NovelToon NovelToon
Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Playboy
Popularitas:836
Nilai: 5
Nama Author: manda80

"Sella jatuh hati pada seorang pria yang tampak royal dan memesona. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa kekayaan pria itu hanyalah kepalsuan. Andra, pria yang pernah dicintainya, ternyata tidak memiliki apa-apa selain penampilan. Dan yang lebih menyakitkan, dia yang akhirnya dibuang oleh Andra. Tapi, hidup Sella tidak berakhir di situ. Kemudian dirinya bertemu dengan Edo, seorang pria yang tidak hanya tampan dan baik hati, tapi juga memiliki kekayaan. Apakah Sella bisa move on dari luka hatinya dan menemukan cinta sejati dengan Edo?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tuan Edo! Bertahanlah!

Deru baling-baling helikopter mengoyak malam, memadukan kebisingan mesin dengan suara terengah-engah dari radio komunikasi. Di ruang sempit kabin, Sella menggenggam tangan Edo, merasakan dingin yang menjalar dari kulit pria itu. Paramedi bekerja sigap. Bara berdiri menjaga mereka, matanya menyapu langit-langit seolah musuh masih bisa menerobos masuk.

“Nadi 55! Tekanan darah terus turun!” seru seorang paramedis dengan masker di wajahnya.

“Tuan Edo! Bertahanlah! Kami hampir sampai!” Bara mendekat, nadanya sangat tegang.

Edo membuka mata sedikit, namun fokusnya hilang. Dia mencoba berbicara, tetapi hanya rintihan samar yang keluar. Sella mencondongkan tubuhnya ke depan, berharap bisa mendengar sesuatu.

“Apa katamu, Edo? Jangan bicara. Hemat tenagamu,” bisik Sella, air mata panas mulai membasahi debu di pipinya. Dia menahan getaran hebat di dadanya. Bukan karena takut, tetapi karena kekecewaan pahit yang baru saja disuntikkan Hartono.

“Kau hanya pion! Edo akan membuangmu setelah urusannya selesai!”

Kata-kata itu terngiang-ngiang. Dia adalah senjata, dia adalah amunisi. Kenyataan bahwa ia datang ke pelukan Edo bukan karena takdir yang indah, melainkan skenario balas dendam Helena Sutedjo, menghancurkan sisa-sisa idealismenya.

Bara mencondongkan tubuh ke Sella. “Bagaimana keadaannya?” tanyanya cepat, matanya kembali tertuju pada Hartono yang kini terikat kuat dan berada di bawah pengawasan ketat Rio di sisi kabin yang lain.

“Dia berdarah banyak, Bara. Kita harus lebih cepat,” jawab Sella, mencoba bersikap rasional, mengesampingkan emosi pribadinya.

“Kita sudah mengontak Rumah Sakit Pusat. Tim bedah siap. Dengarkan aku, Sella. Kau dengar apa yang Hartono katakan, tapi itu omong kosong. Jangan biarkan racunnya memengaruhi pikiranmu.”

Sella memandang Hartono sekilas, kemudian mengalihkan pandangannya pada ponsel yang ia kantongi. Bukti fisik kebohongan Andra. “Kalau itu omong kosong, kenapa Andra dan ibunya melakukan semua ini? Kenapa harus melalui aku, Bara? Kenapa dia menghancurkan aku habis-habisan dulu, hanya untuk menjadikan aku ‘umpan’ bagi Edo?”

“Helena adalah wanita licik yang kejam. Dia tahu kelemahan Tuan Edo adalah hati nuraninya. Dia tahu Tuan Edo tidak akan membiarkan seorang wanita tulus yang terluka sendirian. Dia membuat Tuan Edo jatuh cinta padamu. Itu adalah pukulan paling mematikan yang bisa dia berikan. Kau bukan sekadar ‘pion’ dalam arti merusak, Sella. Kau adalah ‘hadiah’ beracun.”

“Hadiah?” Sella tertawa getir. “Dibuang mokondo, hanya untuk dijadikan ‘hadiah’ beracun. Sepertinya itu takdirku.”

Bara menoleh tajam. “Jangan meremehkan apa yang sudah kalian bangun! Cinta itu nyata, Sella! Rencananya mungkin dimulai dari kebohongan, tapi Tuan Edo benar-benar mencintaimu. Dia tidak berpura-pura saat melindungi kamu tadi. Dia tidak berpura-pura saat mempertaruhkan nyawanya.”

Helikopter bergetar hebat saat mendarat di atap rumah sakit. Pintu geser terbuka, disambut teriakan para petugas medis yang mengenakan pakaian bedah hijau.

“Kepala mengalami benturan, tembakan di bahu, dan perdarahan internal kemungkinan besar! Cepat ke ruang operasi A!”

Sella dilempar kembali ke dunia nyata. Ia terhuyung berdiri, membiarkan tim medis membawa Edo pergi di atas tandu. Mereka berpacu melintasi lorong putih yang berbau antiseptik tajam.

Di depan pintu ruang bedah, seorang perawat yang berwibawa menahan Sella. “Maaf, Nona. Hanya tim medis yang diperbolehkan masuk.”

Sella menoleh ke Bara. Pria itu tampak frustrasi dan lelah, namun sorot matanya tajam. Rio sudah mengurus keamanan Hartono yang dibawa terpisah.

“Sella, duduklah sebentar. Kau terlihat shock,” pinta Bara.

“Bagaimana mungkin aku duduk, Bara? Dia di dalam sana karena aku!” Sella memegangi kepalanya. “Aku membawa Hartono kepadanya! Aku membiarkan diri menjadi lemah dan dimanfaatkan!”

Bara menghela napas, suaranya pelan. “Tidak ada yang menyalahkanmu. Tujuan Helena bukan hanya melukai Edo secara fisik. Tujuannya adalah merusak keyakinannya pada orang terdekat. Dia ingin kau percaya bahwa setelah semua ini, Edo akan melihatmu sebagai penyebab masalah, sebagai beban, dan membuangmu.”

Sella menarik napas panjang. “Mungkin itu yang akan terjadi. Andra benar. Dia tahu aku gampang dirayu dan dibuang.”

“Itu masa lalu, Sella!” Bara menggenggam pundak Sella. “Fokuslah pada saat ini. Kau di sini, hidup. Tuan Edo di dalam sana, berjuang. Hartono tertangkap. Dan kita tahu dalangnya adalah Helena Sutedjo. Dan sekarang…” Bara memandang Sella curiga, “…Apa yang kau sembunyikan?”

Sella ragu sejenak. Jika ia memberi tahu Bara tentang panggilan ke Andra, Bara mungkin akan menggunakan informasinya secara tergesa-gesa. Ini adalah rahasia yang mungkin hanya bisa ia gunakan sendiri.

“Tidak ada. Aku hanya membawa ponselku,” dustanya, mengalihkan topik. “Aku butuh informasi. Aku harus tahu di mana Helena Sutedjo sekarang. Jika Edo adalah targetnya, dia tidak akan berhenti hanya karena Hartono tertangkap.”

Bara mengangguk, mengabaikan kecurigaan Sella. Prioritasnya adalah CEO mereka. “Kau benar. Rio sedang menyelidiki kediaman Helena di Jakarta. Aku yakin dia sudah menyiapkan pelarian.”

Sella mengangguk. Tiba-tiba, rasa dingin itu hilang, digantikan oleh bara api di dadanya. Hartono mengatakan Edo akan membuangnya. Andra pernah melakukannya. Tapi kali ini, dia menolak takdir itu. Dia menolak menjadi korban lagi. Dia tidak lagi berlian yang hanya menunggu ditemukan; dia adalah amunisi yang aktif.

Sella mengambil ponsel Hartono dari saku celananya, menyalakan layarnya, dan melihat kembali nomor Andra di riwayat panggilan. Ia membandingkannya dengan nomor Andra yang sudah lama ia hapus. Sama.

“Andra, kau menempatkan aku di tempat yang mengerikan. Kau membuatku berpikir bahwa aku tidak akan pernah bisa lepas dari predikat ‘buangan’,” gumam Sella dalam hati. “Tapi kau salah. Sekarang, justru aku yang akan mengejarmu. Bukan karena cinta, tapi karena Edo yang terbaring sekarat di sana tidak pantas dibayar dengan pengkhianatan dari orang sepertiku.”

Sella memutuskan. Ia tidak akan menunggu sampai Edo membuangnya, seperti yang dikatakan Hartono. Ia akan membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa dia layak diperjuangkan, dengan cara membongkar seluruh skenario busuk ini sebelum Helena sempat melakukan langkah selanjutnya.

“Bara,” panggil Sella tegas. “Aku tahu siapa yang ada di balik reruntuhan itu. Sosok yang kulihat. Bukan Helena. Tapi Andra. Dia yang menekan tombol peledak terakhir. Aku harus bicara dengannya.”

Bara membelalak. “Gila! Dia berbahaya, Sella! Dia penjahat yang terencana!”

“Tentu saja dia berbahaya,” Sella menyeringai, senyum tipis yang tampak dingin. Ia mengambil keputusan berani, atau mungkin bodoh. “Tapi jika aku adalah kartu As yang dia ciptakan untuk menghancurkan Edo, maka sekarang, aku akan menjadi kartu liar yang akan menghancurkan Andra sendiri.”

Ia menyentuh kalung yang diberikan Edo. Ia bukan lagi Sella yang mudah dirayu, wanita yang buta oleh penampilan. Dia adalah Sella, yang pernah hancur oleh mokondo, kini bangkit sebagai berlian yang ingin melindungi pria kaya sejati. Dan untuk melindungi Edo, ia harus melakukan hal yang tidak terduga, menghadapi iblis dari masa lalunya, Andra, secara langsung.

Sella mulai mengetik pesan. Isi pesannya pendek, dingin, dan lugas, langsung dikirim ke nomor terakhir Andra. Temui aku. Aku punya semua yang ibumu butuhkan untuk menyelesaikan permainan ini.”

Tidak lama kemudian, ponsel Hartono bergetar, memunculkan balasan singkat dari Andra.

“Di mana?”

Permainan telah beralih. Pion kini memimpin pergerakan bidak-bidak lain.

1
Titi Dewi Wati
Jgn percaya sepenuhx dgn laki2, kita sebagai perempuan harus berani tegas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!