Kisah ini berasal dari tanah Bugis-Sulawesi yang mengisahkan tentang ilmu hitam Parakang.
Dimana para wanita hamil dan juga anak-anak banyak meninggal dengan cara yang mengenaskan. Setiap korbannya akan kehilangan organ tubuh, dan warga mulai resah dengan adanya teror tersebut.
Siapakah pelakunya?
Ikuti Kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilang
"Maksudmu, kalian diserang gorilla?" tanya sang komandan dengan penuh selidik.
"Tidak, tapi Parakang." jawabnya masih dengan wajah yang pucat.
"Apa maksudmu? Mengapa sedari tadi menyebut Parakang, apa itu Parakang? Kamu kalau ngomong yang jelas," pria itu mulai sedikit kesal dengan jawaban dari bawahannya.
"Ya, mungkin komandan tidak akan percaya dengan penjelasan saya, karena Komandan berasal dari luar pulau ini, maka saya maklumi," ucapnya dengan suara yang tertahan.
Sang Komandan hanya menatap bingung pada sang bawahannya. "Kamu mungkin butuh istirahat, besok libur dulu, dan setelah itu kamu harus diperiksa keterangannya." sang Komandan memasuki rumah Takko, lalu mulai memeriksa isi rumah.
Ia memasuki ruang CCTV, dan jasad Jhony sudah dimasukkan ke dalam kantong jenazah.
Ia memeriksa layar yang masih menyala. Terlihat diluar sana, Beny berdiri dengan pandangan yang menatap lurus pada rumah diseberang jalan.
Ia seilah sedang memindai sesuatu, tapi entah apa, dan saat dua orang petugas yang baru saja selesai membawa jasad Jhony ke mobil dinas, ia seolah bergeming dengan tatapan nanar.
Sang Komandan yang bernama Ferdy mencoba mengalihkan pandangannya, ia belum sempat melihat kondisi mayat, tetapi ia ingin memeriksa apa yang terjadi pada rumah ini sebelum Jhony meninggal.
Ia memeriksa waktu mundur pada layar dan stelan waktunya.
Saat itu, ia melihat sekelebatan bayangan berwarna hitam, disertai dengan seekor anjing yang terus melolong dengan dan tatapannya mengikuti pergerakan kelebatan bayangan tersebut.
Saat ia ingin men-zoom layarnya, tiba-,tiba saja suara dentingan diatas atap rumah Takko terdengar sangat kuat dan mengejutkannya.
Ferdy tersentak kaget, sembari mendongak ke atas plafon. Ia mendengar seperti ada pergerakan diatas sana, sebuah pijakan yang saling bergantian.
Mendadak bulu kuduknya meremang dan ia sedikit tak nyaman.
Pria itu berusaha menutupi perasaannya yang tak biasa.
Perlahan ia kembali melihat ke arah layar monitor CCTV, dan alangkah terkejutnya ia, saat mendapati layar tersebut mendadak buram dan seperti ribuan semut yang sedang berkerumun.
"Huh!" ia menghela nafasnya dengan kasarnya, lalu mengirimkan salinannya dan akan memeriksanya nanti dikantor.
Setelah memeriksa semuanya, ia dan Tim-nya pergi meninggalkan rumah tersebut, dan akan kembali lagi esok.
Sementara itu, Andi Enre terlihat gelisah didalam kamar. Ia sangat tak senang dengan ucapan Polisi bernama Beny tersebut, sebab sudah sembarangan menuduh sang istri sebagai Parakang.
"Dasar keterlaluan! Beraninya ia menuduh istriku sebagai parakang, apakah ia terlalu primitif, sampai berfikir hal demikan!" ucapnya dengan nada geram.
Ia melirik sang istri yang masih terlihat tertidur pulas, dan ia mengecup kening Daeng Cening dengan lembut
"Tidurlah, Sayang. Aku akan menjadi pelindungmu, tak kan ku biarkan siapapun mencoba menyakitimu!" bisiknya dengan lembut.
Setelah mengucapkan janjinya, Andi Enre tertidur kembali disamping sang istri.
Detik berikutnya, sesuatu melesat dengan cepat memasuki kamar. Sosok berbulu hitam itu menyusup masuk ke dalam raga Daeng Cening dan menyatu dalam keheningan.
****
Pagi menjelang. Andi Lalo masih menimang sang cucu perempuan yang berwajah cantik rupawan.
Usia masih sekitar sebulan, dan ia terlihat sangat bahagia.
Saat bayi itu tertidur pulas, ia tak lupa mengunyah kunyit bangle dan meletakkan diubun-ubun sang cucu, lalu dua telinga, siku, dan tumit kaki.
Tak lupa juga gunting, sapu lidi, dan juga bawang putih diletakkan didekat bayi dalam satu wadah kain hitam.
Tujuannya agar sang bayi tidak diganggu makhluk halus, terutama Parakang yang dipercaya takut akan benda-benda tersebut.
Sedangkan Andi Anni sedang mencuci pakaian anaknya, dan ia menitipkan kepada sang ibu untuk menjaga puterinya.
Setelah menidurkan sang cucu, Andi Lalo membuka layar ponselnya. Ia memeriksa status WA yang biasanya dibuat oleh orang-orang yang sedang galau.
Sesaat pandangannya tertuju pada satu kontak nama 'Enre'.
Dengan rasa penasaran, ia membuka postingan tersebut, tertulis satu caption. "Mereka menuduhmu seseorang yang memiliki sesuatu yang hitam. Tapi bagiku, kau adalah istri yang baik. Tak akan kubiarkan siapapun menyentuhmu," tulisnya dengan emotion reaksi marah.
Sontak aaja hal itu membuat Andi Lalo terdiam. Mengapa puteranya menuliskan caption seperti itu. Apakah ia sedang menyindir dirinya karena pernah terang-terangan menuduh Daeng Cening sebagai Parakang?
Atau mungkin menyindir orang lain. Jika itu ditujukan pada orang lain, maka pastinya ada yang sudah mencurigai jika sang menantu adalah Parakang.
"Enre, sebaiknya kamu sadar. Kamu harus bisa peka tentang keanehan dan kejanggalan yang ada pada diri istrimu," gumamnya dalam hati.
Ia tanpa sadar menitikkan bulir bening disudut matanya, sebab bagaimanapun, Enre adalah puteranya.
"Datuk, ya aku akan ke rumah Datuk, dan memberitahu tentang masalah ini." ia teringat akan seseorang yang dianggapnya sebagai tempat pengaduan akan masalahnya.
Ia berharap, jika sang Datuk yang berasal dari suku Mandar dapat menolongnya untuk melepaskan Enre dari pengaruh sihir Daeng Cening.
Saat bersamaan, Andi Anni datang menghampirinya, ia berniat untuk menyusui puterinya.
"Anak, kamu jaga puterimu sebentar, Ammak ada keperluan, dan jangan tinggalkan puterimu," pesannya pada Andi Anni.
"Ammak mau kemana?" tanya Andi Anni penasaran.
"Ammak tak dapat jelaskan, tapi kamu jaga puterimu, ingat pesan Ammak!" ia menekankan ucapannya.
Andi Anni tampak bingung. Tetapi sang ibu tak menghiraukannya, dan ia memilih untuk bergegas pergi dengan menggunakan motor maticnya.
Sementara itu, Andi Enre berpamitan pada sang istri untuk pergi ke pertambangan. Ia mendapat telepkn, jika mesin penambang telah tersumbat oleh sesuatu, dan mengatakan jika ada benda-benda yang tersedot ke dalam pipa.
"Sayang, Abang pergi ke penambangan, kamu jangan lupa makan, ya. Kabari abang kalau ada sesuatu," pesannya pada sang istri.
"Iya, Sayang. Aku tidak akan pernah telat makan," sahutnya dengan senyum yang sangat manis.
"Ya, sudah, abang pergi dulu ya." Andi Enre berpamitan pergi.
Setelah kepergian sang suami, Daeng Cening memejamkan kedua matanya. Ia melihat dalam pandangannya sesuatu sedang mengintainya.
Ia tidak suka jika ada seseorang yang mencoba memisahkannya dengan Andi Enre, ia mencintai pria itu, dan siapapun yang berusaha mengganggu hubungannya, maka ia akan membuat orang tersebut menyesalinya.
Sementara itu, Andi Lalo mengendarai motornya dengan kecepatan yang cukup kencang. Ia harus tiba dirumah Datuk cepat waktu.
Ia sangat yakin, jika menantunya adalah benar parakang. Ia harus menyelamatkan keluarganya.
"Tak akan ku biarkan iblis itu mempengaruhi puteraku. Aku adalah ammaknya, aku akan membuat ia sadar dan menceraikan wanita itu!" ia menambah laju kecepatan motornya.
Hingga ia memasuki jalanan sepi, dan sekitar sepuluh menit lagi ia akan tiba dirumah sang Datuk.
Hingga tiba-tiba saja, satu ekor kucing hitam menyeberangi jalan.