Nadia Prameswari menjalani kehidupan yang sempurna dengan suaminya di mata publik. Namun sebenarnya, pernikahan itu hanya untuk kepentingan bisnis dan politik.
Nadia seorang wanita aseksual, membuat Arya selingkuh dengan adik tirinya.
Hal itu membuat Nadia bertekad memasang chip di otaknya untuk mengaktifkan hasrat yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
Namun, apa yang terjadi setelah rasa itu aktif? Apa dia akan menjerat Arya atau justru terjerat pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Suara ketukan pintu membangunkan Nadia yang masih tertidur nyenyak dengan Niko di dalam kamarnya. Dia membuka kedua matanya perlahan dan menatap sinar matahari sudah bersinar terang dan menembus tirai kamarnya.
"Ini sudah siang?" gumam Nadia. Dia melihat kamarnya yang sangat berantakan. Lalu, pandangannya tertuju pada Niko yang masih memejamkan kedua matanya.
"Niko," panggil Nadia sambil mengusap lengan Niko.
Ketukan pintu kembali terdengar. "Nyonya, ada Tuan Anas ingin bertemu."
"Papa?" Nadia segera membangunkan Niko dengan menggoyang lengannya. "Niko bangun!"
Niko hanya sedikit membuka matanya dan menarik Nadia lagi dalam pelukannya. Dia mengecup pipi Nadia dan kembali memejamkan . "Apa? Tidak usah bekerja hari ini. Kita tidur saja ya."
Nadia mencubit pipi Niko agar dia segera membuka kedua matanya. "Ada Papa di rumah."
Mendengar hal itu, seketika Niko membuka kedua matanya. "Pak Anas?"
"Iya." Nadia melepas pelukan Niko dan meraih ponselnya yang sekarang berbunyi. "Panggilan dari Papa."
Nadia segera mengangkat panggilan. "Iya, hallo Pa."
"Nadia, apa kamu masih tidak enak badan?"
"Sudah baikan. Papa kapan keluar dari rumah sakit."
"Kemarin sore. Papa ada di bawah, tidak bisa naik ke atas. Papa tunggu di bawah."
"Iya." Nadia memutus panggilan itu lalu meletakkan ponselnya kembali di atas nakas. Seharusnya pagi itu dia bangun dengan perasaan yang berbunga-bunga tapi mendengar nada suara papanya, pasti ada maunya dia datang ke rumahnya.
Nadia menggeser tubuhnya perlahan di atas ranjang.
"Kenapa? Kalau kamu tidak mau menemui, biar aku yang menemuinya. Kamu istirahat saja," kata Niko sambil memakai pakaiannya.
Nadia menggeleng pelan. "Aku ingin tahu apa yang akan dikatakan Papa sampai menghampiriku ke sini. Aku mau ke kamar mandi sebentar." Nadia berdiri sambil menahan rasa perih yang menjalar. "Aduh, ternyata sakit juga setelahnya."
Niko tersenyum kecil lalu menggendong Nadia. "Kamu berendam pakai air hangat biar enakan."
"Semalam kamu benar-benar hebat," kata Nadia sambil melingkarkan tangannya di leher Niko. Kemudian dia melihat ranjangnya sekilas. Ada banyak bercak kemerahan yang telah memudar. "Kamu lepas spreinya dulu ya. Malu kalau dilihat bibi."
"Oke." Niko menurunkan Nadia di kamar mandi. Kemudian dia keluar dan menutup kamar mandi itu. Dia segera membereskan ranjang Nadia sesuai permintaan Nadia.
Kemudian dia keluar dari kamar itu sambil membawa sprei kotor yang dia gulung di tangannya. Tak disangka, di depan pintu itu ada Bu Ratna.
"Niko, kamu tidur dengan Nadia?"
"Tidak. Saya hanya merapikan tempat tidur Bu Nadia. Bu Nadia sedang di kamar mandi." Kemudian Niko pergi begitu saja setelah menutup pintu kamar Nadia.
"Jangan-jangan mereka memang ada main belakang. Tapi kata Rissa, Nadia kan aseksual. Mana mungkin mereka berhubungan," gumam Bu Ratna. Dia kembali turun dan duduk di samping Pak Anas.
"Nadia sedang mandi. Mas Anas, kalau benar Nadia tidak memberikan produksinya pada Rissa, itu sangat keterlaluan."
Nadia yang baru saja menuruni tangga mendengar apa yang dikatakan ibu tirinya itu. Dia hanya tersenyum kecil. Tepat seperti dugaannya, mereka datang ke rumah memang untuk memancing emosinya.
"Ada apa Papa datang ke sini?" tanya Nadia. Dia duduk di seberang papanya.
"Dimana Arya? Dia sudah berangkat?"
"Iya, Mas Arya harus berangkat pagi-pagi. Aku lelah habis bergadang semalaman agar Papa cepat mendapatkan cucu," kata Nadia sambil tersenyum santai. Dia mengambil segelas susu hangat yang baru saja diantar pelayan. Dia meneguknya sambil melihat ekspresi ibu tirinya.
"Syukurlah hubungan kamu dan Arya baik-baik saja. Papa sempat dengar kabar yang tidak enak kalau kamu dan Arya pisah rumah. Bagaimana keadaan kamu, Papa dengar kamu kecelakaan?"
Nadia meletakkan gelas yang telah kosong do atas meja, lalu duduk bersandar dengan sangai di kursi. "Sudah tidak apa-apa. Papa juga sudah terlihat sehat."
"Iya, setelah dirawat dua hari Papa sudah sehat meski gerakan Papa masih terbatas. Papa belum bisa menggerakkan tangan dan kaki."
"Kalau begitu, Papa masih harus dirawat di rumah."
"Iya, Papa masih harus mendapat perawatan."
"Kalau Papa mendapat cucu, semua anak perusahaan akan menjadi milikku kan?" tanya Nadia. Dia tidak ingin berbasa-basi lagi.
Bu Ratna semakin menajamkan tatapannya pada Nadia. "Bagaimana kamu bisa hamil? Bukankah kamu aseksual!"
Nadia tertawa mendengar hal itu. "Tante tahu darimana? Rissa yang memberitahu? Aseksual bukan berarti tidak bisa melakukannya. Mas Arya sangat hebat di ranjang. Selama lima tahun, kita memang sengaja menunda momongan tapi sekarang sudah tidak."
Perkataan Nadia membuat Bu Ratna kesal. Dia tidak akan membiarkan Nadia memiliki semuanya.
"Ratna, kalau kamu memang ingin memiliki cucu dari Rissa. Suruh Rissa menikah. Ada putra dari teman-teman Papa yang seumuran Rissa dan sudah sukses. Papa bisa aturkan pertemuan mereka."
"Iya, Mas Arya atur saja. Rissa pasti juga bisa memberi cucu pertama buat kita. Aku tidak yakin dengan perkataan Nadia," sahut Bu Ratna.
Nadia hanya tertawa. "Papa, masih ada banyak waktu. Papa juga belum terlalu tua. Papa jaga kesehatan ya biar bisa melihat anakku nanti."
Bu Ratna semakin mengeraskan rahangnya mendengar perkataan Nadia. "Papa, kita pulang saja. Istirahat di rumah."
"Iya, kebetulan aku juga mau ke kantor."
"Nadia, kamu harus beri proyek pada Rissa. Papa dengar, kamu mau membuka perusahaan produksi sendiri."
Nadia yang baru saja berdiri menatap papanya. "Kalau iya, kenapa? Kalau aku berhasil mempunyai anak nanti, Papa juga pasti akan terhasut lagi dan tidak mungkin memberi perusahaan itu. Lebih baik aku hancurkan saja sekalian." Nadia tersenyum miring laku membalikkan badannya.
Dia meninggalkan mereka berdua tanpa menunggu jawaban lagi. Dia kembali menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya. "Papa datang ke sini bukan karena peduli dengan kondisiku tapi hanya untuk meminta proyek demi Rissa."
"Nadia, kamu mau ke kantor hari ini?" tanya Niko sambil membawa bed cover yang baru. Dia segera memasangnya di atas ranjang.
"Niko, biar bini saja yang memasang. Aku cuma minta beresin sprei yang kotor."
"Tidak apa-apa. Ini cuma alasanku saja agar masuk ke dalam kamar kamu."
Nadia mendekat dan memeluk Niko dari belakang sata Niko merapikan tempat tidurnya. Dia menempelkan kepalanya di punggung Niko. "Niko, jangan tinggalkan aku. Sekarang, aku cuma punya kamu."
Niko memegang tangan Nadia lalu dia memutar tubuhnya dan memeluk Nadia. "Tentu saja, aku tidak akan meninggalkan kamu. Apapun yang terjadi nanti ...."
hottttt
di tunggu updatenya
pasti Nadia luluh...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
parah ni