Melati berubah pendiam saat dia menemukan struk pembelian susu ibu hamil dari saku jas Revan, suaminya.
Saat itu juga dunia Melati seolah berhenti berputar, hatinya hancur tak berbentuk. Akankah Melati sanggup bertahan? Atau mahligai rumah tangganya bersama Revan akan berakhir. Dan fakta apa yang di sembunyikan Revan?
Bagi teman-teman pembaca baru, kalau belum tahu awal kisah cinta Revan Melati bisa ke aplikasi sebelah seru, bikin candu dan bikin gagal move on..🙏🏻🙏🏻
IG : raina.syifa32
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raina Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
"Mas Revan, apa salahku, apa kurangku mas hingga kamu berbuat setega itu!"
Mata Melati terasa berat, pandangannya mulai mengabur oleh kabut. Dari balik jendela mobil yang sedikit berembun, dia menyaksikan sosok suaminya, Revan, turun dari mobil dengan langkah santai. Sejurus kemudian, wanita muda itu muncul dari dalam rumah sederhana itu, mengenakan daster merah yang mencolok, kontras dengan kulit kuning langsatnya yang halus. Perutnya yang mulai membuncit terlihat jelas, bergelayut manja di lengan Revan, seolah mencari perlindungan dan kasih sayang. Melihat perut wanita itu, Melati dapat menyimpulkan jika pengkhianatan suaminya sudah cukup lama.
Wajah wanita itu berseri-seri, penuh harap dan damba, menatap Revan dengan tatapan yang membuat hati Melati terkoyak, perih. Revan membalas dengan senyum tipis yang tak sampai ke matanya, seolah menyimpan rahasia yang hanya mereka berdua tahu. Saat wanita itu menggenggam tangan Revan, membimbingnya untuk mengusap perutnya yang membesar, sebuah getar di dada Melati pecah menjadi gelombang air mata yang tumpah tanpa bisa ditahan.
Tubuh Melati langsung melemah saat melihat pemandangan itu, dadanya sesak, seolah ada belati yang perlahan mengiris. Isak tangisnya nyaris tak terdengar, nyangkut di tenggorokan yang kering. Matanya tak lepas dari sosok suaminya, yang dengan santai dipeluk perempuan lain—gundik yang lebih muda, yang dengan mudah merebut tempatnya.
Di balik kaca mobil yang dingin, Melati menguatkan diri, menahan gelombang kecewa yang nyaris membuatnya roboh.
“Pantas saja kamu sering pergi ke Bandung,” gumamnya pelan, bibirnya bergetar. “Aku akui perempuan itu jauh lebih muda, lebih seksi... kamu nggak kenal capek bolak-balik Jakarta-Bandung demi dia.”
Jantungnya berdegup kencang saat mencoba menghitung, “Sudah berapa lama, Mas? Sebulan, dua bulan, atau malah setahun?”
Namun, dia tahu melabrak saat ini hanya akan membuatnya jatuh lebih dalam. Dengan tangan yang gemetar, Melati mengeluarkan ponsel dari tas dan mulai merekam mereka, satu persatu gerak-gerik penuh pengkhianatan itu terekam jelas. Wajah perempuan itu sama persis dengan wajah perempuan yang
“Aku akan simpan ini, bukti perselingkuhan yang nggak bisa kamu bantah,” bisik Melati dengan suara serak, matanya menyala penuh tekad. Tangan kirinya menggenggam erat ponsel yang menyimpan rekaman video itu, sementara bibirnya bergetar menahan amarah dan kecewa yang membakar jiwanya.
Angin semilir sore itu menusuk kulitnya, tapi hawa itu tak mampu meredam gelombang sesak yang menghempas dadanya. Matanya memerah, seolah menahan banjir air mata yang ingin tumpah. Namun, Melati memilih menguatkan diri, menelan rasa sakit yang menggerogoti dalam diam.
Dengan napas yang berat, ia memutar kunci kontak dan menghidupkan mesin mobil. Suara deru mesin seakan menjadi irama pengusir kegelisahan yang menguasainya. Setir dipegangnya dengan penuh kendali, meski pikirannya berputar liar, membayangkan pengkhianatan yang baru saja ia saksikan.
“Aku nggak bisa lama-lama di sini,” pikir Melati, menatap spion yang memantulkan bayangan jalan yang mulai tertinggal di belakang.
Ada anak-anak yang menunggu di rumah, malaikat kecilnya yang menjadi alasan ia harus bertahan dan berjuang melewati semua ini.
Di balik kaca mobil, malam yang pekat seolah menyembunyikan rahasia hati Melati yang remuk redam. Namun, tekadnya sudah bulat. Bukti itu bukan sekadar pengingat, tapi senjata untuk melawan pengkhianatan yang mengoyak hidupnya. Dengan suara yang hampir tersendat, ia berbisik pada dirinya sendiri, “Ini bukan akhir, tapi awal dari semua perubahan.”
Revan duduk di meja makan, seperti biasa menuruti semua kemauan Dewi. Tangannya sibuk menyuapi sekaligus mengusap-usap perlahan perut Dewi yang mulai membuncit. "Aa, Revan, nginap, kan?" tanya Dewi dengan suara lembut penuh harap, matanya berbinar menunggu jawaban.
Revan menatap ke piringnya, raut wajahnya sayu. "Nggak bisa, Wi. Aku nggak mau istri aku makin curiga. Kalau kamu masih mau hidup enak, semua yang kamu inginkan terpenuhi, tolong jangan teror aku dengan sifat manjamu. Kalau begini terus, apa bedanya dengan selingkuh?" ucapnya pelan tapi tegas.
Dewi mendelik, kemudian senyumnya berubah menjadi licik. "Ya udah, aa, kita nikah saja sekalian!" katanya sambil menggoda, mencoba menyentuh lengan Revan.
Revan menggeleng kasar, pandangannya tajam. "Kamu semakin nggak waras, Wi. Kalau keluarga aku hancur, aku nggak tahu lagi harus gimana."
Dewi mendekat, menyusulkan kepalanya ke badan Revan, suaranya melembut tapi penuh tuntutan, "Kamu yang bikin aku seperti ini, aa. Kehilangan suami, kehilangan pelindung. Kamu harus tanggung jawab."
Namun Revan dengan kasar menyingkirkan kepala Dewi. "Jangan melewati batas, Wi!" hardiknya hingga Dewi tercekat dan air matanya mulai menetes.
"Aa, tega banget bentak aku," ratap Dewi, suaranya bergetar.
Revan berdiri perlahan, matanya menatap Dewi dengan berat, lalu napas panjang keluar dari dadanya. "Maaf, Wi, aku nggak bisa berlama-lama di sini. Aku pamit."
Langkahnya baru beberapa saat ketika terdengar suara desisan kesakitan dari Dewi. Revan berhenti dan berbalik, wajahnya berubah panik saat melihat Dewi memegangi perutnya dengan tangan gemetar. "Aa, sakit," ratapnya terbata, langkahnya mendekat pelan.
Dewi terdiam, napasnya tersengal. Namun Revan malah menangkap sesuatu yang membuat dadanya sesak: cairan merah mengalir dari sela kakinya. "Wi... kamu... darah?" Suaranya tercekat, mata yang semula tegar kini membelalak penuh kekhawatiran.
revan pulsa jgn sembunyikan lg msalah ini terlalu besar urusannya jika km brbohong terus walau dg dalih g mau nyakitin melati ,justru ini mlh buat melati salah pham yg ahirnya bikin km rugi van