Senja merasa menderita dengan pernikahan yang terpaksa ia jalani bersama seorang CEO bernama Arsaka Bumantara. Pria yang menikahinya itu selalu membuatnya merasa terhina, hingga kehilangan kepercayaan diri. Namun sebuah kejadian membuat dunia berbalik seratus delapan puluh derajat. Bagaimana kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20
Zein tengah menatap layar laptop di ruang kerjanya ketika ponselnya bergetar di sisi meja.
Refleks, ia meraihnya, hendak menghubungi rekan bisnisnya. Namun jemarinya berhenti saat melihat notifikasi kecil di layar Status baru dari Senja.
Alisnya terangkat.
Biasanya foto profil Senja hanya bunga mawar merah, tapi kini… gambar itu berubah.
Wajah cantik Senja terpampang dengan gaun pengantin putih yang jatuh anggun di bahunya.
Zein membeku. Ada getaran di dadanya.
“Apa mereka akan… menikah lagi?” gumamnya.
Dia membuka status Senja. Dalam video singkat itu Senja terlihat begitu anggun. Tatapan matanya lembut, senyumnya hangat, sementara wajahnya memancarkan pesona alami yang tak bisa diabaikan.
Dada Zein berdegup tak karuan. Ada kekaguman, tapi juga perih yang sulit dijelaskan.
Namun pikiran logisnya segera mengambil alih. Saka pasti sedang bersiap untuk acara resepsi, mungkin sesi pemotretan pernikahan resmi mereka…
Genggamannya pada ponsel mengeras. Tanpa pikir panjang, ia menekan nama Saka di daftar kontak.
Sambungan langsung tersambung.
“Zein?” suara Saka terdengar berat di seberang.
“Dengar, Saka!” suara Zein terdengar terburu-buru, nyaris menahan emosi. “Kalau kau benar-benar tidak mencintai Senja, jangan terus menahannya! Jangan biarkan dia terikat dalam pernikahan yang cuma status itu,” omel Zein. “Itu sama saja kau menyiksanya.”
Saka mengernyit, jelas tak mengerti arah pembicaraan itu. “Tunggu dulu, kau bicara apa? Kenapa tiba-tiba memarahiku?”
Zein menarik napas keras. “Aku lihat status Senja. Kalian pasti sedang merencanakan pernikahan resmi.”
Hening beberapa detik. Lalu Saka menjawab dengan nada kebingungan, “Zein, kau ini ngomong apa? Aku bahkan belum pulang dari kantor!”
“Lihat sendiri, Saka! Lihat status istrimu!” tekan Zein lagi, dengan nada yang semakin emosional.
Saka menurunkan ponselnya perlahan. Alisnya bertaut rapat. Ia memang jarang membuka aplikasi itu, hampir tidak pernah memeriksa status siapa pun. Tapi kali ini, karena dorongan penasaran, ia akhirnya melakukannya.
Begitu layar menampilkan foto Senja dalam balutan gaun pengantin putih, Saka terpaku.
Ada sesuatu yang menelisik di dadanya. Bukan sekadar kaget, tapi semacam rasa yang sulit di akui. ‘Betapa cantiknya sang istri saat itu.’
Matanya menatap layar ponsel itu lama,
hingga akhirnya jarinya bergerak ingin mengetik pesan singkat. Namun urung.
Ia menelan ludah, berusaha mengabaikan debaran aneh di dadanya.
“Cuma pemotretan,” gumamnya pelan, mencoba meyakinkan diri.
Tapi semakin lama ia menatap foto itu, semakin sulit menepis rasa tak nyaman yang merayapi pikirannya.
Bayangan Senja, yang selama ini selalu tampak sederhana dengan pakaian rumah, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang memesona.
Ada kebanggaan yang muncul begitu saja.Namun, dengan cepat tertutup oleh sesuatu yang lebih kuat, yaitu cemburu.
Saka menggenggam ponselnya erat.
Nada bicara Zein terngiang lagi di kepalanya: “Kalau kau tak mencintainya, lepaskan saja!”
Ucapan itu seperti pisau yang menancap di dada.
Tidak mencintai? batinnya bergemuruh.
Lalu mengapa dadanya kini terasa sesak? Mengapa bayangan Zein dan Senja dalam satu frame membuat darahnya mendidih?
Ia mengembuskan napas berat, mencoba menenangkan diri. Tapi justru amarah yang muncul.
Tangannya refleks meraih kunci mobil di meja dan berdiri tergesa, kemudian berjalan keluar dari ruangannya.
***
Di butik, Senja baru saja melepas gaunnya. Rara menatap ponselnya yang bergetar, lalu menyengir puas./
“Wah… dua-duanya lihat, Sen!” katanya sambil tertawa kecil.
Senja menoleh, bingung. “Apa sih, Ra?”
Rara menatap sahabatnya sambil berbisik nakal, “Satu cuma diam, tapi satunya kayaknya… lagi nahan amarah.”
Senja tertegun. Ia tak tahu siapa yang Rara maksud kan.
Tiba-tiba pintu butik dibuka, lonceng kecil di atasnya berdenting lembut.
Kemudian terdengar langkah berat yang menggema di lantai marmer.
Senja berdiri di depan cermin besar, masih mengenakan gaun pengantin putih yang baru saja ia gunakan untuk sesi foto.
“Jadi ini pekerjaan mu!" suara dalam dan berat, memecah itu keheningan.
Membuat semua orang menoleh. Termasuk Rara yang kaget sekaligus senang melihat kedatangan Saka. Rasa penasaran pun sirna seketika. "Wow ternyata dia ganteng juga," decaknya penuh kagum.
Senja terkejut melihat suaminya berdiri di sana. “Mas? Kenapa tiba-tiba ke sini?”
Saka menatapnya dari ujung kepala hingga kaki.
Bukan dengan tatapan suami yang kagum, tapi dengan mata seorang pria yang sedang berperang dengan perasaannya sendiri.
“Kenapa kau pakai itu?” suaranya terdengar datar, tapi nadanya menyimpan bara.
Senja menunduk sedikit. “Tante Rere minta tolong, Mas. Model aslinya batal datang, jadi—”
“Dan kau tidak pikir tidak perlu izin dari ku?" tanya Saka dingin.
Senja mengedarkan pandangan ke segala arah guna melihat respon semua orang yang menatap mereka. Lalu ia berjalan mendekati Saka. "Mas, sepertinya kita perlu bicara berdua," ujarnya ketika berada di hadapan sang suami.
Lalu ia menuntun Saka menuju pintu toko. Setelah itu dia berhenti dan membiarkan Saka menghampirinya.
"Mas, kenapa kamu datang ke sini tiba-tiba, kan aku gak enak dengan bos ku," Ucap Senja lembut.
"Gak, enak dengan bos mu? Lalu bagaimana dengan keluarga ku?" tanya Saka sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Memangnya kenapa dengan keluarga, mu Mas?" Senja bertanya balik.
"Keluarga ku tidak suka dengan wanita yang memerkan bentuk tubuhnya dan memajangnya agar semua orang bisa melihat!"
Senja tersenyum kecil nyaris mengejek. "On kalau begitu bagus, biar saja keluarga mu tidak menyukai ku, bukannya dengan demikian mereka akan menyuruh mu untuk menceraikan aku!" Ucapnya dengan tegas. " Dengan begitu, kau tak perlu cari cara untuk melepaskan ku, bukan."
Seketika bola mata Saka terbelalak. Dadanya berdesir karena amarah.
"Sekarang kamu pulang saja, gak usah usah repot repot jemput aku, aku bisa pulang sendiri setelah pekerjaan ku, selesai!" pungkasnya sambil berlalu.
Saka kembali di buat terdiam, matanya memandang tajam ke arah Senja yang kembali ke studio pemotretan.
ku rasa jauh di banding kan senja
paling jg bobrok Kaya sampah
lah ini suami gemblung dulu nyuruh dekat sekarang malah kepanasan pakai ngecam pula
pls Thor bikin dia yg mati kutu Ding jangan senja
tapi jarang sih yg kaya gitu banyaknya gampang luluh cuma bilang i love you