NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20

Guru-guru yang mendengar itu hanya diam saja dan tidak bisa menjawab apa pun dari perkataan Anton.

Mungkin Anton terlihat seperti orang yang sangat tegas dan bermartabat saat berbicara. Maka dari itu, guru-guru tidak berani menjawab sepatah kata pun.

Kepala sekolah yang ditelepon oleh Bu Fitri kaget saat mendengar Anton berada di sekolah.

Ia merasa bersalah kepada Anton, karena seharusnya yang bertemu dengan Anton adalah dirinya. Namun, kepala sekolah sedang menghadiri sebuah acara.

Sebenarnya acara itu tidak terlalu penting, tapi ia diminta oleh pihak yayasan untuk hadir karena kepala sekolah berperan penting dalam acara apa pun yang berhubungan dengan sekolah.

Kepala sekolah berharap bisa tetap ikut serta dalam kegiatan sekolah, tetapi dengan kejadian Anton yang datang langsung ke sekolah, ia merasa sangat bersalah.

Seharusnya kepala sekolah tetap berada di sekolah tanpa harus membuat Anton menunggunya.

Karena Anton adalah investor terbesar di sekolah tersebut, kepala sekolah takut bila Anton akan mencabut investasinya.

Menurut kepala sekolah, Anton berperan sangat penting dalam perkembangan sekolah, maka dari itu ia pun tidak berani berbicara apa pun kepada Anton.

Kepala sekolah berharap Anton masih bisa memaafkan dirinya walaupun tidak hadir di tempat.

Namun, perasaan bersalah itu membuatnya tidak tenang, hingga akhirnya kepala sekolah menelepon Anton.

Anton yang melihat ada panggilan dari kepala sekolah langsung menjawab dengan nada lembut.

> “Halo, Ibu Kepala Sekolah, ada apa, Bu?”

“Bapak, saya minta maaf ya. Bapak mencari saya? Saya sedang di luar, Pak, soalnya ada seminar.”

“Iya, saya tahu, Bu. Tadi saya juga baru diberi tahu sama Bu Fitri. Nggak apa-apa, Bu. Saya cuma ingin menanyakan sesuatu yang penting, tapi saya merasa tidak leluasa menanyakannya kepada orang yang tidak menyukai anak saya.”

Fitri yang mendengar itu langsung membantah perkataan Anton. Anton pun menatapnya.

> “Maaf, Pak, tapi saya tidak membenci anak Bapak sedikit pun. Saya bahkan sering membantu anak Bapak dalam hal tugas dan ulangan.”

“Kenapa, Bu Fitri, merasa tersinggung sekali? Saya kan tidak bilang Ibu. Emangnya Ibu nggak suka sama anak saya juga? Kalau memang nggak suka, nggak apa-apa. Tapi kalau posisinya dibalik, Ibu jangan marah.”

Fitri yang mendengar itu merasa dongkol kepada Anton. Entah kenapa, rasa kagumnya yang dulu ada tiba-tiba hilang begitu saja.

Dinda yang mendengar percakapan itu langsung mendekat dan menegur Anton dengan sopan.

> “Maaf, Pak Anton. Saya tahu bagaimana perasaan Bapak saat anak Bapak dibenci guru-guru lain. Tapi bukan maksud saya membela mereka. Saya hanya ingin menjelaskan kalau saya dan Bu Fitri tidak membenci anak Bapak sama sekali. Kami justru ingin membantu anak Bapak supaya bisa naik kelas.”

Anton menatap Dinda, lalu berkata,

> “Lantas, kalau Bu Dinda dan Bu Fitri menyukai anak saya, kenapa merasa tersindir? Saya cuma bilang beberapa guru tidak menyukai anak saya. Kenapa kalian berdua jadi berdebat?”

Anton bingung dengan kedua guru itu. Padahal ia tidak menyinggung mereka secara langsung, tapi keduanya merasa tersindir.

Anton tidak bisa menyalahkan siapa pun, karena ia tahu mereka semua punya alasan dan pandangan masing-masing.

Saat Anton masih berbicara dengan kepala sekolah, guru-guru lain ikut mendengarkan dari kejauhan.

Anton merasa tidak nyaman karena mereka tampak kepo dengan ucapannya, lalu ia memilih untuk pergi.

Setelah masuk ke mobil, Anton hendak melanjutkan pembicaraan dengan kepala sekolah, tapi tiba-tiba kepala sekolah mendapat panggilan dari panitia seminar.

> “Maaf, Pak, saya harus kembali ke acara seminar. Nanti kalau sudah tidak sibuk, saya akan menelepon Bapak kembali, ya.”

“Nggak apa-apa, Bu. Saya santai kok. Nanti saya datang saja ke kantor Ibu saat Ibu sedang senggang. Maaf kalau saya sudah mengganggu waktu Ibu.”

Bip.

Telepon pun berakhir sampai di situ. Anton memahami kalau kepala sekolah sedang sibuk, jadi untuk apa berbicara panjang lebar kalau keluhannya tidak bisa didengarkan sepenuhnya.

Setelah itu, Anton kembali ke kantornya. Sesampainya di sana, diadakan rapat dadakan dengan investor luar negeri.

Namun selama rapat, Anton merasa tidak fokus karena bingung dengan materi yang disiapkan sekretarisnya.

Anton pun memanggil sekretarisnya dengan nada tegas.

> “Kamu kerja apa sih ini? Materinya kok beda dengan yang di presentasi? Kamu serius nggak bikin ini?”

Sekretarisnya bingung dan berusaha menjelaskan. Ia ternyata salah memberikan buku panduan yang sudah diprint.

Anton merasa kecewa. Ia tidak menyangka kalau sekretarisnya bisa melakukan kesalahan seperti itu.

Namun, Anton tidak ingin gegabah memecat orang, karena sekretaris itu sudah bekerja dengannya selama sembilan tahun.

Anton tahu itu bukan waktu yang singkat. Ia pun penasaran kenapa kinerja sekretarisnya tiba-tiba berubah sejak menikah.

Setelah rapat selesai, Anton memanggil sekretarisnya untuk berbicara empat mata.

Sekretaris itu tampak takut, mengira Anton akan memecatnya.

> “Saya mau nanya sesuatu sama kamu,” kata Anton.

“Saya minta maaf, Pak. Pekerjaan saya akhir-akhir ini memang tidak benar. Padahal saya sudah lama bekerja dengan Bapak, tapi saya tidak profesional karena sedang ada masalah keluarga.”

“Kalau kamu punya masalah keluarga, kenapa nggak bilang sama saya? Saya kan bos kamu, pasti mau membantu. Kenapa kamu masih segan sama saya?”

“Karena Bapak terlalu baik. Saya tidak enak merepotkan Bapak, itu tidak ada di kamus saya. Maka dari itu pekerjaan saya jadi berantakan. Sekali lagi, saya minta maaf, Pak.”

Anton mendengarkan dengan tenang. Ia sempat mengira sekretarisnya hanya mencari alasan, tapi ia memilih untuk menghargai kejujurannya.

> “Untuk pekerjaan kamu kali ini, saya maafkan. Tapi tidak untuk kedua kalinya. Jujur, saya cukup kecewa. Kamu sudah sembilan tahun bekerja dengan saya, tapi bisa melakukan kesalahan seperti ini. Kalau kamu baru, saya bisa maklumi. Tapi kamu sudah berpengalaman, dan kesalahan ini membuat saya malu di depan klien.”

Sekretarisnya mengaku bersalah dan berjanji akan memperbaiki kinerjanya.

Anton akhirnya memutuskan untuk memaafkan, karena ini adalah kesalahan pertamanya.

> “Baik, untuk saat ini saya maafkan. Tapi jangan sampai terulang lagi. Saya tidak akan mengampuni untuk kedua kalinya.”

“Terima kasih, Pak. Saya sungguh tidak enak. Lantas, apa yang harus saya lakukan sekarang?”

“Kamu cuti saja dua minggu. Sepertinya kamu butuh istirahat. Kamu sudah terlalu sering menemani saya bekerja, dan saya tahu kamu kurang istirahat. Sebagai atasan, saya juga paham kalau waktu istirahat itu penting. Jadi, mulai hari ini kamu libur dua minggu. Setelah itu, kamu bisa kembali bekerja seperti biasa. Setuju? Karena menurut saya itu yang kamu butuhkan sekarang tidak ada lagi atau kamu mau liburan”

Sekretaris itu mengangguk lega, merasa sangat berterima kasih atas pengertian Anton.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!