NovelToon NovelToon
Mahar Pengganti Hati

Mahar Pengganti Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Pengganti / Bercocok tanam / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Pengganti
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Husna, putri bungsu kesayangan pasangan Kanada-Indonesia, dipaksa oleh orang tuanya untuk menerima permintaan sahabat ayahnya yang bernama Burak, agar menikah dengan putranya, Jovan. Jovan baru saja menduda setelah istrinya meninggal saat melahirkan. Husna terpaksa menyetujui pernikahan ini meskipun ia sudah memiliki kekasih bernama Arkan, yang ia rahasiakan karena orang tua Husan tidak menyukai Arkan yang hanya penyanyi jalanan.
Apakah pernikahan ini akan bertahan lama atau Husna akan kembali lagi kepada Arkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Setelah jam setengah jam di kantin rumah sakit, Jovan mengajak ayah kembali ke ruang perawatan.

"Van, rahasiakan ini dari Husna. Biarkan dia sembuh dulu." pinta Burak.

Jovan menganggukkan kepalanya dan ia berjanji untuk tidak mengatakannya kepada Husna.

Ceklek!

Mereka masuk kedalam ruang perawatan dan melihat Ava yang sudah tertidur pulas karena kelelahan.

"Kenapa dia tidur disini?" tanya Jovan saat melintas Ava yang tidur di samping tubuh Husna.

"Ava menangis, Van.Dia tidak mau jauh-jauh dari Husna." ucap Mama Riana.

Jovan menghela nafas panjang saat melihat putrinya yang tidak mau jauh-jauh dari Husna.

Ia menekan tombol untuk memanggil perawat yang berada di dekat ruang perawatan.

Perawat langsung masuk saat mendengar bel yang berbunyi di rumah perawatan.

Perawat masuk dengan senyum sopan, meski wajahnya sedikit terkejut melihat Ava yang tertidur di samping Husna.

“Iya, Pak Jovan, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya lembut.

Jovan mengangguk pelan sambil menunjuk ke arah tempat tidur.

“Begini, Sus. Putri saya, Ava, sejak tadi tidak mau jauh dari ibunya. Dia menangis terus kalau dibawa pulang. Jadi saya biarkan dia di sini dulu, tapi apakah sebenarnya anak kecil boleh berada di kamar perawatan seperti ini?”

Perawat menatap Ava yang terlelap sambil memeluk tangan Husna kecil-kecil, lalu tersenyum hangat.

“Sebenarnya untuk pasien dengan luka bakar seperti Ibu Husna. Ruangannya harus dijaga steril. Anak kecil sebaiknya tidak terlalu lama di dalam ruangan ini karena bisa berisiko terkena infeksi, terutama kalau sistem imun mereka belum kuat.”

Jovan mengangguk pelan, tampak cemas tapi mengerti.

“Masalahnya, Sus. Ava menangis kalau dibawa pulang. Dia terus mencari ibunya. Saya takut kalau dipaksa, dia malah stres.”

Perawat tampak berpikir sejenak, lalu tersenyum mengerti.

“Saya paham, Pak. Di sebelah ruangan ini kebetulan ada kamar khusus anak, biasanya digunakan untuk pasien kecil atau keluarga pasien yang membawa anak. Kamarnya tidak jauh, jadi Ibu Husna dan Ava masih bisa saling melihat kalau pintunya dibuka.”

Mata Jovan sedikit berbinar mendengar penjelasan itu.

“Benarkah? Jadi Ava bisa tetap di dekat Husna tanpa mengganggu perawatannya?”

“Betul, Pak. Kalau Bapak mau, saya bantu siapkan kamarnya sekarang.”

“Baik, terima kasih banyak, Sus." ujar Jovan dengan nada lega.

Perawat melangkah ke pintu sebelah, lalu memutar gagang pintu.

Ceklek!

Pintu terbuka menampakkan ruangan kecil dengan dinding berwarna pastel, ada tempat tidur anak, sofa kecil, dan mainan edukatif di sudut ruangan.

Lampunya hangat dan suasananya jauh lebih ramah daripada ruang perawatan umum.

“Ini ruang anak, Pak. Ava bisa tidur di sini dan kami juga bisa bantu mengawasi kalau Bapak sedang keluar.”

Jovan tersenyum, rasa lega terpancar dari wajahnya.

“Terima kasih, Sus. Nanti kalau Ava terbangun, saya akan pindahkan dia ke sini.”

Perawat menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

“Baik, Pak. Saya siapkan perlengkapannya dulu.”

Saat perawat keluar untuk mengambil selimut tambahan, Jovan menatap Ava yang masih tertidur lelap di sisi Husna.

Ia menyentuh kepala putrinya perlahan dan berbisik,

“Tidurlah, Nak. Mama sudah aman. Dan sebentar lagi kamu bisa tetap di dekatnya, tanpa harus takut lagi.”

Husna yang setengah sadar membuka mata sedikit, menatap Jovan dan tersenyum lemah.

“Terima kasih, Van. Kamu selalu tahu cara menenangkan mereka.”

Jovan tersenyum kecil, lalu menunduk mencium kening istrinya yang masih lemah.

“Yang penting kamu istirahat dulu, Na. Aku nggak mau kamu mikirin apa pun selain sembuh.”

Kemudian Burak mengajak mereka untuk pulang ke rumah.

Mama Riana meminta Jovan untuk menjaga Husna dan Ava.

"Iya, Ma. Aku akan menjaga mereka berdua." ucap Jovan.

Burak menepuk bahu putranya dengan lembut sebelum berdiri dari kursinya.

“Kalau begitu, Papa dan Mama pamit dulu, Van. Nanti sore Papa balik lagi ke sini, bawa pakaian ganti buatmu.”

Jovan mengangguk kecil dan meminta Ayahnya untuk hati-hati.

Pintu tertutup perlahan, menyisakan Jovan yang kini duduk sendiri di kursi samping ranjang.

Suara mesin monitor berdetak tenang, berpadu dengan napas lembut dua orang yang paling dicintainya.

"Van, apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" tanya Husna yang merasakan kalau Jovan sedang menyembunyikan sesuatu.

Jovan menoleh ke arah istrinya yang sedang mengajaknya bicara.

"Tidak ada yang aku sembunyikan, Na. Aku sedang memikirkan kamu dan Ava." jawab Jovan yang membohongi Husna.

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Burak, kalau ia akan merahasiakan tentang kebakaran itu kepada Husna.

Jovan mendekatkan bibirnya dan akan mencium bibir Husna.

Husna mengalihkan wajahnya dan menghindari suaminya.

"Van, apakah kamu lupa dengan kontrak nomor lima kalau kamu tidak akan menyentuhku dan tidak memberikan nafkah batin." ucap Husna dengan suara lirih.

Husna masih ingat dengan kontrak yang dibuat oleh Jovan saat pertama kali menikah dengan dirinya.

Jovan menelan salivanya saat mendengar perkataan dari Husna.

"Na, aku akan hapus kontrak pernikahan kita. Dan aku....,"

"Van, aku tidak mau kamu cinta sama aku karena kasihan!" potong Husna.

Jovan menelan ludah, menatap wajah Husna yang pucat tapi matanya tetap menatap lurus ke arahnya.

Hatinya sesak melihat tegasnya istrinya menolak segala bentuk belas kasihan.

“Na, aku tidak mencintaimu karena kasihan. Aku mencintaimu karena aku benar-benar ingin menjaga serta melindungi kamu dan Ava. Aku ingin berada di sampingmu, apa pun kondisimu,” ucap Jovan dengan suara lirih

Husna menggeleng pelan dan ia meminta Jovan untuk memindahkan Ava ke ruang sebelah.

"Aku tidak mau Ava mendengar perkataan kita,"

Jovan menggendong Ava dan ia membawanya ke ruang sebelah dimana perawat sudah menunggu kedatangan Jovan.

"Biar saya saya saja yang menggendong Ava." ucap Perawat.

Jovan memberikan Ava ke perawat dan setelah itu Jovan kembali ke ruang perawatan.

Jovan menghampiri istrinya yang sedang menundukkan kepalanya.

"Na, aku mohon berikan aku satu kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Jovan menggenggam tangan istrinya yang masih menundukkan kepalanya.

“Van, aku takut akan bergantung padamu hanya karena kasihan. Aku tidak mau hubungan kita seperti itu.” ujar Husna dengan air matanya yang mengalir.

Jovan menatap wajah istrinya yang tertunduk, napasnya bergetar menahan emosi.

"Na, aku mencintai kamu bukan karena rasa kasihan. Aku mencintaimu, Na, karena kamu adalah istriku, ibu dari Ava, dan satu-satunya orang yang ingin aku jaga seumur hidupku,” ucap Jovan lirih, suaranya pecah di antara napas beratnya.

Husna menatapnya samar, matanya berkaca-kaca. Ia menggenggam seprei di pangkuannya, menahan perasaan yang campur aduk.

“Van, aku takut kalau aku benar-benar bergantung padamu dan kamu hanya merasa kasihan padaku,” ucap Husna.

Jovan menundukkan kepalanya sambil menatap mata istrinya yang basah karena air mata.

“Tidak, Na. Aku tidak pernah merasa kasihan padamu. Aku ingin di sini bukan karena kamu lemah, tapi karena aku ingin melindung dan membuat kamu merasa aman. Aku ingin kita bersama, bukan karena belas kasihan, tapi karena cinta.”

Mereka berdua saling pandang dengan wajah yang penuh dengan air mata.

"Na, apa kamu masih mencintai Arkan? K-kalau iya, aku akan mundur. Aku tidak mau memaksa kamu lagi."

Husna yang mendengarnya langsung menampar pipi suaminya dengan tamparan halus.

"Bagaimana bisa seorang suami memberikan istrinya kepada orang lain?".

Husna kembali menangis sesenggukan sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Jovan menghela nafas panjang dan ia tidak berniat mengatakan hal itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!