santi tepat di telinga Rahayu.

​Andika kemudian mencengkeram leher Rahayu, menekannya hingga Rahayu sulit bernapas.

"Dengar, Rahayu. Sebentar lagi pengacara gadunganmu itu akan dinyatakan tewas dalam kecelakaan. Dan kamu... kamu akan menandatangani semua dokumen itu atau aku akan memastikan Bi Nina mati perlahan-lahan di depan mata butamu."

​Dari arah ruang bawah tanah, terdengar suara pukulan bertubi-tubi diikuti jeritan Bi Nina yang semakin melemah, lalu suara tawa kasar pria-pria itu.

Setiap suara pukulan itu seperti palu yang menempa hati Rahayu menjadi baja yang paling keras dan tajam.

​"Kalian..." Rahayu berbisik di antara sesak napasnya.

"Kalian pikir kalian telah menghancurkanku..."

​Santi tertawa.

"Memang sudah, bukan?"

​Rahayu mengangkat wajahnya. Meskipun matanya tidak bisa melihat, aura yang terpancar darinya tiba-tiba berubah begitu gelap hingga membuat Andika tanpa sadar melonggarkan cengkeramannya.

​"Tidak," desis Rahayu, darah merembes dari bibirnya yang pecah. "Kalian tidak menghancurkanku. Kalian baru saja membunuh wanita yang penuh belas kasih, dan melahirkan monster yang akan menyeret kalian semua ke liang lahat."

"Bawa dia kembali ke ruang kerja! Kunci! Dan jangan beri dia air sampai dia mau menandatangani surat-surat itu!"

​Andika dan Santi menyeret Rahayu kembali, membiarkannya terjerembab di lantai yang dingin. Pintu terkunci rapat. Di dalam kegelapan dan kesunyian yang kembali mencekam, hanya satu hal yang menghidupkan Rahayu: suara rintihan Bi Nina yang sayup-sayup terdengar dari bawah tanah.

​Rahayu mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya melukai telapak tangannya sendiri. Ia akan bertahan. Ia harus bertahan. Demi Pak Baskoro, demi ayahnya, dan demi Bi Nina.

​Malam selanjutnya di mansion itu akan segera tiba, dan kali ini, Rahayu tidak akan membiarkan fajar datang sebelum ia mulai membalas setiap tetes air mata dengan genangan darah.

BERSAMBUNG

1
Ariany Sudjana
ini ga ada ceritanya gimana agung bisa menemukan Rahayu? tahu-tahu Rahayu sudah sadar dari koma
Ariany Sudjana: maksudnya saya gimana mulanya sampai agung ketemu Rahayu? kan Rahayu dibuang ke sungai, yang katanya banyak buaya, apa pas agung lewat, jadi ditolong sama agung? atau gimana? itu yang saya masih ga ngerti, tahu-tahu Rahayu bangun dari koma
total 2 replies
Anonymous
makin seru thor pembalasan dendam dimulai
Ara putri
semangat nulisnya kak.
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏
Ariany Sudjana
semoga ada yang datang menyelamatkan Rahayu dan pak Rio
Ariany Sudjana
he citra kamu beneran yah iblis berwujud manusia, sudah jelas kamu salah, masih juga mau berkelit dan mau membunuh pak Rio, jangan coba-coba kamu yah citra. sudah pa Rio bawa saja semua orang yang terlibat dalam penganiayaan Rahayu, biar hukum dunia bawah yang bertindak
Anonymous
makin gregetan thor
Ariany Sudjana
mampus kalian Andika dan citra, siap-siap saja kalian menghadapi papanya Rahayu
Anonymous
apa yg akan terjadi selanjutnya😍
Anonymous
seruu
Anonymous
mkin seru👍
Anonymous
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!