NovelToon NovelToon
OBSESI BOS MAFIA

OBSESI BOS MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia / Dark Romance
Popularitas:34.1k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi_Gusriyeni

Cinta seharusnya menyembuhkan, bukan mengurung. Namun bagi seorang bos mafia ini, cinta berarti memiliki sepenuhnya— tanpa ruang untuk lari, tanpa jeda untuk bernapas.
Dalam genggaman bos mafia yang berkuasa, obsesi berubah menjadi candu, dan cinta menjadi kutukan yang manis.

Ketika dunia gelap bersinggungan dengan rasa yang tak semestinya, batas antara cinta dan penjara pun mengabur.
Ia menginginkan segalanya— termasuk hati yang bukan miliknya. Dan bagi pria sepertinya, kehilangan bukan pilihan. Hanya ada dua kemungkinan dalam prinsip hidupnya yaitu menjadi miliknya atau mati.

_Obsesi Bos Mafia_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 : Rindu

"Oke ayo! Aku memang ingin sekali makan cokelat, itu kenapa aku ke sini." Marchel tersenyum, dia menggenggam tangan Hulya dengan erat menuju mobil, di dalam mobil itu masih ada Tifani dan Hulya menghentikan langkahnya.

"Oh iya, aku ke sini tadi naik taksi, kamu lebih baik pulang sama Tifani dan ikuti saja taksiku," ucapnya merasa sungkan.

Hulya mengetahui wanita adalah Tifani dari foto yang pernah Dexter perlihatkan.

"Tidak bisa begitu, kamu ikut denganku Hulya, wanita sialan itu biar pulang sendiri."

"Mulut kamu Marchel, menyakitkan sekali."

"Maaf tapi dia memang wanita sialan." Marchel membuka pintu lalu menarik kuat Tifani keluar dari mobilnya.

Awalnya Tifani memang berontak tapi dia tidak bisa berbuat banyak saat melihat tatapan tajam dari Marchel. Mobil Marchel melesat pergi dari sana menuju apartemen Hulya dan meninggalkan Tifani tanpa peduli dengan perasaannya.

Setelah memasuki apartemen tersebut, Marchel terus mengekori Hulya.

"Kamu sudah makan? Tadi aku masak dan belum makan. Aku masak cukup banyak," tawar Hulya.

"Ya, aku lapar. Aku rindu masakan kamu, Hulya."

Hulya menyiapkan makanan untuk Marchel dan dirinya, mereka makan malam dengan tenang tanpa membahas apapun, suasana cukup canggung kali ini.

Marchel menitikkan air matanya ketika melihat Hulya makan dengan lahap. Dia semakin sedih ketika melihat di bagian tulang selangka, rahang dan kening Hulya terlihat memar serta masih ada bekas luka yang tersebab oleh dirinya dulu.

Walau sudah lama, tapi bekas itu masih ada dan belum hilang sempurna.

"Apa ini masih sakit?" tanya Marchel dengan suara bergetar, menahan tangisnya sambil menyentuh tulang selangka yang lebam pada Hulya.

"Sudah tidak sakit lagi," jawabnya sambil memberikan senyuman.

Wanita itu sengaja menyambut hangat Marchel untuk menghindari sesuatu buruk terjadi. Dia tahu siapa yang dia hadapi kali ini, pria itu tidak akan memaksakan kehendak jika Hulya terlihat patuh dan menurut padanya, seakan Hulya bisa mengendalikan Marchel.

Selesai makan, mereka duduk di ruang tamu sambil menonton televisi, ingin sekali Marchel memeluk perempuan itu dan bermesraan seperti dulu.

"Boleh aku tidur di sini?" tanya Marchel kemudian.

"Ya boleh, tapi kau jangan macam-macan ya," ujar Hulya mewanti-wanti.

"Aku tidak akan macam-macam padamu, hm kenapa kamu malah ke kota ini, Hulya? Kamu benar-benar ingin meninggalkan aku?" tanya Marchel yang begitu penasaran.

"Aku hanya ingin menenangkan pikiranku, tidak lebih. Jika aku masih terus berada di dekatmu, aku akan semakin mengingat kejadian itu. Wajar kan jika aku merasa trauma." Marchel menggenggam tangan Hulya saat dirinya dikuasai rasa bersalah.

"Tolong beri aku kesempatan lagi, Hulya. Aku berjanji akan menjagamu dengan baik, aku tidak akan berlaku kasar lagi padamu dan aku akan mendengarkan setiap penjelasanmu."

Jujur saja, Hulya masih belum bisa menerima Marchel, dia masih terlalu takut untuk menjalin hubungan dengan Marchel kembali.

"Maaf Marchel, untuk saat ini mungkin aku belum bisa menerima kamu," tolak Hulya dan kekecewaan kembali Marchel dapatkan.

"Sampai kapan, Hulya? Aku tidak sanggup jauh darimu seperti ini, aku selalu merindukanmu."

"Bagaimana jika malam itu kau benar-benar membunuhku, Marchel? Kita tidak akan pernah bertemu lagi," ungkap Hulya dengan mata yang merah karena menahan tangis.

"Aku minta maaf, aku sungguh menyesal."

"Malam itu jika aku minta maaf, kau tetap tidak akan memaafkan aku kan. Bahkan kau tidak memberikan kesempatan padaku menjelaskan semuanya. Rasa sakit saat perutku dihantam oleh kepalan tinjumu masih terasa sampai saat ini." Marchel memejamkan matanya ketika mendengar apa yang Hulya ungkapkan, dia sangat terluka jika mengingat hal itu.

"Aku mencintai kamu Marchel, tapi tolong beri aku waktu untuk menerima semua ini, please. Jangan datang untuk memaksaku lagi."

"Aku akan menunggumu, Hulya." Marchel membawa Hulya dalam pelukannya, Hulya memejamkan mata sembari menghirup aroma tubuh Marchel. Kedua tangannya membalas pelukan Marchel dan mengusap lembut punggung lebar itu.

"Aku rindu dengan aroma tubuhmu ini, Marchel, kita baru berpisah sebentar tapi rasanya sudah sangat lama. Ternyata cintaku padamu sangat menyiksa diriku sendiri," ujar Hulya dalam pelukan itu. Sangat perih di hati Marchel mendengar apa yang Hulya sampaikan padanya.

Dia tahu kalau apa yang keluar dari mulut Hulya adalah hal yang benar.

"Aku juga Hulya, aku sangat merindukanmu. Kalau kamu sudah siap kembali, katakan padaku."

...***...

Hulya tertidur di atas tubuh tegap Marchel, mereka baru saja menonton drama kesukaan Hulya.

Marchel mendekap Hulya dengan penuh kasih sayang. Semenjak mantan istrinya itu pergi, dia tidak pernah lagi bersantai seperti ini. Pikirannya selalu dipenuhi dengan Hulya, Hulya, dan Hulya.

Marchel tersenyum ketika mendengar dengkuran halus dari bibir Hulya, yang menandakan kalau perempuan itu tertidur pulas serta merasa nyaman.

"Aku sadar, kata maaf saja tidak akan bisa menebus kesalahanku padamu, Hulya. Aku sudah membunuh anak kita yang jelas tak bersalah, aku juga hampir membunuhmu, aku berharap jika suatu saat nanti atau tak lama lagi, kau bisa menerima diriku kembali. Aku tidak sanggup berpisah darimu begitu lama," gumam Marchel lalu mencium puncak kepala Hulya sembari memejamkan mata- menikmati aroma rambut dari perempuan yang tengah tidur di atas tubuhnya.

Ponsel Marchel bergetar di dalam saku celana, hal itu membuat Hulya terbangun dan sontak membuat Marchel menggeram kesal.

"Shit!" umpatnya dalam hati karena membuat Hulya terusik.

Hulya mengerjapkan mata lalu bangun dari tubuh Marchel, dia terlihat kaget dan merasa sungkan.

"Maaf Marchel, aku ketiduran," ucapnya lalu dia menutup mulut ketika menguap.

"Kalau kamu nyaman, ya tidur saja."

"Tidak, aku akan ke dalam kamar, kamu istirahatlah." Hulya berjalan menuju kamarnya, Marchel hanya memperhatikan Hulya dengan senyum getir.

"Padahal dulu aku bebas menyentuhmu kapan saja, tapi sekarang, satu kamar denganmu begitu mustahil," jerit hati Marchel saat ini, dia duduk lalu menatap layar ponsel yang menunjukkan ada panggilan dari nomor tak dikenal.

Marchel mengangkatnya dan mendengar suara Tifani, langsung saja ia menonaktifkan ponselnya dan berjalan ke kamar yang telah disediakan oleh Hulya di apartemen itu- tepatnya di kamar tamu, kamar itu berada di hadapan kamar Hulya persis.

Marchel membuka jas dan kemeja yang dia kenakan, lalu menaruhnya di atas sofa dan membaringkan tubuh dengan telanjang dada. Baru saja memejamkan mata, Marchel mendengar suara ketukan pintu di kamarnya, dengan cepat dia membuka pintu itu. Menampakkan Hulya yang berdiri di depan kamar sambil membawa pakaian untuknya.

"Aku membawa beberapa pakaianmu saat pergi. Pakailah! Aku tau kalau kamu tidak nyaman dengan pakaian formalmu itu." Marchel tersenyum dan mengambil baju dari tangan Hulya.

"Terima kasih, ternyata kamu masih menyimpan pakaianku."

"Ya untuk melepas rindu saja, selamat malam, Marchel."

"Malam, Hulya."

Hulya kembali ke kamarnya, dia merasakan ngilu di bagian kepala dan seluruh tubuh. Sakitnya kembali kambuh, segera ia mencari obat pereda nyeri yang selalu dia stok.

"Yah habis, aku lupa beli."

Hulya memakai cardigan rajut miliknya lalu keluar dari kamar, tujuan utamanya saat ini jelas ke apotik. Ia berjalan menuju pintu keluar dan Marchel ikut keluar kamar saat mendengar suara pintu kamar Hulya terbuka.

1
Wiwit Widia
Kerasa banger nih mual di atas mobil begini🤭
Wiwit Widia
Nah bakalan kagak ada saingan juga si Hulya, dia nerapin sikap posesif si marchel 🤣
Adira
secara gak langsung, hubungan mereka membaik karena rencana justin juga kan.
Adira
antisipasi sejak dini si hulya💪
Caterine Selyn
Masih ada malu dia, coba kalo gak ada pelayan, bakalan diterkam tuh di meja makan🤣
Caterine Selyn
Emang ya ni org kagak bisa kontrol diri banget🤣
Juwita
Dia kalo lagi mode waras ingat semuanya, coba kalo emosi, lupa diri
Juwita
Elu udh diterima sama hulya lagi, perbaiki sikap lu chel, jgn sampe ini kandungan gugur lagi gara2 elu yaaa
Rissa Squad
Sabar napa baaanggg🤣
Rissa Squad
pintar banget hulya bikin syaratnya💪👍
Alle
emang kadang mual bakalan ilang kalo di bawah kucuran air
Alle
Bakalan diintilin kemana2 si marchel🤣
Alda Fatimah
Jangan emosian lagi lu chel, jgn sampe ini anak kagak lahir gara2 elu yeeee
Alda Fatimah
Emang si marchel kudu diginiin biar insap
ISMI PRADIPTA
sultan mah bebas mau dekor kapan aja
ISMI PRADIPTA
Udh dikasih kesempatan rujuk jangan disia2in lagi marchel
Kakak Echa
Dia ini bikin baper maksimal kalo lagi gak emosi, tpi kalo udh emosi kek setan
Kakak Echa
Jangan sia2in lagi si hulya, kadang lu rada2 ya chel
Helena Hivoshi
Marchel kalo lagi mode baik bikin baper tpi kalo mode emosi pengen gue tendang jauh jauh
Helena Hivoshi
Berat amat tapi keren syaratnya, meminimalisir perselingkuhan🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!