Di Surabaya, berdiri Sebuah pesantren megah pesantren Al - Ikhlas, sebuah lembaga pendidikan Islam yg dikenal dgn tradisi kuat dan menghasilkan santri" yg berprestasi. cerita ini mengikuti perjalanan 5.285 santriwan dan santriwati pesantren Al - ikhlas. ada banyak santri yg berjuang meraih keinginan orang tua dan menggapai mimpi mimpinya. namun terkadang menimbulkan pro dan kontra akibat persaingan di balik semua perjuangan para santri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue_era, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Kram Tengah Malam, Perjalanan Cemas dan Pertanyaan di Benak Santri
Malam semakin larut, namun suasana di ndalem masih terasa tegang. Ning Azzahra, yang baru saja sadar dari pingsannya, kembali merasakan sakit yang luar biasa. Kali ini, perutnya terasa kram dan nyeri yang tak tertahankan.
Dengan wajah pucat dan menahan sakit, Ning Azzahra memberanikan diri untuk menyampaikan keluhannya kepada Abah dan Umi. Ia meminta izin untuk pergi memeriksakan kandungannya ke dokter, karena khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada janinnya.
Abah dan Umi, yang melihat kondisi Ning Azzahra yang semakin memburuk, segera memberikan izin. Mereka merasa khawatir dan cemas dengan keadaan cucu mereka yang masih berada di dalam kandungan Ning Azzahra.
Gus Arga, yang mendengar percakapan tersebut, segera bersiap-siap untuk mengantar Ning Azzahra ke dokter. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada istrinya dan calon anaknya.
"Abah, Umi, kami izin keluar sebentar untuk memeriksakan kandungan Azzahra," kata Gus Arga dengan nada khawatir.
"Iya, Gus, hati-hati di jalan," jawab Abah dengan nada cemas. "Semoga Aza dan cucu kami baik-baik saja."
Gus Arga memapah Ning Azzahra keluar dari ndalem. Mereka berjalan perlahan menuju mobil yang sudah disiapkan.
Namun, perjalanan mereka kali ini berbeda dari biasanya. Mereka harus melewati asrama putra, yang biasanya dihindari oleh Ning Azzahra.
Saat melewati asrama putra, para santriwan yang sedang berada di luar terkejut melihat Gus Arga memapah Ning Azzahra dengan raut wajah khawatir. Mereka bertanya-tanya dalam hati, mengapa Gus Arga dan Ning Azzahra berjalan bersama di malam hari, dan mengapa mereka terlihat seperti sedang kesakitan.
"Tumben Gus Arga memapah Ning Azzahra lewat asrama putra," bisik seorang santriwan kepada temannya. "Ada apa ya?"
"Iya, aneh banget," jawab temannya. "Ning Azzahra juga kelihatan kesakitan. Apa jangan-jangan..."
"Sudahlah, jangan berprasangka buruk," potong santriwan yang lain. "Mungkin Ning Azzahra sedang sakit dan Gus Arga sedang membantunya."
Gus Arga dan Ning Azzahra tidak menghiraukan tatapan dan bisikan para santriwan. Mereka terus berjalan menuju mobil dengan langkah cepat.
Sebelum meninggalkan ndalem, Gus Arga berpesan kepada pengurus keamanan yang sedang berjaga. Ia meminta mereka untuk menjaga ndalem sebentar, karena tidak ada orang di dalam. Abah dan Umi juga ikut keluar untuk menemani mereka ke dokter.
"Tolong jaga ndalem sebentar ya, Kang," pesan Gus Arga kepada pengurus keamanan. "Kami mau ke dokter dulu karena Azzahra sakit."
"Siap, Gus," jawab pengurus keamanan dengan sigap. "Kami akan menjaga ndalem dengan baik."
Setelah memberikan pesan, Gus Arga dan Ning Azzahra segera masuk ke dalam mobil dan berangkat menuju rumah sakit. Mereka berharap agar Ning Azzahra dan calon anaknya baik-baik saja.
Sementara itu, para santriwan yang melihat kepergian Gus Arga dan Ning Azzahra semakin penasaran. Mereka bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi dengan Ning Azzahra.
"Kenapa ya Gus Arga dan Ning Azzahra keluar malam-malam begini?" tanya seorang santriwan dengan nada penasaran.
"Iya, aneh banget," jawab temannya. "Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan mereka."
Para santriwan pun terus memandangi mobil yang membawa Gus Arga dan Ning Azzahra hingga menghilang.
Perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu panjang dan menegangkan bagi Gus Arga dan Ning Azzahra. Setiap guncangan di jalan membuat Ning Azzahra semakin meringis kesakitan. Gus Arga berusaha menenangkan istrinya dan berdoa dalam hati agar mereka segera sampai di rumah sakit dengan selamat.
Sesampainya di rumah sakit, Ning Azzahra segera mendapatkan penanganan medis dari dokter kandungan. Setelah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh, dokter memberikan vonis yang membuat Gus Arga dan Ning Azzahra terkejut.
"Kondisi kandungan Ning Azzahra lemah," kata dokter dengan nada serius. "Usia kandungannya sudah memasuki bulan keempat, namun kondisinya sangat rentan. Ning Azzahra harus bedrest total, tidak boleh banyak bergerak, dan harus menghindari aktivitas yang berat."
Gus Arga dan Ning Azzahra saling berpandangan dengan raut wajah cemas. Mereka tidak menyangka bahwa kondisi kandungan Ning Azzahra begitu lemah.
"Apa yang harus kami lakukan, Dok?" tanya Gus Arga dengan nada khawatir.
"Ning Azzahra harus istirahat total di tempat tidur," jawab dokter. "Hindari stres dan pikiran yang berat. Makan makanan yang bergizi dan minum vitamin yang saya resepkan. Kontrol secara rutin setiap minggu untuk memantau perkembangan kandungan."
Gus Arga mengangguk mengerti. Ia berjanji akan menjaga Ning Azzahra dengan baik dan mengikuti semua saran dari dokter.
Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter, Gus Arga dan Ning Azzahra kembali ke pesantren dengan perasaan campur aduk. Mereka merasa lega karena sudah mengetahui kondisi kandungan Ning Azzahra, namun juga khawatir dengan vonis bedrest total yang harus dijalani.
Sesampainya di pesantren, para santriwan masih belum masuk ke asrama. Mereka berkumpul di halaman depan dan memperhatikan mobil Gus Arga yang terparkir di dekat ndalem. Mereka penasaran dengan kondisi Ning Azzahra dan ingin mengetahui apa yang terjadi di rumah sakit.
Saat Gus Arga memapah Ning Azzahra keluar dari mobil, para santriwan kembali terkejut. Mereka melihat Ning Azzahra berjalan dengan sangat hati-hati dan dibantu oleh Gus Arga. Raut wajah Ning Azzahra terlihat pucat dan lemah.
Gus Arga menyadari bahwa para santriwan sedang memperhatikan mereka. Ia berusaha tersenyum dan memberikan isyarat agar mereka tidak khawatir.
Namun, Gus Arga memiliki rencana lain. Ia tidak ingin Ning Azzahra istirahat di ndalem, karena ia khawatir tidak bisa menjaganya dengan baik. Ia memutuskan untuk membawa Ning Azzahra ke ruangannya yang berada di asrama putra.
Gus Arga memiliki sebuah ruangan khusus di asrama putra yang biasa ia gunakan untuk beristirahat dan mempersiapkan materi pelajaran. Ruangan tersebut dilengkapi dengan tempat tidur, meja belajar, dan fasilitas lainnya yang cukup nyaman.
Gus Arga merasa bahwa ruangan tersebut adalah tempat yang paling tepat untuk Ning Azzahra beristirahat. Ia bisa menjaganya dengan baik dan memastikan bahwa istrinya mendapatkan perawatan yang maksimal.
Gus Arga memapah Ning Azzahra menuju asrama putra. Para santriwan semakin terkejut melihat Gus Arga membawa Ning Azzahra masuk ke dalam asrama putra. Mereka bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi.
"Gus Arga mau membawa Ning Azzahra ke mana?" bisik seorang santriwan kepada temannya.
"Kok malah dibawa ke asrama putra?" jawab temannya dengan nada bingung. "Aneh banget."
Sesampainya di depan pintu asrama putra, Gus Arga meminta izin kepada para santriwan yang sedang berjaga.
"Assalamualaikum, Kang," sapa Gus Arga dengan sopan. "Saya mau numpang lewat sebentar. Mau bawa Ning Azzahra ke ruangan saya di dalam."
Para santriwan yang sedang berjaga terkejut melihat Gus Arga dan Ning Azzahra. Mereka segera memberikan izin dan membantu Gus Arga memapah Ning Azzahra masuk ke dalam asrama.
"Waalaikumsalam, Gus," jawab salah seorang santriwan. "Monggo, Gus. Kami bantu."
Gus Arga dan Ning Azzahra berjalan perlahan menuju ruangan Gus Arga yang berada di ujung asrama. Para santriwan yang melihat mereka merasa penasaran dan mengikuti dari belakang.
Sesampainya di depan pintu ruangan, Gus Arga menyadari bahwa ia tidak membawa kunci. Ia lupa mengambil kunci ruangan dari pengurus keamanan santriwan.
"Aduh, saya lupa bawa kunci ruangan," kata Gus Arga dengan nada menyesal. "Harus ambil kunci dulu ke pengurus keamanan."
"Biar saya saja yang ambilkan, Gus," kata salah seorang santriwan dengan sigap. "Gus tunggu di sini saja sama Ning Azzahra."
Santriwan tersebut segera berlari menuju pos pengurus keamanan untuk mengambil kunci ruangan Gus Arga. Sementara itu, Gus Arga dan Ning Azzahra menunggu di depan pintu ruangan dengan ditemani oleh beberapa santriwan yang setia membantu.
Para santriwan yang berada di asrama putra semakin penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Mereka bertanya-tanya dalam hati, mengapa Gus Arga membawa Ning Azzahra ke asrama putra, dan mengapa Ning Azzahra harus istirahat di ruangan Gus Arga.
"Ada apa ya sebenarnya?" gumam seorang santriwan dengan nada bingung. "Kok kayaknya ada yang aneh."
"Iya, misterius banget," jawab temannya. "Kita tunggu saja nanti apa yang akan terjadi."
Suasana di asrama putra semakin tegang dan penuh dengan tanda tanya. Para santriwan menunggu dengan cemas dan penasaran, menantikan jawaban atas misteri yang sedang terjadi di depan mata mereka.